Sebagai sesama mahasiswa, saya bisa merasakan kegetiran rekanrekan dari Tim-Tim yang beasiswanya dihentikan karena terlibat demonstrasi di Jakarta, yang berkaitan dengan peristiwa Dili (TEMPO, 11 Januari 1992, Pendidikan). Namun, bila disimak, alasan-alasan keterlibatan mereka terlalu simpel dan tidak mencerminkan kualitas keilmuan mereka sebagai mahasiswa, yang dituntut mampu berpikir kritis, analitis, dan pragmatis. Lebih tegasnya, mereka seharusnya mampu berpikir lebih rasional ketimbang emosional. Kalau alasannya hanya sekadar solidaritas dan ikatan batin terhadap keluarga yang ikut menjadi korban pada peristiwa 12 November 1991 itu, saya yakin semua bangsa Indonesia juga mempunyai perasaan seperti itu. Tindakan Gubernur Carrascalao memberhentikan beasiswa itu merupakan tindakan seorang bapak yang bertujuan mendidik. Hanya saja, jika si anak sudah menyatakan jera dan berjanji tidak melakukan lagi, beasiswa sudah sewajarnya diberikan kembali. Bagaiman, Pak Gubernur? DADANG SOENARMAN Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini