Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TENTU sangat terpuji bila para kiai tidak hanya fasih bicara agama dan kemaslahatan umat. Kiai harus memiliki kepedulian terhadap rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir. Rencana pemerintah membangun pembangkit listrik tenaga nuklir di kawasan Semenanjung Muria, Jawa Tengah, jelas memiliki dimensi kemaslahatan yang luas.
Namun kepedulian yang berlebihan biasanya berdampak buruk. Memberikan cap haram terhadap rencana pemba ngunan PLTN termasuk tindakan berlebihan yang patut disayangkan. Fatwa haram oleh sekitar seratus kiai di Jawa Tengah, pekan lalu, semestinya tidak perlu. Organisasi keagamaan kurang pantas mendesak pemerintah menghentikan proyek penyediaan listrik dari energi nuklir.
Sikap setuju atau tidak setuju adalah hal yang wajar. Tapi vonis haram menutup sama sekali ruang untuk berdiskusi mengenai kelebihan dan kekurangan pembangkit ini. Le bih baik mengundang sebanyak mungkin ahli dan meletakkan masalah pembangkit ini pada konteks masa kini dan mendatang. Pemerintah pun mesti mengkaji kembali Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menetapkan nuklir sebagai energi listrik pada 2016.
Untuk saat ini, keputusan membangun PLTN masuk akal, walaupun kurang tepat. Memang, kebutuhan energi nasional terus membengkak. Setiap tahun kekurangan pasokan listrik Indonesia terus membesar. Sedangkan konsumsi energi fosil mesti dikurangi. Memakai energi nuklir adalah pilihan banyak negara maju. Tapi pilihan ini me ngandung risiko yang besar.
Tragedi Chernobyl masih terbayang, meski teknologi penghadang radiasi bahan radioaktif sudah kian maju. Gempa 6,8 skala Richter yang terjadi dua bulan lalu di Ka shiwazaki, Jepang, menjadi bukti terbaru bahwa teknologi ini masih rawan. Reaktor pembangkit listrik tenaga nu klir Tokyo Electric Power Co. bocor—mengeluarkan air yang mengandung radioaktif—pascagempa. Buntutnya, Jepang menutup tiga reaktor nuklir lain. Sebelumnya, lima reaktor dari 32 PLTN di seluruh dunia juga mengalami kebocoran. Ini jelas persentase yang tidak kecil.
Di Indonesia, gempa menjadi ancaman laten. Muria memang tak masuk kawasan sabuk bencana. Tapi gempa di laut utara Indramayu bulan lalu dan pergeseran lempeng bawah laut lainnya bukan tak mungkin dapat mengaktifkan kembali gunung-gunung berapi, seperti Gunung Muria, yang dianggap telah mati sejak 300 ribu tahun lalu. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah meminta probabilitas keaktifan Gunung Muria dihitung kembali.
Energi nuklir memang terhitung paling ekonomis, memiliki kapasitas daya yang besar, bersih, dan membantu me ngurangi pemanasan global. Tapi bukan berarti pilihan di luar itu tak tersedia. Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, pemerintah Indonesia semesti nya memanfaatkan semaksimal mungkin sumber energi ramah lingkungan, seperti tenaga surya, tenaga angin, panas bumi, energi nabati, dan tenaga gelombang. Untuk energi panas bumi, kita bahkan dikenal terkaya di dunia.
Mendesakkan pembangunan PLTN dengan demikian sama berlebihannya dengan fatwa para kiai itu. Bukan hanya kesiapan sumber daya Indonesia yang dipertaruhkan, melainkan juga kesiapan pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap risiko. Selama ini, dalam memberikan perlindungan terhadap korban lumpur Lapindo saja pemerintah kedodoran. Apalagi terhadap korban kebocoran radioaktif yang bisa melenyapkan penduduk satu pulau sekaligus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo