DALAM sebuah tulisan saya (TEMPO, 10 Pebruari), terdapat
pernyataan: "Saya dapat mengerti . . . apa sebab murid-murid
yang sudah dinaikkan ke kelas III belum juga pandai membaca."
Yang dimaksud dengan murid-murid ialah murid SD yang mendapat
pengajaran membaca permulaan dengan menggunakan metode
Struktural Analitik-Sintetik (SAS) Berikut ini yang menjadi
dasar pernyataan itu.
Metode SAS sebuah metode global. Metode global mengaiarkan anak
membaca kalimat dan kata secara global atau keseluruhan, seperti
cara orang membaca tulisan Cina. Huruf Latin tidak diajarkan
karena bertentangan dengan dasar metode, yaitu Pslkologi
Gestalt.
Tetapi, jika tidak diajarkan huruf, konsekwensinya semua
perkataan dalam bahasa musti diajarkan. Bila tidak, dapat
terjadi orang berjumpa dengan sebuah kata yang tidak dapat ia
baca. Tetapi jelas pula bahwa tidak mungkin sekolah mengajarkan
anak baca secara global semua perkataan dalam bahasa.
Sekalipun demikian penganut metode global tidak putus asa.
Ditemukanlah pelbagai cara untuk mengatasi persoalan ini. Di
Amerika Serikat misalnya, digunakan antara lain cara seperti
berikut: Bila anak, setelah mengenal sejumlah kata cara global,
menghadapi kata farmer untuk pertama kali, ia harus berusaha
mengingat sebuah kata lain yang hampir sama dengan kata farmer,
misalnya father. Jadi bagian muka dan belakang sebenarnya sudah
dikenal, maka anak hanya menerka bagian tengah. Dan ia mencari
sebuah kata yang mirip dengan father dan cocok dengan konteks
bacaan. Masih ada lagi cara-cara lain, demikian pula di beberapa
negara lain.
Bagaimana dalam metode SAS? Metode SAS mempunyai cara sendiri,
sekalipun dalam hal ini ia meninggalkan asas-asas metode global.
Ia beralih ke metode analitik-sintetik, sebuah metode yang
mempunyai wewenang competence) dan kemampuan penuh sebagai
metode membaca permulaan. Tetapi oleh SAS ia dimaksudkan sebagai
alat bantu saja, yakni untuk menolong anak menangani sendiri
kata-kata baru.
Bagaimanakah sebenarnya metode analitik-sintetik itu? Analitik
berarti menganalisa atau mengurai kata menjadi huruf, dengan
kata lain: mengajarkan huruf kepada anak. Sintetik berarti
merangkai (mensintesa) huruf menjadi kata. Jadi bila anak
mengenal semua huruf dan pandai merangkai huruf menjadi kata, ia
dapat membaca semua kata dalam bahasa Indonesia. Sederhana,
bukan? Memang demikian adanya, dilihat sepintas lalu. Tetapi
hakekatnya, prosedur dalam metode analitik-sintetik musti
dijalankan dengan teliti, cermat dan sabar, perlahan-lahan,
tapak demi tapak, jangan berlomba (dengan waktu, misalnya).
Hal-hal ini tidak nampak, khusus mengenai aspek
analitik-sintetik, dalam pelaksanaan metode SAS. Di sinilah
terletak kelemahan metode SAS.
Berikut ini beberapa dari kekurangan itu:
1. Cara menganalisa kata kurang benar. Perkataan ditulis di
papan: Ini Budi Oleh seluruh kelas kata dibaca bersama beberapa
kali. Kata ditulis lagi dengan hurufnya agak berjauhan. Guru
membacanya perlahan-lahan. Anak disuruh mendengarkan bunyi (yang
diucapkan guru perlahan-lahan), lalu disuruh ikut
mengucapkannya, juga perlahan-lahan. Ini diulangi beberapa kali.
Kemudian "diharapkan anak menemukan sendiri pengucapan tanda
bunyi (huruf) i, n, b, u, d" (halaman 26, buku petunjuk).
Mustahil harapan ini dapat terpenuhi. Cara yang benar ialah:
bunyi atau huruf ditunjukkan sendiri-sendiri kepada anak, lepas
dari perkataan. Tulislah kata ini di papan. Tutup ni, sehingga
yang terlihat hanya huruf i. Ucapkan bunyi i, dan tulis huruf
itu sendirian di papan. Ucapkan beberapa kali, dengan menunjuk
tulisan huruf i itu. Dengan demikian terjadi hubungan erat
antara bunyi huruf i dan tanda (tulisan) huruf i. Inilah yang
diperlukan: hubungan erat antara bunyi huruf dan tanda huruf.
Ini syarat mutlak untuk memperoleh ketrampilan membaca. Dalam
metode SAS hal ini tidak diusahakan.
2. Sekaligus diajarkan kepada anak sekelompok huruf, 8 buah
banyaknya, yaitu: a, i, u, b, p, n, d, dan k Huruf-huruf ini
diperoleh dari kata-kata: ini, budi dan bapak. Hal demikian
berarti menunpukkan kesulitan bagi anak. Ia dibingungkan
Huruf-huruf lain diajarkan dalam 3 kelompok, sehingga akhirnya
anak berkenalan dengan 22 buah huruf, dalam 4 kelompok.
Karena banyak sekali kegiatan lain yang musti dilakukan dalam
belajar membaca secara global, hanya akan tersedia sedikit waktu
untuk analisa kata. Dengan demikian tidak dapat diharapkan anak
akan menguasai benar-benar huruf-huruf itu. Kalau akhirnya akan
menggunakan prosedur-prosedulmetode analitik-sintetik, bukankah
sebenarnya tidak perlu memulai dengan cara-cara metode global?
Bukankah dengan demikian banyak waktu dapat dihemat, dan
seluruh perhatian dapat dicurahkan kepada prosedur-prosedur
metode analitik-sintetik.
3. Latihan-latihan sistematis untuk menggunakan huruf yang sudah
dikenal anak syarat mutlak dalam penggunaan metode
analitik-sintetik -- tidak ada. Ada beberapa latihan sederhana
yang tidak dapat dianggap benar secara didaktis. Yang dimaksud
dengan latihan sistematis ialah latihan-latihan menggunakan
semua huruf dalam abjad, dengan cara perlahan-lahan.
Latihan-latihan ini akan memakan waktu, tetapi tanpa latihan itu
aspek analitik-sintetik metode SAS tidak akan berfungsi. Lebih
baik kiranya kalau sudah dipikirkan dan digunakan cara-cara
seperti yang di luar negeri. Tidak memakan waktu banyak, dan SAS
tetap setia pada asas-asas metode global.
Dalam buku petunjuk bagi guru (Karwapi, "Petunjuk mengajarkan
membaca menulis permulaan tanpa buku," hal. 43) dikatakan, bahwa
dalam minggu ke-10 oleh anak telah ditemukan, dikenal, dikuasai
dandiunakan 22 tanda-tanda bunyi (baca: huruf). Berdasar
kelemahan-kelemahan di atas, saya agak sangsi terhadap
pernyataan ini, terutama mengenai penggunaan huruf itu. Saya
cenderung berpendapat, bahwa huruf-huruf itu baru berada dalam
keadaan tertumpuk, artinya belum banyak digunakan, dan berada
dalam keadaan agak lepas, tidak melekat secara ketat pada jiwa
anak.
Dalam keadaan demikian pengajaran membaca permulaan di kelas I
dan II berjalan lamban sekali. Dikatakan, bahwa "kata-kata itu
hanya dapat dikenal kembali atau dibaca oleh anak-didik, jika
kata-kata itu dapat dijumpai dalam buku bacaannya berulang kali
dengan frekwensi ulangan yang sangat tinggi" (TEMPO 9 Desember
'78). Ini adalah bukti, bahwa fungsi analisa-sintesa, terutama
sintesa, dari metode SAS, kandas atau macet.
Maka murid tidak akan lancar membaca.
C.A. PAKASI
Jl. Blitar 8,
Malang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini