Saya sangat terkesan kepada Kiai Badri, pimpinan Pondok Badrijuda, Probolinggo, dalam mengambil keputusan yang sangat berat: minta petunjuk dari Allah dengan melakukan salat istikharah. Hal itu memang suatu cara yang disunahkan oleh Nabi Muhammad saw. (TEMPO, 19 Oktober 1991, Laporan Utama). Namun, saya jadi tertegun lama setelah mengetahui keadaan salat istikharah Sang Kiai. Dalam salat itu Kiai Badri melihat Presiden Soeharto berada di suatu tempat, yang dikelilingi orang banyak. Lalu muncul bayangan Kabah. Bersamaan dengan itu terdengar amat jelas suara yang menggetarkan hati, yang oleh Kiai Badri, suara itu diyakini sebagai suara Nabi Muhammad saw. "Saya titipkan Indonesia kepada kamu, ya Soeharto...." kata suara itu. Saya tidak mempersoalkan apa hasil dari salat tersebut, yang akan saya permasalahkan adalah apakah benar Kiai Badri mendapat petunjuk seperti itu. Jika benar, saya berpendapat bahwa salat Pak Kiai tentunya tidak khusyuk. Karena kejadian itu melihat Kabah, Pak Harto, dan mendengar suara tentunya mengganggu kekhusyukan salat Pak Kiai. Setahu saya, bila seorang muslim melaksanakan ibadah salat, yang diingat hanya Allah semata. Bila dalam salat itu hadir unsur lain, misalnya, melihat gulai kambing lagi mengepul atau melihat Rhoma Irama sedang bernyanyi, dapat dikatakan bahwa salat orang tersebut tidak khusyuk. Salat yang tak khusyuk, kata Prof. Hasbi Assidiqih, artinya orangnya lalai dalam salatnya. Allah mengatakan, "Maka kecelakaan akan dihadapi oleh orang-orang yang lalai salatnya." (Surat Alma'un, ayat 4-5). Jadi, salat seseorang yang khusyuk tidak dipengaruhi oleh gambaran yang berbentuk fisik atau suara seperti yang dialami Kiai Badri. Menurut saya, ketika Kiai Badri menerima pesan itu, mungkin Kiai dalam bertafakur. Sebab, dalam salat, tidak mungkin terjadi hal itu, karena tidak ada penjelasan dari Quran dan Hadis. AYI PRADESA MANTRA Jalan Anggrek Rosliana Blok F/15 Slipi, Jakarta Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini