Ms. Sachio Soya berkomentar bahwa terjadinya pencemaran lingkungan, khususnya deforestasi, tidak disebabkan oleh ulah negara-negara berkembang sendiri, tetapi penyebab utamanya adalah kepentingan negara-negara maju (TEMPO, 23 Maret 1991, Komentar). Dengan demikian, kritik yang selama ini dilancarkan negara maju terhadap negara berkembang tidak adil dan seharusnya negara majulah yang bertanggung jawab atas masalah pencemaran lingkungan dan sekaligus mengimbau agar organisasi-organisasi internasional seperti PBB menetapkan suatu peraturan internasional. Tanpa mengurangi makna pendapat tersebut, saya ingin menyampaikan bahwa pada dekade 1990 ini, kita sedang memasuki suatu dimensi baru dalam krisis lingkungan hidup yang mengharuskan adanya keputusan-keputusan. Dan yang lebih penting, perlu aksi-aksi kongkret untuk menentukan nasib bumi dan segala makhluk yang menggantungkan kehidupannya di abad ini dan mendatang. Saya cenderung mengatakan bahwa pencemaran lingkungan adalah tanggung jawab generasi masa kini, tanpa diskriminasi tanggung jawab antara negara maju dan negara berkembang, pemerintah dan pengusaha swasta serta NGO, dan sebagainya. Itu kalau semua pihak benar-benar menyadari bahwa bumi yang dihuni ini hanya satu, yang secara evolusi tercemar lingkungannya sehingga mengakibatkan berbagai bencana. Kedengarannya agak idealis. Namun, melihat usaha-usaha yang dilakukan PBB, cepat atau lambat kecenderungan tersebut bisa terwujud, walaupun proses pencapaiannya masih diwarnai oleh kepentingan nasional masing-masing. Sejak Konperensi Lingkungan Hidup di Stockholm (1972) PBB, United Nations Environment Programmes (UNEP) telah meletakkan kerangka dasar usaha-usaha untuk menjembatani gap antara kesadaran dan aksi guna mengatasi masalah lingkungan hidup. Berbagai persetujuan, konvensi, protokol, komunike, deklarasi, dan pernyataan-pernyataan telah dicapai. PBB telah mengeluarkan Resolusi SUM PBB No. 44/228 tentang perlunya diadakan suatu Konperensi PBB tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development/UNCED) di Brasil (Juni 1992), untuk membahas berbapai masalah yang menyangkut lingkungan hidup dan pembangunan. Resolusi No. 44/228 mengamanatkan secara khusus agar Konperensi Brasil dapat menghasilkan pembahasan yang komprehensif dan persetujuan-persetujuan yang meliputi "various-environmental issues which are of major concern in maintaining the quality of the Earth's environment and especially in achieving environmentally sound and sustainable development in all countries". Untuk merealisir konperensi tersebut, PBB telah membentuk sekretariat Komite Persiapan UNCED, berkedudukan di Jenewa, yang bersama-sama dengan UNEP bertugas menyiapkan materi Konperensi Brasil. Tindak lanjut dari tugas ini, pertemuan Komite Persiapan Tahap I telah diadakan di markas besar UNEP di Nairobi, Kenya, (6-31 Acustus 1990), yang antara lain dihadiri para menteri lingkungan hidup sebagai ketua delegasi negara masing-masing. Beberapa resolusi telah dihasilkan dalam tahap ini, yang meliputi bidang permasalahan, antara lain (1) per- lindungan atmosfer dengan cara memerangi perubahan iklim, pengikisan lapisan ozon, polusi udara lintas batas, (2) proteksi dan manajemen sumber daya lahan dengan cara memerangi deforestasi, desertifikasi, dan degradasi lahan, (3) konservasi keanekaragaman biologis, (4) manajemen bioteknologi lingkungan dengan baik, (5) proteksi lautan dan daerah pantai, (6) tata guna sumber daya maritim secara rasional, (7) proteksi suplai dan mutu sumber daya air segar, (8) manajemen zat kimia beracun secara baik, (9) manajemen limbah berbahaya, (10) peningkatan kehidupan dan lingkungan kerja penduduk miskin (11) proteksi kondisi kesehatan manusia dan perbaikan kualitas hidup, dan masalah-masalah terkait lainnya. Barangkali ini peraturan internasionalnya seperti yang diimbau oleh Ms. achio Soya. DRS. YOEL ROHROHMANA Utalii House, 3-rd Floor Uhuru Highway Po Box 48868 Nairobi Kenya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini