Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Pesan Solidaritas Pahlawan Vaksin

Dari tokoh Tempo, kita bisa belajar tentang pentingnya solidaritas di masa pandemi. Perlu penataan dramatis terhadap sistem kesehatan masyarakat.

25 Desember 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah peneliti asal Indonesia berjibaku mencari vaksin Covid-19.

  • Indonesia berhasil memacu program vaksinasi di luar prediksi lembaga dunia.

  • Apresiasi bagi mereka yang berjuang dalam percepatan vaksinasi Covid-19.

DI luar segala dampak buruknya, pandemi Covid-19 telah mengajarkan hal positif tentang pentingnya solidaritas, kerelaan untuk berkorban, dan kesediaan berkolaborasi untuk menyelamatkan nyawa manusia. Semangat itulah yang terus dinyalakan para pahlawan vaksin Covid-19 pilihan Tokoh Tempo di pengujung tahun ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka berjuang tidak untuk mendapat pujian, apalagi mencari keuntungan pribadi. Mereka menuruti panggilan nurani dengan satu keyakinan: hanya dengan vaksinasi massal Indonesia dan dunia bisa lebih cepat mengatasi pandemi. Spirit serta keyakinan semacam ini penting mengingat masih ada masyarakat kita yang menolak vaksin akibat disinformasi ataupun kurangnya literasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di antara para pahlawan pilihan majalah ini, ada peneliti yang bekerja di laboratorium untuk mengembangkan bibit vaksin. Ada pula ahli yang mempertaruhkan reputasi diri dan keselamatan orang lain ketika melakukan uji klinis vaksin. Lalu ada dokter dan relawan yang bersusah payah membujuk dan menjemput orang untuk divaksin hingga ke pedalaman.

Melihat ketulusan para pahlawan itu, tak selayaknya ada pejabat yang menepuk dada dan mengklaim telah berperan dalam menurunkan laju pandemi. Mereka yang berburu cuan di tengah wabah—misalnya dengan cawe-cawe dalam proyek pengadaan alat kesehatan atau bahkan menggarong dana bantuan sosial—hendaknya menundukkan muka karena malu. Pejabat seperti itu jelas mengkhianati solidaritas masyarakat menghadapi pagebluk.

Pandemi hendaknya juga mengajari kita tentang arti penting konsolidasi dan kerja bersama. Sepanjang pagebluk, kita menyesalkan masih adanya menteri yang berebut panggung, kepala daerah yang ogah-ogahan menjalankan program vaksinasi, dan tokoh masyarakat yang menakut-nakuti publik akan bahaya vaksin.

Dalam memupuk solidaritas di masa pandemi, masyarakat dan pemerintah seharusnya memegang teguh prinsip “tak ada yang aman hingga semua orang benar-benar aman”. Artinya, semua orang harus peduli kepada keamanan diri dan orang lain. Tak boleh ada seorang pun yang tertinggal jauh di belakang atau terabaikan hak kesehatannya.

Dalam konteks ini, inisiatif dan peran para pahlawan jelas perlu terus didorong. Tapi, karena keterbatasan jangkauannya, kita tak cukup mengandalkan ikhtiar individual itu. Pemerintah harus membangun sistem layanan kesehatan nasional agar lebih siap dan responsif menghadapi situasi darurat.

Kita tak pernah tahu kapan pagebluk ini bakal berlalu. Apalagi varian baru virus corona, Omicron, yang belakangan ini mengamuk di banyak negara juga telah masuk ke Indonesia. Tak ada pilihan, Indonesia harus memperkuat daya tahan masyarakat serta sistem layanan kesehatan dari pusat hingga daerah. Kita tidak hanya harus bertahan dalam situasi darurat ini, tapi juga perlu beradaptasi dan memulihkan diri lebih cepat serta efisien. Dengan kata lain, kita harus menjadikan pandemi Covid-19 sebagai kesempatan bangkit dan melompat ke depan, bukan terus terpuruk atau jatuh terpental jauh ke belakang.

Memang, ketika lalu lintas manusia antarnegara makin masif, tak ada negara yang bisa seratus persen membentengi diri dari pandemi global seperti Covid-19. Namun negara-negara yang telah belajar dari pandemi di masa lalu terbukti punya resiliensi yang lebih tinggi. Hanya negara-negara yang menyiapkan jaminan kesehatan universal dan memiliki jaringan fasilitas kesehatan yang bisa menekan jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi akibat pandemi.

Untuk mengantisipasi darurat wabah di masa yang akan datang, pemerintah tak boleh memakai strategi tambal sulam atas sarana dan tenaga kesehatan yang ada saja. Di samping membangun fasilitas rumah sakit dan menyiapkan lebih banyak tenaga kesehatan, pemerintah harus serius membangun sistem pemantauan, peringatan dini, serta pusat data dan informasi pandemi. Hanya dengan cara itu, kita bisa memastikan semua masyarakat—termasuk kalangan marginal—bisa mendapat akses setara atas pelayanan kesehatan yang memadai.

Kemampuan untuk mengatasi pandemi di masa datang tidak bisa dikuasai jika kita hanya memiliki kesadaran episodik: menyadari pentingnya kesiapan sistem kesehatan dan solidaritas sosial ketika wabah datang menerjang. Begitu musim wabah berlalu, lalu tiba-tiba muncul wabah baru, kita kembali panik dan tergagap. Tokoh Tempo tahun ini membuktikan efektivitas vaksin Covid-19 perlu ditopang solidaritas.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus