Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Tapaktuan: Hukum Dan Polisi

Hanifar Gaffar, dianiaya oknum polisi tanpa sebab yang jelas. Kejadian serupa terjadi di beberapa tempat, yang menyebabkan penduduk di Tapaktuan merasa gelisah. (kom)

5 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

22 Maret 1979, kira-kira jam 20.30 penduduk Kota Tapaktuan menikmati keindahan pelabuhan. Hanifar Gaffar, 22 tahun, beserta teman-temannya keluar dari Darmangga (Cerrock) Tapaktuan. Tiba-tiba dipanggil oleh petugas JARDI (KP3, BRADA POL): Kenapa kamu berani masuk ke Cerocok ini dengan tidak meminta permisi? "Orang yang banyak itu masuk tidak meminta permisi. Tidak ada larangan tertulis di sini," jawab Hanifar Gaffar dengan baik. Mendengar jawaban Hanifar Gaffar itu Jardi marah. Terus memukul beberapa kali. Sesudah puas memukul dimuka, dipukulnya pada badan Hanifar beberapa kali dengan ikat pinggang. Walaupun Hanifar Gaffar beberapa kali meminta ampun, tidak diperdulikan oleh Jardi. Sesudah puas, terus melaporkan kepada atasannya bahwa dia dikeroyok oleh pemuda-pemuda. Danres I-06 memerintahkan agar korban Hanifar Gaffar dibawa ke kantor Polisi. Menurut keterangan teman-teman Hanifar Gaffar dan saksi, tuduhan Jardi tidak benar. Tidak ada pemuda-pemuda yang mengeroyokinya. Hanifar Gaffar berjalan dengan hoyong. Mukanya bengkak, babak belur, dikawal petugas Polri. Scsampai di kantor Polri, Danres I-06 terus membentak-bentak dan memaki-maki Hanifar Gaffar dengan tidak menanyakan dan memeriksa terlebih dahulu sebab peristiwa ini. Danres memerintahkan Hanifar Gaffar dimasukkan ke dalam sel. Syafiruddin, famili terdekat Hanifar Gaffar, meminta agar Hanifar diperbolehkan pulang untuk pengobatan, karena mukanya bengkak dan babak belur. Hanifar Gaffar dirawat di RSU Tapaktuan. Dari sehari ke sehari sakitnya semakin parah. Menurut keterangan dokter, rahangnya patah kena pukulan benda keras, perlu segera dibawa ke Medan untuk perawatan dokter spesialis. Keesokan harinya, 23 Maret 1979, ditahan pula Irfan Gaffar, abang Hanifar Gaffar. Dituduh akan membalas dendam kepada Jardi yang telah memukul adiknya. Menurut kabar, penahanan ini tidak memakai surat. Pemeriksa membentak dan mengancam Irfan Gaffar dengan perkataan rendah menurut penilaian hukum, dan mengandung permusuhan. Berhubung Irfan Gaffar tidak didapati bukti-bukti nyata atas tuduhannya, dia dibebaskan. Kemudian barulah diketahui bahwa Hanifar Gaffar korban dari pemukulan/penganiayaan itu, adalah putera dari A. Gafar Samad, seorang tokoh ulama dan muballigh terkenal di Aceh. Banyak dikunjungi teman-teman, famili dan tokoh-tokoh terkemuka di di sana, sipil dan militer. Kesemua orang itu menyesali perbuatan Jardi. Sebelum ini, pernah juga kejadian anggota Polri memukul seorang anak di bawah umur di Tapaktuan. Begitu pula ada kejadian di beberapa tempat. Beberapa hari sesudah peristiwa ini, terjadi pula seorang anggota Polri memukul seorang penduduk di Kandang. Banyak pula dari anggota Polri di sana tinggal di kampung-kampung, tidak dapat menyesuaikan diri dengan adat istradat setempat. Dengan kejadian ini penduduk merasa gelisah, dan apatis. Apakah ini kelemahan Danres I-06 yang tidak mempunyai wibawa, atau mis-management memimpin orang bawahan? (Nama dan Alamat diketahui Redaksi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus