Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Pemimpin yang Bebas Konflik Kepentingan

Kepemimpinan saudagar di Partai Golkar dipersoalkan. Yang lebih penting, membuat Golkar bebas dari benturan kepentingan para ketuanya.

10 September 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADALAH wajar jika Akbar Tandjung mengkritik Partai Golkar. Ia bekas ketua umum partai itu sebelum dikalahkan Jusuf Kalla dalam Musyawarah Nasio nal di Bali pada 2004. Mari kita tidak berprasangka buruk bahwa kritik itu disampaikan karena ia sakit hati. Atau agar namanya kembali populer mengingat ia berniat ikut konvensi partai itu-jika jadi dilakukan-agar bisa menjadi calon presiden Partai Beringin pada Pemilu 2009.

Dalam pidato pengukuhannya sebagai doktor ilmu politik di Universitas Gadjah Mada pekan lalu, Akbar menyebut kepemimpinan Golkar sekarang adalah kepemimpinan saudagar. Yang disindirnya tentu Jusuf Kalla, yang sebelum menjadi Ketua Golkar dan pejabat publik adalah peng usaha. Akbar menilai pengurus Golkar yang baru melupakan cabang dan ranting.

Sudah lama memang terdengar keluhan: Kalla tak punya banyak waktu mendengarkan aspirasi kader di daerah. Ia jarang turun ke bawah. Pengurus Golkar sulit bertemu dengannya karena dihadang jadwal yang ketat sebagai wakil presiden.

Ini berbeda dengan Akbar. Dulu ia rajin berkunjung ke daerah. Waktu akhir pekannya dihabiskan untuk mendatangi akar dan ranting-mendengarkan keluhan mereka bahkan hingga larut malam. Akbar menyebut dirinya kader pejuang-karena menyelamatkan Golkar ketika partai itu dihujat setelah reformasi 1998.

Kalla membela diri. Katanya, kepemimpinan saudagar tak terelakkan setelah pegawai negeri dan tentara dilarang masuk partai. Sumber rekrutmen partai politik memang terbatas. Selain Golkar, partai lain yang memiliki ketua umum pengusaha adalah Partai Amanat Nasional.

Kalla benar dalam satu hal: sumber rekrutmen politik mestinya memang tak kenal profesi. Siapa pun boleh jadi ketua, asal sesuai dengan aturan partai. Mempersoalkan profesi ketua umum partai politik sepenuhnya tak relevan. Di lain pihak, Akbar benar dalam hal yang lain: partai adalah perangkat demokrasi, karena itu mesti dipupuk, disiram, dan dibesarkan-sesuatu yang abai dilakukan Kalla.

Yang tidak dibicarakan keduanya, Golkar belum bisa lepas dari konflik kepentingan para pemimpinnya. Ini terjadi baik di era Akbar maupun Jusuf Kalla.

Kita sulit melupakan bagaimana dulu Akbar Tandjung menggunakan Golkar sebagai tempat berlindung ketika ia dituding terlibat dalam penyalahgunaan dana nonbujeter Badan Urusan Logistik. Jusuf Kalla juga menyediakan tameng Beringin kepada anggotanya yang dituding korupsi. Yang terakhir adalah perlindungan-dalam bentuk pernya taan dan lobi politik-kepada Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, yang tersangkut kasus Hotel Hilton. Pidato Kalla ketika terpilih menjadi ketua partai itu kini menjadi angin lalu. Kata Kalla ketika itu: Golkar bukan bunker bagi para koruptor.

Tapi fenomena itulah yang kini terjadi di Golkar. Partai itu, seperti juga partai lain di Indonesia, menjadi tempat "cari makan" dan "cari perlindungan". Konflik kepentingan dipelihara karena keuntungan yang diperoleh dari praktek itu dianggap sebagai reward kepada para kader yang telah "bekerja" untuk partai.

Praktek ini harus dihentikan. Golkar, sebagai partai terbesar di Indonesia, harus memulainya, antara lain dengan mengusulkan dibentuknya Undang-Undang Anti-Konflik Kepentingan di DPR. Dengan undang-undang itu, pengurus partai atau pejabat publik bahkan dilarang berkomunikasi dengan seorang tersangka korupsi. Konflik kepentingan adalah soal besar; jauh lebih besar dari soal ketua umum partai yang saudagar atau bukan saudagar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus