Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menghitung bintang menumpahkan ...

Para ahli hieroglyph berhasil menyingkap gambaran baru sejarah bangsa maya secara gemilang dengan cara menguraikan lambang-lambang hieroglif piramida, candi, patung, dsb. (sel)

14 Juni 1986 | 00.00 WIB

Menghitung bintang menumpahkan ...
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SEJARAH tulis baca Amerika bukan baru dimulai ketika orang Eropa mendarat di benua baru ini. Jauh sebelumnya, lebih dari 2.000 tahun yang lalu, sebuah bangsa di benua ini bukan saja telah melek huruf, bahkan memiliki kebudayaan yang fantastis. Ini berkat jerih payah para ahli hieroglyph yang dengan cemerlang berhasil menyibakkan arti huruf kuno Maya yang berabad-abad terkubur debu sejarah. Maya kini terbuka dan terurai lewat penelitian terhadap piramida dan candi. Muncullah sosok manusia Maya dengan segala kepiawaiannya, dan itu bukan cuma dongeng. Lama terasing bagai pengamat bintang di tengah belantara yang lengang dan diselimuti halimun, kaum elite Maya kini nyata tampil sebagai penguasa sejumlah negara-kota yang padat penduduk dan agresif. Mereka cenderung suka menyiksa diri dan gemar berperang. Musuh yang tertangkap dideranya berlama-lama. Gambaran yang baru terungkapkan memang kurang romantis, dibanding kisah-kisah yang selama ini menyelimuti bangsa Maya. Tapi lebih manusiawi. Begitu kesimpulan para ahli. Masyarakat Maya tampil cemerlang, sekaligus berbau muram. Setidaknya begitulah yang ditulis oleh Erik Eckholm dalam The New York Times Magazine, nomor Mei. Maka, orang Amerika kini bisa berbangga tentang sejarah moyangnya. "Sejarah tertulis orang Amerika sudah dimulai pada 50 SM, bergema lewat nama dan riwayat orang-orang seperti Pacal dari Palenque, Bird Jaguar dari Yaxchilan, Yax-Pac dari Copan," kata Linda Schele dari Universitas Texas dan Mary Ellen Miller dari Universitas Yale. Memang, Maya, sebuah peradaban yang muncul di belantara Meksiko dan Amerika Tengah setelah 300 SM, kemudian berkembang dari abad kedua sampai abad ke-9. Kini, bersama-sama peradaban Mesir lama dan Asiria menjadi tiga peradaban kuno yang berbicara kepada masyarakat modern - baik melalui naskah tertulis maupun artefak bisu. "Saya teringat kepada mahasiswa tingkat tiga yang menghafal nama Pacal bersama nama Tutankamen atau Iskandar Zulkarnain," kata Dr. Schele, sejarawan seni dan ahli hieroglif. Ahli itu bersama Dr. Miller memaparkan sejarah Maya lewat sebuah pameran besar, awal Mei silam, di Museum Seni Kimbell di Fort Worth, Texas, AS. Bertahun-tahun monumen batu Maya, yang memuat naskah dan gambar-gambar melukiskan upaya mereka di bidang ilmu falak, bukan saja telah memesonakan para ahli Maya generasi demi generasi, tetapi juga kaum amatirnya. Namun, karena langkanya catatan sejarah tentang Maya, dan baru sedikitnya yang bisa dibaca dari peninggalan peradaban itu, hasil studi hanya mencerminkan jerih payah dan pengabdian para penelitinya. Sampai suatu hari, studi tentang Maya berubah secara mendasar. Pesan-pesan yang ditinggalkan para penguasa Maya di dalam bentuk lambang-lambang dan gambar-gambar pada lempeng-lempeng batu dan dinding-dinding candi telah dikodifikasikan kembali pada tahun-tahun terakhir ini. Kian hari kian meningkat, bagai berlomba dengan sejarah peradaban modern. "Sebelumnya, penelitian yang dilakukan bersifat percakapan satu sisi dengan bebatuan dan kotoran," kata David Freidel, seorang antropolog di Universitas Southern Methodist di Dallas. "Sambil mengucurkan keringat dan melawan gigitan nyamuk kami memelototi batu-batu berlumut, mencoba menghidupkan batu-batu itu agar berbicara." "Kini," Dr. Freidel melanjutkan, "Maya telah mampu bercerita balik, mengungkapkan keluarga mereka, sikap politik, perang demi perang yang dikobarkan. Maya hidup kembali di sana." Dan bicara batu-batu itu telah mengenyahkan banyak mitos. Sampai waktu-waktu terakhir, banyak ahli beranggapan bahwa kompleks besar piramida dan candi Maya adalah tempat berkumpulnya para santri. Mereka dengan tenangnya hanya berkutat menghitung bintang-bintang dan penanggalan. Sebagai pendeta atau kaum bijak bestari, dari hasil perhitungan itu mereka dulu memberi petuah para petani tentang hari baik dan bulan baik. Tapi kini menjadi jelas bahwa candi didirikan bagi keagungan para raja, dan kadang-kadang juga demi para ratu. Para raja atau ratu yang memerintah berpuluh ribu kota yang sibuk. Batu-batu itu pun berkisah tentang perang dengan kota-kota saingan yang acap kali terjadi. Tujuan utama perang ini menangkap para bangsawan pihak musuh, untuk kemudian disiksa, dipersembahkan sebagai korban dalam upacara keagamaan. Benar, Maya mengorbankan manusia lebih sedikit ketimbang orang Aztec. Tetapi yang pertama menyiksa musuhnya dengan lebih kejam. Pertandingan bola model kuno, seperti adu gladiator pada zaman Romawi, tidak menggunakan sembarang bola, melainkan kepala manusia. Bola itu diperoleh dari dua tahanan yang diadu sampai mati. Kepala si kalahlah yang kemudian menggelinding disepak kian kemari. "Darah adalah unsur penting dalam kehidupan ritual Maya kuno," tulis Dr. Schele dan Dr. Miller dalam The Blood of Kings (Darah Para Raja), buku yang diterbitkan sehubungan dengan pameran di Fort Worth itu. Pada berbagai kesempatan penting, kaum bangsawan mengucurkan darahnya sendiri. Misalnya dalam upacara keagamaan, upacara persembahan sesaji bagi para dewa. Atau upacara persembahan buat para naga, yang diyakini menjadi penghubung antara manusia dan dewa-dewa dan elmaut. Sebelum berangkat ke medan perang, sebuah upacara pun mesti dilakukan: raja berkenan menusuk "itu"-nya (maaf) dengan duri ikan pari. Sementara itu, permaisuri meloloskan mata pancing berikut talinya yang berduri-duri melalui lidahnya sendiri. Orang Maya percaya perbuatan menyiksa diri seperti itu sangat penting untuk melestarikan alam semesta. Fakta-fakta kegiatan muram kayak begini terdapat dalam lukisan dan relief batu Maya. Tapi para ahli, kata Dr. Miller, sejarawan seni ini, "seperti membutatulikan dirinya bertahun-tahun terhadap kenyataan itu." Gambar seorang laki-laki yang menggeliat di bawah kaki seorang lainnya boleh jadi selama ini telah ditafsirkan sebagai lambang keagamaan. Padahal, menurut Miller, dengan dukungan sejumlah bukti lain, ternyata itu gambar orang meringis kesakitan menahan siksaan lawannya. Ini sekadar sebuah misal, bagaimana perkembangan penafsiran terhadap peninggalan Maya. Dokumen tertulis Maya tertua, tentang penobatan seorang raja, yang terpahat pada sebuah lempeng batu bertahun 50 SM. Namun, masa emas kebudayaan negeri itu jatuh di sekitar tahun 200 Masehi, bertepatan dengan dimulainya invasi bangsa Barbar terhadap kemaharajaan di Eropa. Dalam masa pengembangan yang luar biasa dan mencengangkan, Maya mendirikan sejumlah piramida batu dan candi yang penuh keagungan di sekurang-kurangnya 40 kota. Kota-kota Maya biasanya berpenduduk 20.000 jiwa. Mereka membangun sistem pengairan maju, mengembangkan astronomi dan matematika, serta meningkatkan penulisan naskah. Kemudian, hampirhampir secara misterius, peradaban negeri itu tenggelam pada sekitar 900 Masehi. Diperkirakan, populasi tertinggi penduduk Maya sekitar satu sampai tiga juta jiwa. Kini, sekitar dua juta turunan mereka di Meksiko dan Guatemala berbicara dalam bahasa Maya campuran. Dan mereka masih melakukan upacara kepercayaan kuno. Tentu, tak sepersis upacara aslinya dulu. Detail-detail esensial masyarakat klasik ini telah terkubur dalam di tengah timbunan reruntuhan belantara selama beratus tahun. Suksesnya para ahli menguraikan lambang-lambang hieroglif, menurut Robert J. Sharer, arkeolog pada Universitas Pennsylvania, membuat "Peradaban Maya melompati ambang prasejarah, memasuki masa sejarah. Dan studi Maya kuno juga menghasilkan perubahan mendasar, sama halnya ketika kunci-kunci penelitian tentang Mesir dan Mesopotamia terpecahkan." Yakni, terpecahkannya sandi-sandi hieroglif dan naskah-naskah "kanji" kuno pada abad ke-19. Naskah Maya termasuk salah satu dari lima sistem penulisan dasar yang pernah berkembang. Yang lain adalah:. Cina, Harappa, Mesir dan Sumeria - yang menjadi ibu dari bahasa-bahasa Barat yang kini dipakai. * * * Sistem hieroglif Maya merupakan campuran dari simbol-simbol fonetis, yang merupakanunit-unit bunyi, dan ideograf (gambar) yang merupakan kata-kata. Beberapa ideograf, seperti untuk kelelawar, ikan, tangan, dan burung-burung tertentu, dengan mudah dapat dibaca artinya. Demikian menurut Christopher Jones, ahli hieroglif pada Universitas Pennsylvania. Tetapi untuk berbagai pengertian selanjutnya, lambang-lambang yang ditampilkan kian bergaya dan membingungkan. Sebab, kata yang sama dapat ditulis baik secara fonetis maupun ideograf. Umpamanya Pacal, raja Palenque yang agung dari abad ke-7 itu. Namanya kadang-kadang ditulis dengan ideograf, yakni dengan gambar perisai. Gambar ini dibaca sebagai "pacal", yang artinya perisai. Tetapi kadang-kadang nama itu ditulis pula dengan kombinasi tiga suku kata "pa", "ca", dan "la". Tapi kemajuan beringsut lamban. Sepanjang tahun 1950-an, menurut Dr. Jones, para ahli hanya berputar-putar memperdebatkan masalah dasar. Yakni: apakah setiap simbol bernilai fonetis? Apakah itu melukiskan peristiwa aktual, ataukah observasi tentang agama dan astronomi? Terobosan muncul dalam makalah Tatiana Proskouriakoff dari Institut Carnegie. Ia menunjukkan bahwa hieroglif mendokumentasikan, dalam rentetan-rentetan kejadian (sequences) yang dapat dikira-kirakan, sejarah hidup para penguasa Maya. Ini bagai membuka pintu air. Terdapatnya lambang-lambang fonetis, misalnya, dibuktikan ketika sebuah nama seperti Pacal ditulis secara fonetis pada ujung-ujung "kalimat" yang jelas. Yakni pada bagian, tidak boleh tidak, namanya harus muncul. Setelah itu, kian banyak saja ideograf yang dapat dibaca. Sejak itu, sekitar 80 persen dari beratus-ratus hieroglif dapat diterjemahkan. Dan lebih penting daripada itu menurut Dr. Freidel, "Kita telah memiliki metodologi penerjemahan." * * * "Kami memiliki sintaksisnya," katanya lebih jauh. "Kami tahu yang mana kata kerja, yang mana keterangan, yang mana subyek, dan kami juga mengenal yang mana tanda-tanda baca. Setiap hari kami melakukan penerjemahan baru," kata Dr. Freidel tak kuasa menahan luapan kegembiraannya. "Kemajuannya exponential." Penemuan itu menunjukkan bahwa informasi biografis juga bisa diperoleh dari pose, cara berpakaian, dan peristiwa-peristiwa, yang digambarkan dalam karya seni gambar. Gambar dan teks dapat dihubung-hubungkan dan tersusunlah sejarah Maya. Selain data-data arkeologis, tulisan dan seni memberikan detail yang cukup tentang riwayat seseorang: keperkasaan dan tragedinya, kata Dr. Freidel. Pelbagai prasasti menunjukkan bahwa pada abad ke-8, Kan-Xul (Binatang Pilihan) menjadi raja Palenque. Ia menggantikan saudaranya Chan Bahlum (Macan Tutul Ular), yang meninggal. Si Macan Tutul itu sendiri adalah pewaris tahta dari ayahandanya, Pacal. Kan-Xul mendirikan sebuah candi, guna mengiringi jiwa saudaranya menuju ke surga, dan sekaligus menutup batu peringatan riwayat abangnya itu. Kan-Xul mulai mendirikan sebuah istana untuk mengagungkan keberhasilan dirinya. Ketika usianya mencapai 70-an, sebelum istananya rampung, ia ditangkap oleh lawan politiknya di Tonina. Kisah Kan-Xul yang terukir pada batu peringatan berakhir dengan dinobatkannya seorang saudaranya yang lain menjadi raja. Dan prasasti di Tonina menggambarkan Kan-Xul sedang terbungkuk dan babak belur dalam pengorbanannya. Intrik istana, juga, ditemukan dalam beberapa rekaman. Sebuah lempeng dari sebuah rumah di Palenque menunjukkan seorang turunan Kan-Xul sedang ditahbiskan untuk memegang jabatan pembantu, sedangkan adiknya dinobatkan sebagai raja. "Bagaimana, ya, si adik berhasil menggeser abangnya dari kedudukannya yang sah?" Dr. Freidel bertanya. * * * Pelajaran dari sejumlah prasasti telah memberikan dukungan kepada pendekatan arkeologis baru. Bukan hanya untuk memeriksa lingkar luar, tetapi juga poros situsnya - baik situs kecil maupun yang besar. Dengan penelitian yang lebih luas ini, kata Dr. Sharer, "untuk pertama kali, segepok besar informasi memungkinkan orang mengetahui kehidupan rakyat biasa." Informasi itu misalnya tentang perumahan rakyat, dan sistem pertanian yang canggih. Meskipun batu bertulis hanya membicarakan keluarga kerajaan, ada bukti-bukti yang menunjukkan adanya hubungan yang sakral antara kaum elite dan rakyat kebanyakan. "Menjadi raja berarti menjadi tumbal hidup rakyatmu," kata Dr. Freidel. Kaum elite diharapkan mencucurkan darah dan mengorbankan sebagian dari dirinya kepada para dewa. Atau, mereka diharapkan menangkap dan mengorbankan keluarga raja musuh, sambil, tentu saja, siap menerima risiko yang sama: ditangkap lawannya. Jika pengungkapan sejarah baru berakibat berakhirnya misteri dan mitos bangsa Maya, para ahli menunjuk bahwa masih banyak terdapat teka-teki menggiurkan di sana. Misalnya ini: Apa yang menyebabkan desa-desa yang bertebaran kemudian membentuk satu negara-kota yang perkasa? Hubungan apa yang dilakukan Maya dengan peradaban yang lain? Dan krisis politik, ekonomi, dan lingkungan apa yang merontokkan kebudayaan tangguh itu hingga ambruk berkeping-keping? Walaupun rahasia tulisan mereka kini telah terungkapkan, Maya masih tetap meninggalkan tali kekang yang panjang kepada imajinasi masyarakat modern. Begitu Eckholm menutup tulisannya. * * * Dan cerita tentang Maya belum lagi habis. William Stockton, juga dalam TNYT Magazine, mencoba menggali lebih dalam lewat astronomi. Seribu seratus tahun berselang, tulis Stockton, piramida Kukulkan yang kukuh didirikan oleh orang-orang Mesoamerika (orang Amerika Tengah). Sistem rancang bangunnya yang kuno, kata dia, cukup apik. Sehingga, bayangan seekor ular yang bergerak sepanjang birai tangga ketika matahari tenggelam di musim panas maupun musim semi sama panjangnya. Bagi pengunjung yang hanya suka mengamati kenyataan obyektif, bayangan yang tampak sebagai seekor ular hanya terlihat meluncur di tangga dan kemudian lenyap bersama matahari yang tenggelam. Tapi bagi penonton yang suka berimajinasi, binatang melata itu seakan-akan melesat dari tangga, langsung melewati kepala tangga, menuju ke telaga suci di sekitarnya, yakni telaga tempat orang-orang Maya kuno biasa melakukan persembahan sesaji. Sesaji yang bisa berupa barang-barang berharga, tapi kadang-kadang juga seorang manusia. Memang, para arkeolog tidak sepakat tentang arti bayangan tadi. Toh, itu membuktikan bahwa praktek astronomi penting bagi orang Mesoamerika. Studi astronomi pada dekade terakhir telah mendorong pemahaman baru. Yakni bahwa pengamatan orang-orang kuno terhadap kawasan langit di atas kita ternyata sangat canggih. Menggunakan berbagai penemuan ini dan temuan ilmiah lainnya, para arkeolog dan peneliti dari disiplin ilmu lainnya melakukan penafsiran ulang terhadap sejarah dan budaya suku-suku Indian kuno yang mendiami Meksiko dan Amerika Tengah. "Penemuan baru di kawasan itu pada masa mendatang bukanlah berupa makam baru dan artefak baru," kata Dr. Anthony F. Aveni, profesor astronomi pada Universitas Colgate. Profesor ini salah seorang yang paling bertanggung jawab dalam soal penelitian bidang astronomi di kalangan suku-suku bangsa kuno di Meksiko dan Amerika Tengah. "Tapi kita akan berhasil menemukan sesuatu bila kita memahami rangkaian proses yang mereka gunakan, cara mereka menge tahui, dan memahami serta menggunakan petunjuk-petunjuk yang mereka lihat di atas sana," katanya. Bila para pendeta-astronom Maya dan Toltec yang hidup seribuan tahun yang lalu melakukan penelitian terhadap angkasa, mereka menjadikan diri mereka sebagai subyek perilaku iklim - sebagai mana kaum astronom masa kini. Jika cuaca mendung, pengamat astronomi berhenti menyelidiki. Cuaca buruk sepanjang hari pada Jumat terakhir bulan Maret silam, musim pertama musim semi, menyebabkan sekitar 30 ribu orang yang berkumpul di depan piramida Kukulkan terpaksa menunggu dengan sia-sia. Begitu dilaporkan oleh Stockton dari Chichen Itza, Meksiko. Kelompok-kelompok wisatawan Amerika dan mahasiswa berikut profesor mereka, seperti juga penduduk Yucatan - banyak di antaranya turunan orang Maya - lalu meninggalkan kota tersebut dengan kecewa. Matahari tidak bersinar. Ular pun diam saja. Tapi mereka tidak tahu bahwa bayangan ular, yang tidak muncul pada hari yang diharapkan, dahulu kala menimbulkan kegaduhan sosial atau keagamaan. Sejumlah ahli, seperti Dr. Aveni, yakin tidak ada fakta apa pun yang membuktikan pentingnya kemunculan bayangan tadi. Tapi ia yakin sepenuhnya bahwa penelitian dari segi astronomi secara umum bermanfaat pula dalam penelitian sejarah dan kebudayaan kuno. "Jelas, bayangan itu muncul secara nyata," katanya. "Tapi bila setiap orang meyakininya, atau jika bayangan itu memang mempunyai arti, sementara itu kita tidak memiliki selembar bukti pun." Dr. Johanna Broda dari Universitas Otonomi Nasional Meksiko percaya bayangan itu mungkin alat untuk meyakinkan orang awam. "Hal sebagaimana bayangan itu diciptakan oleh pendeta penguasa untuk melahirkan lambang-lambang keagamaan di dalam konteks keyakinan beragama," katanya. Bayangan adalah penegasan kekuasaan kelas penguasa. Juga menjadi kata pengingat fungsi esensial pendeta sebagai perantara manusia dan para dewa, kata doktor wanita tersebut lebih lanjut. Yang lainnya, seperti Dr. Clemency Coggins dari Museum Peabody Universitas Harvard, bahkan meletakkan arti yang lebih besar. Ia belakangan menyarankan dalam sebuah makalah ilmiah bahwa bayangan dan piramida adalah inti pusat seremonial baru, yang didirikan di Chichen Itza untuk menandai tahun 830 Masehi. Inilah tahun, katanya, ketika peristiwa penting dalam kebudayaan Maya dan peristiwa penting dalam kebudayaan Toltec berlangsung serentak. Bagi kebanyakan orang Maya, itulah akhir periode kalender utama. Bagi orang Toltec, itulah tahun penyalaan kembali api unggun, upacara yang diulang setiap 52 tahun. Seorang tawanan dikorbankan, hatinya ditusuk oleh seorang pendeta, dan unggun api baru dinyalakan kembali di atas dadanya. Tujuannya: mencegah matahari sirna, dan agar kegelapan tak menelan manusia. Para pendeta dan perwira perang yang berkuasa meramalkan saat itu akan datang kembali pada dekade masa depan. Karenanya, mereka menganggap perlu menandainya dengan sebuah pusat seremoni baru. Untuk hal ini, Dr. Coggins yakin piramida mungkin telah dirampungkan pada tahun sebelumnya, sehingga bayangan ular dapat bergerak menuruni tangga untuk pertama kalinya pada 21 Maret 80. Peristiwa ini dimasukkan dalam rencana, sebagai bagian dari peristiwa keagamaan secara besar-besaran. Hipotesanya itu cukup provokatif dan tidak dapat diterima oleh rekan-rekannya. Toh itu menggambarkan betapa pemikiran baru telah dimungkinkan oleh temuan-temuan baru para astronom. Ini juga menumbuhkan kerja sama di antara para astronom, arkeolog, etno-sejarawan, dan antropolog. Dr. Aveni adalah salah seorang astronom pionir yang, dibekali dengan data tentang keadaan langit seperti terlihat pada 900 Masehi, mendatangi situssitus seperti Chichen Itza. Ia melakukan pengukuran terhadap candi-candi Maya. Ia dan rekan pendampingnya menemukan bahwa banyak bangunan Maya didirikan agar dapat menjalankan fungsi astronomi tertentu . Temuan itu kemudian dihubungkannya dengan penguraian lebih jauh tulisan dan matematika Maya yang rumit. Hasilnya, sebuah bukti bahwa orang-orang kuno itu tidak hanya mempelajari soal matahari dan bulan. Mereka ahli pula tentang gerakan-gerakan Venus, dan barangkali juga tentang berbagai planet lainnya, seperti Mars, Yupiter, dan Saturnus. Ini ditambah lagi, konon, pemahaman mereka, orang Maya itu, terhadap konstelasi benda-benda angkasa. Mereka dapat meramalkan beberapa gerakan di angkasa dengan kekeliruan hanya setengah jam per abad. Puncak nyata pengetahuan yang memungkinkan orang Maya membuat gerakan bayangan ular berada pada sisi lain Chichen Itza - pada bangunan yang dinamai El Caracol oleh orang-orang Spanyol. Adalah ke El Caracol, pada pertengahan 1970-an, Dr. Aveni membawa peralatan ukurnya untuk mempelajari orientasi fisik bangunan tersebut. Ketika ia dan rekan-rekannya menyelesaikan tugas mereka, dan lalu menghubungkan angka-angka yang diperoleh dengan posisi planet pada abad ke-9, hasilnya mengejutkan. Hanya tinggal sedikit keragu-raguan bahwa El Caracol telah dirancang gemilang sebagai observatori astronomi. Itulah tempat para pendeta Maya, yang hanya dengan mata telanjang, mengamati dan menandai benda-benda angkasa hari demi hari dengan akurasi yang mencengangkan. Fakta-fakta mengisyaratkan para pendeta secara khusus terpesona oleh Venus. Tidak ada petunjuk yang menyatakan orang-orang Maya menganggap planet-planet mengedari matahari. Mereka hanya mengetahui bahwa Venus muncul dan menhilan di cakrawala barat dan timur pada waktu yang berbeda setiap tahun. Dan bahwa memerlukan 548 hari untuk mengedarinya secara utuh. Itulah sebabnya mengapa Venus dapat muncul lebih condong ke utara dan ke selatan pada setiap delapan tahun. Dr. Aveni dan para koleganya menemukan beberapa aspek penjajaran El Caracol berkenaan dengan kecenderungan Venus yang berat ke utara dan ke selatan itu. Mereka juga menemukan garis-garis pandang sepanjang sosok bangunan yang menunjuk kepada posisi horison pada titik balik matahari di musim panas dan dingin, juga garis pandang yang menunjuk pada matahari antar Mei dan Agustus ketika sang surya melintas melalui zenith langsung di atas kepala. Bila sebuah planetarium digunakan untuk menciptakan langit sebagaimana ia tampil pada akhir April tahun 1000, mereka melihat bahwa konstelasi Bintang Tujuh (Pleiades) di jendela menara El Caracol menunjukkan tibanya matahari pada zenith. Dari 29 peristiwa astronomi yang mungkin menarik minat orang Mesoamerika di Chichen Itza, garis pandang untuk 20 peristiwa ditemukan pada bangunan tersebut. Karena menara di puncak El Caracol tidak lagi utuh, semua kemungkinan pengukuran sudah tidak diketahui. Aveni yakin ada beberapa peristiwa astronomi yang sengaja diperuntukkan bagi Caracol, dan untuk itulah bangunan ini sengaja dirancang. Tetapi tampaknya, katanya, "Para astronom Barat tidak mempunyai suatu gagasan tentang hal itu." Penelitian oleh Dr. Aveni dan rekan-rekan di situs Maya yang lain, seperti Uxmal di Yucatan dan Copan di kawasan terpencil Honduras, melahirkan temuan serupa. Menurut dia, Venus "sangat penting bagi mereka. Dewa ini punya peran di semua bagian kehidupan Maya, seperti meramal saat penanaman jagung dan awal masa turun hujan, kematian dan peristiwa keagamaan." Ketika orang Spanyol mengalahkan Meksiko padaawal abad ke-16, mereka menemukan orang Maya telah mengembangkan sistem penulisan hieroglif. Mereka menulis buku dengan kertas kulit kayu. Orang-orang Spanyol kewalahan dalam mengikis agama asli penduduk Indian, sehingga mereka membakari buku-buku orang Maya. Tapi empat buku muncul pada abad berikutnya, termasuk Dresden Codex, yang berasal dari nama perpustakaan di sebuah kota Jerman tempat buku itu pertama kali ditemukan, 1940. Pada tahun-tahun terakhir, buku itu di tangan para astronom dan arkeolog menjadi kunci untuk mengungkapkan astronomi Maya. Buku itu ditambah dengan hasil penelitian lapangan Chichen Itza dan Uxmal, telah mengukuhkan tentang sangat berharganya teori astronomi Mesoamerika dan peranannya di dalam kehidupan keagamaan. Dresden Codex, mungkin sebuah almanak yang bermanfaat untuk digunakan para pendeta dalam tugas kependetaannya, adalah sejenis buku astrologi. Buku tersebut menggambarkan perlunya perluasan astronomi menjadi astrologi yang penuh ramalan-ramalan ritual. Di dalamnya digambarkan bagaimana orang Maya menggunakan angka-angka khusus untuk "memutar"-nya. Ada angka 548 yang istimewa, jumlah hari yang diperlukan Venus untuk menjalani seluruh garis edarnya. Dan, delapan tahun putaran yang dihubungkan dengan kalender matahari. Orang Maya mempunyai kalender sakral berdasarkan 260 hari, yang masih teracu pada penanggalan 365 hari berdasarkan waktu edar matahari. Menggunakan angka-angka ini dan mengali-ngalikannya, mereka temukan kesatuan hitungan yang melahirkan tanggal mitologis bagi hari lahir Venus, yang diperkirakan 1.366.560 hari ke belakang dihitung dari ketika tabel tentang Venus dalam Dresden Codex dibuat. Kesatuan hitungan ini, pada gilirannya, berhubungan dengan kesatuan pengamatan di langit - seperti yang disimak oleh para pendeta. Mereka kemudian berusaha menghubungkan kesatuan-kesatuan ini dengan kenyataan hidup sehari-hari, dalam usaha mencari kebersamaan unsur dari lingkungan mereka. Dresden Codex mengungkapkan bahwa orang Maya juga terpesona oleh gerhana bulan dan dari rentetan rekaman yang dijaga hati-hati mereka merancang sebuah metode peramalan berdasarkan dua kutika, berjangka 177 hari atau 148 hari sejak gerhana terakhir. Metode itu melahirkan ketepatan sekitar 50 persen. Dan ketepatan seperti itu masih dinilai oleh Dr. Aveni sebagai suatu hasil yang cemerlang. "Mereka melakukan hal itu bertepatan dengan Abad Kegelapan di Dunia Barat," katanya. "Itu sama dengan prestasi yang dibuat Newton atau Einstein, dan untuk meraihnya mereka harus menunjukkan keperkasaan yang luar biasa, mengatasi seluruh kekuatan semesta alam." Manusia dan semesta memang diliputi misteri. Entahlah apa maksud Sang Pencipta dengan semuanya ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus