Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Palapa: Menunut Siapa?

New York Times melaporkan anggapan penyuapan dalam kontrak jual-beli palapa. Menteri Emil Salim menangani masalah ini berpegang pada prinsip hukum The Presumption Of Innonence.

26 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YANG sibuk tapi berkepala dingin dalam soal "Palapa" adalah Menteri Emil Salim. Langkahnya menunjukkan kesan bahwa ia mengendalikan persoalan ruwet ini dengan tenang dan hati-hati. Ia tidak menganggap laporan harian New York Times itu hanya sekedar sensasi murahan. Ia tidak mencoba mengada-ada untuk membela diri. Sebaliknya ia juga ingin mengetuk hati nurani masyarakat untuk tetap berpegang pada prinsip hukum the presumption of innocence: Jangan dulu menjatuhkan vonnis bersalah sebelum terbukti bersalah. Emil Salim pernah jadi kolomnis suratkabar dan majalah. Mungkin karena itu keterangannya kepada DPR awal Pebruari memberikan kesan, bahwa ia mengerti seluk-beluk jurnalisme. Berita NYT, katanya, "jangan ditafsirkan sepotong-sepotong, tetapi harus dilihat secara keseluruhan. . . Kita jangan terlalu cepat mengambil langkah untuk menuduh, membawa ke pengadilan . . . Yang dituntut siapa?" *** Seperti juga keterangan Emil Salim yang belum menganggap persoalan ini berakhir sampai di sini, sangkaan yang dilontarkan dalam NYT itu pun belum sepenuhnya konklusif. "Tidak dapat dipastikan secara independen bahwa uang memang telah dibayarkan oleh Hughes Aircraft... Juga tidak diketahui berapa besar pembayaran itu dan kepada siapa", kata laporan itu. Tetapi bila kita telaah tulisan Seymour M. Hersh ini, jelas laporan itu telah memenuhi syarat jurnalistik. Ia melakukan apa yang disebut cover both sides, meminta keterangan kepada kedua fhak yang bertentangan. Ia bahkan mencari penjelasan dari semua fihak: bantahan, atau sekurang-kurangnya penjelasan, para pejabat Eximbank A.S., kalangan pemerintah dan swasta Indonesia termasuk Emil Salim, para pejabat Kedutaan Besar A.S. di Jakarta dan pemimpin General Telephone and Electronics. Walaupun demikian, kesangsian Emil Salim bahwa "... yang dituntut siapa?" tidak boleh dilewatkan begitu saja. Wartawan Hersh menyebutkan sejumlah nama - di samping ada yang identitasnya minta dilindungi - sebagai sumber pemberitaan ini. Kalaupun mereka tidak hendak dituntut di depan pengadilan, setidaknya kita patut meminta kepada mereka keterangan yang lebih terperinci tentang sangkaan yang pahit ini. Tanpa usaha ini, tanpa tindakan yang menghentikan persoalan itu terus-menerus mengapung di udara, orang pada masa depan yang lama akan selalu mengenang proyek Palapa sebagai sumber korupsi. Sebetulnya NYT bukan yang pertama kali melontarkan sangkaan penyuapan dalam kontrak jual-beli Palapa. Menjelang peluncuran satelit komunikasi ini awal Juli tahun lalu telah beredar mimeograf Pacifc Research dari Pusat Pengkajian Pasifik di East Palo Alto, California. Tinjauan mengenai Palapa yang dimuat dalam penerbitan Mei-Juni 1976 menyinggung sepintas-lalu desas-desus penyogokan, tanpa menyebutkan siapa yang meminta, siapa yang menerima dan berapa jumlahnya. Juga Palapa bukan satu-satunya proyek yang jadi sorotan. Menjelang akhir 1975, pemberitaan di berbagai suratkabar A.S. mengutip dokumen yang terkumpul pada Subkomisi Senat, tentang penyelidikan sogok-menyogok oleh Lockheed Aircraft Corporation kepada sejumlah pejabat Indonesia. Cerita suap-menyuap memang semakin dapat perhatian dalam pers A.S. selama dua tahun terakhir. Presiden Ford dan Kongres bertekad untuk mengakhiri korupsi perusanaan multinasional dalam perdagangan internasional mereka. Soal ini juga dijadikan resolusi oleh Majelis Umum PBB Desember 1975. Resolusi itu "mengutuk semua praktek korupsi, termasuk penyogokan oleh perusahaan transnasional dan lainnya, oleh fihak perantara serta fihak lain yang terlibat". Baik negara tempat asal perusahaan maupun pemerintah tuan rumah diserukan supaya "melakukan segala tindakan yang perlu dan sepadan untuk mencegah praktek serupa itu". Dasar moral untuk itu tercermin dalam pendapat Mark B. Feldman, wakil penasihat hukum Departemen Luar Negeri A.S. "Tidak disangsikan lagi praktek penyogokan, pemerasan dan penggunaan pengaruh . . . memperbesar biaya barang serta jasa di semua negara, terutama di negara berkembang yang lebih sedikit lagi kemampuannya untuk menanggung beban tambahan itu dalam neraca pembayarannya. Lagi pula praktek korupsi . . . merusak kepercayaan masyarakat . . . ". Sorotan terhadap praktek begitu di Indonesia hanyalah akibat logis dari kesibukan internasional untuk membereskan masalah ini. Kasak-kusuk pers dunia tentang penyuapan di Indonesia hanya mungkin berakhir, jika image dan kenyataan yang ada sekarang berubah. Lalu mungkin setelah itu kita bisa menuntut siapa saja yang memfitnah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus