Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Menghadang Para Penghadang Perpu

Partai Golkar akan merekomendasikan penolakan Perpu. Kemampuan PDIP dan partai pendukungnya akan diuji.

8 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SALAH satu keputusan memprihatinkan Musyawarah Nasional IX Partai Golkar di Bali bukan hanya terpilihnya kembali Aburizal Bakrie sebagai ketua umum 2014-2019, melainkan juga bahwa Munas merekomendasikan Fraksi Golkar menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Perpu ini dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelang akhir kepresidenannya untuk "menyelamatkan" wajah pemerintah dan dirinya sendiri.

Yudhoyono adalah presiden pertama yang dipilih secara langsung dua kali berturut-turut, sementara di ujung pemerintahannya pula—ketika Yudhoyono juga menjabat Ketua Umum Partai Demokrat—sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan pilkada dilakukan secara tidak langsung. Karena kritik gencar masyarakat, Yudhoyono mengaku berupaya mengembalikan sistem pilkada langsung melalui penerbitan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang, yaitu Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang aturan mengenai pelaksanaan pemilu kepala daerah oleh rakyat serta Perpu Nomor 2 Tahun 2014—dan mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Perpu Nomor 2 Tahun 2014 merupakan beleid perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menghapus wewenang DPRD memilih kepala daerah.

Para politikus Golkar berdalih menolak Perpu karena ingin meminimalisasi praktek politik uang dan perseteruan sengit antarpendukung serta mengamalkan sila keempat Pancasila. Alasan itu memang ada benarnya, tapi sebaiknya diatasi dengan melakukan perbaikan dan memperketat sistem. Pilkada baru terlaksana selama sepuluh tahun, dan salah satu tujuannya justru meminimalisasi kemungkinan pembelian suara. Jika upaya itu belum berhasil, sebetulnya lebih disebabkan oleh aturan pilkada yang belum ketat.

Apa pun alasan Golkar menolak Perpu—yang berarti menolak pilkada langsung—sudah pasti ini strategi terbaik mereka untuk menguasai semua pemimpin daerah, dari tingkat gubernur, wali kota, hingga bupati. Ini merupakan jalan keluar "menebus" kekalahan koalisi mereka dalam pemilihan presiden lalu.

Jalan mereka untuk membuang Perpu masih panjang. Tapi, jika Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan partai pendukungnya tidak cekatan menghadang gerak penolakan Perpu ini, sudah pasti PDIP dan kawan-kawannya akan kembali menjadi pecundang di parlemen.

Kuncinya, sejak dulu, ada pada Partai Demokrat. Meski sejak awal Demokrat mengaku sebagai "penyeimbang", sudah jelas mereka berada di pihak koalisi partai pendukung Prabowo. Dalam persoalan Perpu, Demokrat akan diuji: apakah mematuhi Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono untuk mendukung Perpu, atau akan melakukan aneka gerakan mendua seperti yang terjadi pada sidang paripurna DPR lalu, ketika mereka walk out dari persidangan.

Apa yang harus dilakukan PDIP, NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, Hanura, dan para pendukungnya adalah mengasah kemampuan melobi Partai Demokrat sejak dini, hingga Januari tahun depan. Problemnya, PDIP selama ini juga dianggap kurang gesit dalam melakukan lobi-lobi politik, sementara pihak lawannya terlalu lihai dan berpengalaman. Problem lain lagi, PDIP terlalu bergantung pada dukungan rakyat (baca: pendukung Joko Widodo) yang merasa hak pilihnya dirampas.

Kini saatnya para politikus PDIP dan kawan-kawannya bekerja ekstrakeras untuk membuktikan bahwa mereka memang layak dipilih, bukan sekadar karena mereka partai yang menjadi kendaraan Joko Widodo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus