Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Metode SAS: Apa Kekurangannya

Metode SAS yang dipakai untuk memberi pengajaran membaca permulaan harus dijalankan dengan cermat, tapak demi tapak metode ini tidak mementingkan hubungan erat antara bunyi huruf dan tanda huruf. (kom)

5 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM sebuah tulisan saya (TEMPO, 10 Pebruari), terdapat pernyataan: "Saya dapat mengerti . . . apa sebab murid-murid yang sudah dinaikkan ke kelas III belum juga pandai membaca." Yang dimaksud dengan murid-murid ialah murid SD yang mendapat pengajaran membaca permulaan dengan menggunakan metode Struktural Analitik-Sintetik (SAS) Berikut ini yang menjadi dasar pernyataan itu. Metode SAS sebuah metode global. Metode global mengaiarkan anak membaca kalimat dan kata secara global atau keseluruhan, seperti cara orang membaca tulisan Cina. Huruf Latin tidak diajarkan karena bertentangan dengan dasar metode, yaitu Pslkologi Gestalt. Tetapi, jika tidak diajarkan huruf, konsekwensinya semua perkataan dalam bahasa musti diajarkan. Bila tidak, dapat terjadi orang berjumpa dengan sebuah kata yang tidak dapat ia baca. Tetapi jelas pula bahwa tidak mungkin sekolah mengajarkan anak baca secara global semua perkataan dalam bahasa. Sekalipun demikian penganut metode global tidak putus asa. Ditemukanlah pelbagai cara untuk mengatasi persoalan ini. Di Amerika Serikat misalnya, digunakan antara lain cara seperti berikut: Bila anak, setelah mengenal sejumlah kata cara global, menghadapi kata farmer untuk pertama kali, ia harus berusaha mengingat sebuah kata lain yang hampir sama dengan kata farmer, misalnya father. Jadi bagian muka dan belakang sebenarnya sudah dikenal, maka anak hanya menerka bagian tengah. Dan ia mencari sebuah kata yang mirip dengan father dan cocok dengan konteks bacaan. Masih ada lagi cara-cara lain, demikian pula di beberapa negara lain. Bagaimana dalam metode SAS? Metode SAS mempunyai cara sendiri, sekalipun dalam hal ini ia meninggalkan asas-asas metode global. Ia beralih ke metode analitik-sintetik, sebuah metode yang mempunyai wewenang competence) dan kemampuan penuh sebagai metode membaca permulaan. Tetapi oleh SAS ia dimaksudkan sebagai alat bantu saja, yakni untuk menolong anak menangani sendiri kata-kata baru. Bagaimanakah sebenarnya metode analitik-sintetik itu? Analitik berarti menganalisa atau mengurai kata menjadi huruf, dengan kata lain: mengajarkan huruf kepada anak. Sintetik berarti merangkai (mensintesa) huruf menjadi kata. Jadi bila anak mengenal semua huruf dan pandai merangkai huruf menjadi kata, ia dapat membaca semua kata dalam bahasa Indonesia. Sederhana, bukan? Memang demikian adanya, dilihat sepintas lalu. Tetapi hakekatnya, prosedur dalam metode analitik-sintetik musti dijalankan dengan teliti, cermat dan sabar, perlahan-lahan, tapak demi tapak, jangan berlomba (dengan waktu, misalnya). Hal-hal ini tidak nampak, khusus mengenai aspek analitik-sintetik, dalam pelaksanaan metode SAS. Di sinilah terletak kelemahan metode SAS. Berikut ini beberapa dari kekurangan itu: 1. Cara menganalisa kata kurang benar. Perkataan ditulis di papan: Ini Budi Oleh seluruh kelas kata dibaca bersama beberapa kali. Kata ditulis lagi dengan hurufnya agak berjauhan. Guru membacanya perlahan-lahan. Anak disuruh mendengarkan bunyi (yang diucapkan guru perlahan-lahan), lalu disuruh ikut mengucapkannya, juga perlahan-lahan. Ini diulangi beberapa kali. Kemudian "diharapkan anak menemukan sendiri pengucapan tanda bunyi (huruf) i, n, b, u, d" (halaman 26, buku petunjuk). Mustahil harapan ini dapat terpenuhi. Cara yang benar ialah: bunyi atau huruf ditunjukkan sendiri-sendiri kepada anak, lepas dari perkataan. Tulislah kata ini di papan. Tutup ni, sehingga yang terlihat hanya huruf i. Ucapkan bunyi i, dan tulis huruf itu sendirian di papan. Ucapkan beberapa kali, dengan menunjuk tulisan huruf i itu. Dengan demikian terjadi hubungan erat antara bunyi huruf i dan tanda (tulisan) huruf i. Inilah yang diperlukan: hubungan erat antara bunyi huruf dan tanda huruf. Ini syarat mutlak untuk memperoleh ketrampilan membaca. Dalam metode SAS hal ini tidak diusahakan. 2. Sekaligus diajarkan kepada anak sekelompok huruf, 8 buah banyaknya, yaitu: a, i, u, b, p, n, d, dan k Huruf-huruf ini diperoleh dari kata-kata: ini, budi dan bapak. Hal demikian berarti menunpukkan kesulitan bagi anak. Ia dibingungkan Huruf-huruf lain diajarkan dalam 3 kelompok, sehingga akhirnya anak berkenalan dengan 22 buah huruf, dalam 4 kelompok. Karena banyak sekali kegiatan lain yang musti dilakukan dalam belajar membaca secara global, hanya akan tersedia sedikit waktu untuk analisa kata. Dengan demikian tidak dapat diharapkan anak akan menguasai benar-benar huruf-huruf itu. Kalau akhirnya akan menggunakan prosedur-prosedulmetode analitik-sintetik, bukankah sebenarnya tidak perlu memulai dengan cara-cara metode global? Bukankah dengan demikian banyak waktu dapat dihemat, dan seluruh perhatian dapat dicurahkan kepada prosedur-prosedur metode analitik-sintetik. 3. Latihan-latihan sistematis untuk menggunakan huruf yang sudah dikenal anak syarat mutlak dalam penggunaan metode analitik-sintetik -- tidak ada. Ada beberapa latihan sederhana yang tidak dapat dianggap benar secara didaktis. Yang dimaksud dengan latihan sistematis ialah latihan-latihan menggunakan semua huruf dalam abjad, dengan cara perlahan-lahan. Latihan-latihan ini akan memakan waktu, tetapi tanpa latihan itu aspek analitik-sintetik metode SAS tidak akan berfungsi. Lebih baik kiranya kalau sudah dipikirkan dan digunakan cara-cara seperti yang di luar negeri. Tidak memakan waktu banyak, dan SAS tetap setia pada asas-asas metode global. Dalam buku petunjuk bagi guru (Karwapi, "Petunjuk mengajarkan membaca menulis permulaan tanpa buku," hal. 43) dikatakan, bahwa dalam minggu ke-10 oleh anak telah ditemukan, dikenal, dikuasai dandiunakan 22 tanda-tanda bunyi (baca: huruf). Berdasar kelemahan-kelemahan di atas, saya agak sangsi terhadap pernyataan ini, terutama mengenai penggunaan huruf itu. Saya cenderung berpendapat, bahwa huruf-huruf itu baru berada dalam keadaan tertumpuk, artinya belum banyak digunakan, dan berada dalam keadaan agak lepas, tidak melekat secara ketat pada jiwa anak. Dalam keadaan demikian pengajaran membaca permulaan di kelas I dan II berjalan lamban sekali. Dikatakan, bahwa "kata-kata itu hanya dapat dikenal kembali atau dibaca oleh anak-didik, jika kata-kata itu dapat dijumpai dalam buku bacaannya berulang kali dengan frekwensi ulangan yang sangat tinggi" (TEMPO 9 Desember '78). Ini adalah bukti, bahwa fungsi analisa-sintesa, terutama sintesa, dari metode SAS, kandas atau macet. Maka murid tidak akan lancar membaca. C.A. PAKASI Jl. Blitar 8, Malang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus