Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Mencari sang sufi: tepat waktunya

18 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saya ucapkan terima kasih atas kesediaan TEMPO menyajikan ihwal sufi, karena saya anggap tepat waktunya dan bermanfaat untuk memahami proses kebangkitan Islam yang akan berawal dari bumi Nusantara ini (TEMPO, 20 April 1991, Laporan Utama). Gejala neo-sufism kelihatannya sedang melanda seluruh bumi, yaitu seiring dengan berbagai tanda yang mengisyaratkan adanya prelude kebangkitan agama pada umumnya. Metode atau tarekat yang diamalkan beraneka ragam, ada yang berlandaskan Tao, Hindu, Budha, Zen, Nasrani, atau Islam. Hal ini pernah saya sampaikan dalam diskusi dengan para dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Sumatera Utara di Medan . Kalau tidak salah, ada beberapa orientalis yang telah mendapati bahwa "kebangkitan Islam" selalu dirintis oleh gerakan kaum sufi secara diam-diam. Gerakan semacam itu tampaknya telah merangsang pembaruan terhadap wawasan logika, estetika, dan etika, yang selanjutnya mendorong berkembangnya karya, budaya, dan susila yang selaras dengan tantangan zaman. Kaum sufi merintis pembaruan struktur dan corak budaya ( culture), di samping itu juga membangun jembatan yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan agama, yang akan berguna untuk menjangkau peradaban (civilization) yang lebih tinggi. Tampaknya, tidak ada kebangkitan Islam tanpa ditopang oleh gerakan sufisme dan pembaruan budaya (QS 3:190, 191). Breakdance yang diperkenalkan oleh Africa Bambata (TEMPO, 5 Januari 1985, Laporan Utama) tampak sebagai bentuk modernisasi daripada The Whirling Dervishes yang ditawarkan oleh Jalaluddin Rumi (TEMPO, 25 Januari 1986, Selingan). Kedua macam tarian itu ternyata merupakan modifikasi daripada ritus-ritus tawaf dan sa'i dalam ibadah haji (QS 2:125, 158/22: 26, 29). Semuanya itu menampilkan gerakan "YIN" dan "YANG", yaitu gerak feminin (putaran, spin, rotation) dan gerak maskulin (ulang-alik, toand-fro oscillation). Keseluruhannya menggambarkan prinsip dasar ragam gerak di seluruh alam semesta dan kehidupan (QS 2:164/21:33/24:44). Kedua macam gerak itu terlukis dalam tingkah laku mikrokosmos, makrokosmos, dan manusia kemudian tercermin dalam perjalanan partikel, matahari, air laut, kereta api uap, dan sepeda motor, juga dalam perjalanan hidup manusia (B.K. Ridley, Time, Space, and Things, Cambridge University Press, Cambridge, 1984). Agama mana pun menawarkan logika, estetika, dan etika sekaligus, supaya manusia terdorong untuk menciptakan karya, membangun budaya, dan mengembangkan susila dengan benar, indah, dan baik. Ada tiga lapis fondasi yang mendukung Dinul Islam yaitu Quran (written language), hadis (oral language), dan sunah (body language). Kemudian ada tiga tiang penopangnya, yaitu ahli ilmu, ahli tasawuf/sufi, dan ahli Quran (QS 22:8/31:20/41:53). Kalau wawasan agama meliputi hakikat, syariat, dan ibadat, kemudian ilmu pengetahuan terbagi dalam pure science, applied science, dan technology, di kalangan sufi terlihat pula pembagian semacam itu. Dengan meminjam istilah ilmu pengetahuan dapatlah kiranya diketengahkan pure sufism (Syech Siti Jenar), applied sufism (Sunan Gunungjati), dan techno sufism (Sunan Kalijaga). Drs. R.M. Sosrokartono (abang, R.A. Kartini) dan Amir Hamzah adalah sufi modern yang menawarkan lambang-lambang yang ada hubungannya dengan Quantum Theorum (QS 36:80-83/5:3). Para sufi telah membangun jembatan yang menghubungkan ilmu pengetahuan, budaya, dan agama melalui berbagai lambang/simbol dalam bentuk lisan, lukisan, tulisan, bilangan, benda, dan gerak. Sesuai dengan pesan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. ketika di gua Hira, harus dibaca tiga kali supaya spektrum makna yang terkandung dalam lambang-lambang itu terungkapkan dengan jelas. Untuk itu, seseorang harus mampu sekaligus memanfaatkan mata kepala (physical eyes), mata akal (mind eyes), dan mata batin (insight) secermat-cermatnya. Neo-sufism tampak semakin menggejala di kalangan kawula muda, dan kehadirannya kelihatan bersifat alami. Mereka menganut paham "tarekat yang tak terikat", mereka menggunakan metode-metode baru yang tidak terpengaruh oleh aliran tarekat atau guru-guru tertentu (semacam ada kebebasan). Gejala semacam itu muncul di kalangan mahasiswa IAIN dan juga di berbagai perguruan tinggi umum. Mereka mulai bereksperimen untuk memanfaatkan transcendental information dan menggabungkannya dengan sains mutakhir. Semoga fenomena yang sedang berkembang ini menjadi perhatian masyarakat Indonesia pada umumnya, dan khususnya ICMI. TATO SUGIARTO Kantor Pemasaran Bersama PN/PT Perkebunan I-XXIX Jalan Balai Kota 8 Medan 20111

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus