Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pembelajaran Bahasa Inggris Di Sekolah

21 Mei 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arief Rachman

  • Pendidik dan Ketua Harian Komisi Nasional UNESCO

    Penggunaan bahasa Inggris di lembaga pendidikan masih menimbulkan pro dan kontra. Pihak yang setuju beralasan perlu disiapkan generasi muda dan pemimpin masa depan yang memiliki kompetensi dengan menguasai bahasa Inggris baik sebagai alat komunikasi maupun dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi di era global. Sementara kelompok yang tak setuju merujuk pada kekhawatiran hilangnya nasionalisme serta rendahnya posisi bahasa nasional dan bahasa daerah dalam kehidupan masyarakat.

    Pergulatan di atas sangat penting untuk ditanggapi. Salah satu pertanyaan penting adalah mungkinkah para peserta didik mempunyai semangat dan jiwa nasionalisme yang baik plus penguasaan bahasa Inggris yang paripurna dalam berkomunikasi dan berilmu pengetahuan? Jika jawabannya mungkin, berarti kepentingan nasional dan tuntutan kehidupan global bukanlah suatu hal yang terpisah. Tinggal bagaimana mengolah mereka menuju keterpaduan kehidupan global dengan identitas dan jiwa nasionalisme yang kokoh.

    Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dalam salah satu pasalnya menyebutkan, ”di setiap kabupaten/kota harus ada sekolah yang mempunyai keunggulan sampai pada keunggulan internasional”. Aturan ini memberikan wewenang kepada setiap daerah untuk mengembangkan sekolah unggul yang setiap siswanya memiliki kompetensi yang bisa bersaing secara global. Tentu saja, untuk mewujudkannya diperlukan perangkat-perangkat yang terstandardisasi. Sehingga kehadiran sekolah seperti itu bukan karena ikut-ikutan, melainkan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Terutama untuk bisa berkooperasi dan berkolaborasi di dunia profesi bertaraf internasional.

    Sampai saat ini pemerintah Indonesia baru mengeluarkan dua standar nasional pendidikan, yaitu standar isi (kurikulum) dan standar kompetensi lulusan. Padahal, ada delapan standar yang harus dikeluarkan (standar proses pembelajaran, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pembiayaan dan standar penilaian).

    Standar-standar ini penting sebagai pegangan bagi para pengelola dan pelaksana pendidikan di lapangan dalam pencapaian program-program pendidikan. Proses pembelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris tentunya harus sesuai dengan standar yang dibuat pemerintah.

    Selama ini, ada kecenderungan bahwa pengajaran bahasa Inggris di sekolah lebih digunakan sebagai media promosi, dan kurang menyentuh kebutuhan mendasar mengapa bahasa Inggris itu digunakan dalam pembelajaran. Karena itu, penggunaan bahasa Inggris dalam kurikulum sekolah harus mempunyai relevansi langsung dengan kebutuhan peserta didik.

    Selain itu, proses pembelajaran harus mengacu pada kurikulum yang lebih kontekstual. Peserta didik perlu dirangsang untuk mengembangkan potensi kecerdasannya secara optimal, mendorong munculnya motivasi intrinsik, mempunyai kreativitas yang bertanggung jawab, serta dilakukan dalam suasana yang menyenangkan.

    Pembelajaran seperti ini akan lebih mendorong anak mempunyai harga diri, menumbuhkan nilai-nilai positif dalam kehidupannya serta semangat untuk maju. Sebaliknya jika pendekatan pembelajaran lebih bersifat fungsional atau kurikulum yang kaku, maka dampaknya adalah peserta didik tidak mempunyai motivasi, kaku, dan sekolah menjadi sangat membosankan.

    Dalam kenyataan di lapangan, mayoritas sekolah yang sudah menggunakan dua bahasa atau lebih dalam proses pembelajarannya menggunakan bahasa Inggris pada mata pelajaran matematika dan eksakta. Kondisi ini sebenarnya berdampak tidak sehat terhadap budaya yang berkembang di sekolah yang bersangkutan.

    Pemilahan bahwa pelajaran ini penting dan berstandar internasional, sementara yang lainnya hanya berstandar nasional akan menimbulkan perlakuan berbeda terhadap mata pelajaran, guru, kelas, dan akhirnya menganggap rendah mata pelajaran lain. Mereka yang memakai bahasa Inggris dianggap memiliki kelebihan dan tingkat eksklusivitas tersendiri.

    Untuk mencegahnya, sekolah harus mempunyai manajemen yang andal. Semua mata pelajaran harus dianggap mempunyai peran dan fungsi yang sama-sama penting. Proses pembelajaran bisa dilakukan secara kolaboratif dan kooperatif antarmata pelajaran, sehingga peserta didik mampu melihat secara holistik bahwa ilmu-ilmu tersebut mempunyai peran yang sama dalam kehidupannya kelak.

    Bahasa Inggris cuma sekadar alat untuk memahami dan mendapatkan pengetahuan. Penting untuk tidak menjadikan pembelajaran bahasa Inggris sebagai kebanggaan yang berlebihan. Bahasa Inggris perlu dikuasai agar peserta didik mampu hidup dalam era persaingan global. Di sinilah pentingnya melihat secara jernih bahwa apa yang dilakukan dalam dunia pendidikan adalah untuk meningkatkan martabat manusia.

    Kemampuan peserta didik untuk berbahasa Inggris jangan sampai diidentikkan bahwa mereka harus berkultur Barat. Melalui pemahaman dan manajemen yang tepat di sekolah, pembelajaran bahasa Inggris akan mampu menjaga nilai-nilai lokal dan nasional sehingga semangat dan jiwa nasionalisme generasi muda tetap terpelihara dengan baik.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus