Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Pembebasan dalam Stand-Up Comedy

Belakangan ini beredar luas video komika Kiki Saputri sedang me-roasting seorang anggota parlemen. "Roasting" adalah istilah khusus dalam stand-up comedy untuk lontaran lawakan yang bertujuan meledek seseorang.

27 September 2019 | 07.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kemala Atmojo
Penggemar Humor

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belakangan ini beredar luas video komika Kiki Saputri sedang me-roasting seorang anggota parlemen. "Roasting" adalah istilah khusus dalam stand-up comedy untuk lontaran lawakan yang bertujuan meledek seseorang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melihat video itu, saya kembali optimistis terhadap potensi generasi muda kita dalam mengembangkan humor, khususnya stand-up comedy. Potensi yang sama sebelumnya saya lihat ada pada Sam Darma Putra Ginting, Arie Kriting, Mamat Alkatiri, Liant Lin, Dzawin Nur Ikram, dan Abdurrahim Arsyad. Humor yang mereka sampaikan, meski tidak selalu konsisten dalam setiap penampilannya, terasa segar, kontekstual, membebaskan, dan kadang perlu ada referensi untuk menikmatinya.

Memang ada belasan jurus untuk membuat lelucon. Ada banyak juga teori mengenai humor. Untuk mencari jawaban yang serius, misalnya ditanyakan dari mana datangnya humor? Mengapa orang bisa tertawa? Apa fungsi humor dalam kehidupan pribadi dan sosial? Tentu ini sama rumitnya dengan usaha menemukan jawaban pasti tentang mimpi, sedih, dan menangis dengan segala implikasinya. Sebab, masalahnya tidak sekadar menyangkut perubahan biologis ketika kita tertawa, sedih, atau menitikkan air mata, tapi juga menyangkut masalah psikologis, sosiologis, dan filosofis.

Dalam khazanah perhumoran, dikenal sedikitnya tiga penggolongan besar teori humor. Pertama, teori keunggulan (superiority theories). Menurut teori ini, inti dari humor adalah rasa lebih baik, lebih tinggi, atau lebih sempurna pada diri seseorang dalam menghadapi suatu keadaan yang mengandung kekurangan atau kelemahan. Munculnya reaksi tawa seseorang karena mendadak ia memperoleh perasaan unggul saat menghadapi atau melihat pihak lain yang melakukan kekeliruan atau mengalami hal yang tidak menguntungkan. Banyak orang tertawa, misalnya, melihat badut yang terpeleset kulit pisang, lalu terbentur tiang dan tertimpa tangga. Pendeknya, orang tertawa karena melihat ekspresi, ucapan, atau tindakan aneh lain yang dianggap sebagai sebuah ketololan. Perasaan superior berwujud tawa itu muncul atas kemalangan atau kekurangan orang lain.

Model humor itu sering disebut sebagai slapstick dan kerap dipakai oleh banyak komedian Indonesia dari dulu hingga kini. Banyak komedian kita menggunakan jurus ini, misalnya dengan sengaja menampilkan diri sebagai orang yang bodoh, teraniaya, atau menonjolkan kekurangan fisik agar orang tertawa. Saya tidak tahu apakah para komedian itu dengan sadar menggunakan jenis ini karena menyadari siapa penontonnya atau justru hanya sebatas itu kemampuannya. Padahal humor jenis ini dianggap paling mudah dilakukan.

Kedua, teori ketidaksesuaian (incongruity theories). Teori ini menjelaskan bahwa tawa timbul karena perubahan yang sekonyong-konyong dari suatu situasi yang sangat diharapkan menjadi suatu hal yang sama sekali tidak diduga atau tidak pada tempatnya. Tawa terjadi karena harapan yang dikacaukan (frustrated expectation) sehingga seseorang dari suatu sikap mental tertentu dilempar ke sikap mental yang sama sekali lain. Jadi, tawa merupakan respons terhadap persepsi ketidaksesuaian.

Ketiga, teori pembebasan (relief theories). Menurut teori ini, inti humor adalah pembebasan atau pelepasan dari kekangan yang terdapat pada diri seseorang. Karena ada berbagai pembatasan dan larangan yang ditentukan oleh masyarakat atau pemerintah, dorongan-dorongan batin alamiah di dalam diri manusia mendapat tekanan. Nah, bila kekangan itu dapat dilepaskan, misalnya melalui sindiran jenaka, meledaklah perasaan orang dalam bentuk tawa. Dalam hal ini, humor berfungsi membantu meredakan ketegangan. Jika kita sering mendengar bahwa humor disebut sebagai "katup pelepas", kira-kira dari teori inilah ucapan itu berasal. Humor jenis ini yang menurut saya masih perlu dikembangkan di sini.

Tentu masih ada beberapa teori lain. Jurus-jurus khusus untuk humor verbal juga terus dikembangkan. Namun, apa pun teori dan jurus yang digunakan, yang paling penting adalah kejujuran dan kemauan untuk terus belajar. Ini perlu agar humor tidak sekadar memancing tawa, tapi juga mencerdaskan. Acara stand-up comedy yang disiarkan beberapa stasiun televisi telah menunjukkan potensi besar generasi muda. Tentu kita akan bangga jika suatu waktu muncul komika Indonesia yang bisa menjadi sekelas atau tampil bersama Trevor Noah, Wanda Sykes, Ellen Degeneres, dan lain-lain. Saya tidak yakin para komika kita akan kekurangan ide karena di negeri ini sebenarnya ada banyak hal-misalnya di bidang penegakan hukum dan politik-yang lucu dan bisa kita tertawakan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus