Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Miftah Maulana sudah mendapatkan pahala (ganjaran) berupa nama yang buruk plus ribuan caci maki.
Dari era Kerajaan Majapahit, utusan raja adalah orang yang cerdas, sakti, dan kelasnya bukan kesatria biasa.
Prabowo sebaiknya sekalian saja membubarkan utusan khusus bidang kerukunan beragama.
DRAMA satu babak berjudul “Gus Miftah dan Penjual Es Teh Keliling” segera berakhir. Bagi yang percaya semua hal di bumi ini “digerakkan Tuhan”, kedua pelaku sudah mendapatkan pahala dari karma (perbuatan) yang mereka lakukan. Miftah, yang nama panjangnya Miftah Maulana Habiburrahman, sudah mendapatkan pahala (ganjaran) berupa nama yang buruk plus ribuan caci maki. Dosanya, menistakan penjual es teh keliling dengan mengatakannya goblok. Sedangkan penjual es teh, Sunhaji, mendapat imbalan berupa donasi yang terhimpun secara spontan bernilai jutaan rupiah, ditambah janji mendapat hadiah umrah. Miftah meminta maaf dan Sunhaji memberi maaf. Mereka berpelukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi, di luar pentas, perbincangan belum usai. Miftah itu penceramah agama kondang dan mengaku suka bercanda dalam menyampaikan syiar agama, termasuk menggoblokkan Sunhaji. Dia menyebutkan itu adalah gaya panggungnya dalam berceramah, sesuatu yang bisa dipertanyakan, kok ada syiar agama menggunakan kata yang merendahkan orang lain? Bukankah syiar agama harus berbahasa yang teduh dan menjaga adab dalam bertutur kata? Tapi, sudahlah, ini soal gaya, barangkali ada yang suka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Miftah juga bukan sembarang orang. Dia “utusan khusus presiden”. Dari era Kerajaan Majapahit, bahkan sebelum itu di zaman lahirnya Mahabharata dan Ramayana, seorang utusan raja adalah orang yang cerdas, sakti, dan kelasnya bukan kesatria biasa. Presiden Prabowo mengangkat tujuh “orang sakti” sebagai utusan khusus dan salah satunya adalah Miftah. Inilah jabatan Miftah secara resmi: Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Sampai di sini kita lewati drama sebabak itu. Kita diingatkan hal yang lebih penting bahwa urusan presiden, para menterinya, serta para penasihat dan utusan khususnya adalah masalah kenegaraan. Mereka digaji dari uang rakyat lewat pajak dan berbagai pungutan lain. Jadi, ada hak kita bertanya, kenapa ada jabatan khusus itu dan kenapa orang yang dipilih seperti itu. Apakah jabatan ini diada-adakan karena ingin menempatkan orang yang sudah berjasa selama masa kampanye pemilihan presiden? Apakah Wiranto dan Muhadjir Effendy punya jasa besar dalam memilih Prabowo sehingga dibuatkan jabatan penasihat khusus? Apakah Raffi Ahmad dan Miftah, karena aktif membagi-bagi uang saat Prabowo berkampanye, lalu dibuatkan jabatan utusan khusus? Atau memang bidang yang “dikhususkan” itu penting? Kita tahu Prabowo punya tujuh penasihat khusus dan tujuh utusan khusus. Tapi kita kurang informasi, apa beda penasihat dan utusan itu. Dan apa kerjanya, kecuali informasi bahwa gaji mereka tergolong besar, setara dengan gaji menteri.
Yang lebih unik, bidang tugas Miftah adalah “kerukunan beragama” ditambah “pembinaan sarana keagamaan”. Apakah selama ini Kementerian Agama dianggap tidak becus mengurusi sarana keagamaan di seluruh Nusantara? Kemenag punya kantor wilayah di setiap provinsi dan kantor agama di setiap kabupaten/kota. Lalu apakah kita kurang rukun dalam menjalankan kewajiban agama sehingga perlu diutus seseorang yang akan merukunkan kita?
Ada benarnya sering terjadi gesekan di antara umat beragama. Umumnya, masalah yang tidak begitu besar sampai membuat bangsa ini terkoyak-koyak. Ya, misalnya, masalah pendirian rumah ibadah yang sulit di berbagai daerah, ada larangan menggunakan rumah sebagai tempat ritual, bunyi pengeras suara dari masjid yang terlalu keras, patung di wihara yang terlalu mencolok, dan seterusnya. Tapi bukankah kita punya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)? Ini forum resmi yang lahir bersamaan dengan adanya keputusan dua menteri—Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 09 Tahun 2006—tentang tata cara pendirian rumah ibadah. FKUB ada di setiap provinsi dan kabupaten/kota, bahkan secara nasional sudah menyatu dalam Asosiasi FKUB. Jangan-jangan Prabowo Subianto tidak diberi tahu soal ini.
Banyak yang sudah dilakukan FKUB di setiap provinsi. Kalaupun ada FKUB di sebuah provinsi yang kurang aktif, ya, tinggal digerakkan saja. Jadi, soal kerukunan umat beragama tak perlu lagi dibuatkan lembaga khusus dengan menunjuk utusan. Apalagi kalau utusan yang dipilih itu justru tokoh yang membuat kerukunan retak.
Berita terakhir, Jumat siang, 6 Desember 2024, Miftah menyatakan mengundurkan diri dari jabatan yang tak jelas itu. Mungkin Miftah sudah tak tahan terhadap cacian dan petisi yang meminta dia dicopot. Presiden pasti legowo mengabulkannya. Tapi sebaiknya Prabowo sekalian saja membubarkan utusan khusus bidang kerukunan beragama itu. Tanpa ada “utusan”, kita sudah rukun.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo