22 Maret 1979, kira-kira jam 20.30 penduduk Kota Tapaktuan
menikmati keindahan pelabuhan. Hanifar Gaffar, 22 tahun, beserta
teman-temannya keluar dari Darmangga (Cerrock) Tapaktuan.
Tiba-tiba dipanggil oleh petugas JARDI (KP3, BRADA POL): Kenapa
kamu berani masuk ke Cerocok ini dengan tidak meminta permisi?
"Orang yang banyak itu masuk tidak meminta permisi. Tidak ada
larangan tertulis di sini," jawab Hanifar Gaffar dengan baik.
Mendengar jawaban Hanifar Gaffar itu Jardi marah. Terus memukul
beberapa kali. Sesudah puas memukul dimuka, dipukulnya pada
badan Hanifar beberapa kali dengan ikat pinggang.
Walaupun Hanifar Gaffar beberapa kali meminta ampun, tidak
diperdulikan oleh Jardi. Sesudah puas, terus melaporkan kepada
atasannya bahwa dia dikeroyok oleh pemuda-pemuda.
Danres I-06 memerintahkan agar korban Hanifar Gaffar dibawa ke
kantor Polisi. Menurut keterangan teman-teman Hanifar Gaffar dan
saksi, tuduhan Jardi tidak benar. Tidak ada pemuda-pemuda yang
mengeroyokinya.
Hanifar Gaffar berjalan dengan hoyong. Mukanya bengkak, babak
belur, dikawal petugas Polri.
Scsampai di kantor Polri, Danres I-06 terus membentak-bentak dan
memaki-maki Hanifar Gaffar dengan tidak menanyakan dan memeriksa
terlebih dahulu sebab peristiwa ini. Danres memerintahkan
Hanifar Gaffar dimasukkan ke dalam sel.
Syafiruddin, famili terdekat Hanifar Gaffar, meminta agar
Hanifar diperbolehkan pulang untuk pengobatan, karena mukanya
bengkak dan babak belur.
Hanifar Gaffar dirawat di RSU Tapaktuan. Dari sehari ke sehari
sakitnya semakin parah. Menurut keterangan dokter, rahangnya
patah kena pukulan benda keras, perlu segera dibawa ke Medan
untuk perawatan dokter spesialis.
Keesokan harinya, 23 Maret 1979, ditahan pula Irfan Gaffar,
abang Hanifar Gaffar. Dituduh akan membalas dendam kepada Jardi
yang telah memukul adiknya. Menurut kabar, penahanan ini tidak
memakai surat.
Pemeriksa membentak dan mengancam Irfan Gaffar dengan perkataan
rendah menurut penilaian hukum, dan mengandung permusuhan.
Berhubung Irfan Gaffar tidak didapati bukti-bukti nyata atas
tuduhannya, dia dibebaskan. Kemudian barulah diketahui bahwa
Hanifar Gaffar korban dari pemukulan/penganiayaan itu, adalah
putera dari A. Gafar Samad, seorang tokoh ulama dan muballigh
terkenal di Aceh. Banyak dikunjungi teman-teman, famili dan
tokoh-tokoh terkemuka di di sana, sipil dan militer. Kesemua
orang itu menyesali perbuatan Jardi.
Sebelum ini, pernah juga kejadian anggota Polri memukul seorang
anak di bawah umur di Tapaktuan. Begitu pula ada kejadian di
beberapa tempat. Beberapa hari sesudah peristiwa ini, terjadi
pula seorang anggota Polri memukul seorang penduduk di Kandang.
Banyak pula dari anggota Polri di sana tinggal di
kampung-kampung, tidak dapat menyesuaikan diri dengan adat
istradat setempat.
Dengan kejadian ini penduduk merasa gelisah, dan apatis. Apakah
ini kelemahan Danres I-06 yang tidak mempunyai wibawa, atau
mis-management memimpin orang bawahan?
(Nama dan Alamat diketahui Redaksi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini