DEKADE yang habis ini tidak dapat disebut dasawarsa yang tenang,
lebih-lebih di gelanggang internasional. Di bidang ekonomi,
misalnya, dollar Amerika dilepaskan kaitannya dari emas dalam
tahun 1971. Lalu beberapa tahun kemudian mata uang itu mengalami
devaluasi. Maka goncanglah sendi susunan moneter dunia. Sampai
akhir dasawarsa ini dunia belum mampu menemukan keseimbangan
yang baru.
Harga minyak bumi mengalami lonjakan yang tajam dua kali:
pertama 1973-74, dan kedua kalinya 1979 yang baru lalu ini.
Zaman energi murah masuk sejarah dalam dasawarsa yang lalu ini.
Dunia masih harus menemukan tata susunan energi baru dalam
dasawarsa delapan-puluhan.
Perimbangan kekuatan internasional di bidang ekonomi mengalami
pergeseran-pergeseran yang sebagai permulaan cukup menguntungkan
negara-negara dunia ketiga. Pelopornya adalah negara-negara OPEC
yang berhasil mengambil faedah dari peluang yang diberikan oleh
kenaikan harga minyak bumi. OPEC telah memperkuat barisan
Kelompok 77 yang menuntut perombakan-perombakan dalam tata
susunan ekonomi dunia. Pada akhir dasawarsa tujuh-puluhan
tuntutan-tuntutan ini belum terlaksana, akan tetapi melihat
gelagat perkembangan-perkembangan ekonomi dan politik maka ada
harapan yang cukup besar bahwa tuntutan-tuntutan dunia ketiga
ini akan terkabul dalam dasawarsa delapanpuluhan.
Memang negara-negara industri sampai sekarang sangat kikir dan
kurang sekali kemauan politiknya untuk memenuhi
tuntutan-tuntutan dunia ketiga ini. Kalau mereka nanti
akhir-akhirnya tokh mengadakan akomodasi, maka ini akan
berdasarkan kesadaran akan kepentingan sendiri. Keadaan sekarang
ini, dengan pergolakan-pergolakan di Timur Tengah, di Afrika dan
di Amerika Latin, kenaikan harga-harga minyak bumi yang
terus-menerus, tidak membawa harapan baik bagi dunia
negara-negara industri. Cepat atau lambat mereka akan sadar
bahwa suatu permufakatan besar, suatu global deal antara dunia
Utara dan Selatan akan bermanfaat bagi kedua belah pihak.
Ekonomi dunia Utara dewasa ini dihantui oleh inflasi dan
pertumbuhan rendah, dan diganggu oleh ketidak-pastian mengenai
suplai dan harga minyak bumi. Ekonomi dunia Utara ini dapat
diselamatkan lagi kalau sejumlah sumber keuangan yang besar
dilimpahkan ke dunia Selatan untuk membangun ekonominya.
Pelimpahan dana-dana ini akan memberi injeksi sendiri kepada
ekonomi dunia Utara karena hampir semua peralatan modal harus
didatangkan dari dunia industri. Kalau industri alat-alat modal
ini dapat berkembang lagi maka pengaruh gandanya akan
menghidupkan seluruh ekonomi dunia Utara. Kalau dunia Selatan
mendapat injeksi modal secara besar-besaran maka pertumbuhan
ekonomi dunia akan lebih langgeng.
Sampai sekarang negara-negara industri enggan sekali
mempertimbangkan usul-usul demikian. Maka dunia Selatan.
khususnya negara-negara OPEC, harus bersedia untuk
mempertaruhkan harga dan suplai minyak bumi jangka panjang
sebagai jaminan. Itupun dewasa ini belum dapat disetujui oleh
negara-negara OPEC.
Akan tetapi ada cukup harapan dalam tahun-tahun yang akan datang
iklim internasional akan lebih menguntungkan bagi tercapainya
global deal demikian. Salah satu kesempatan kristalisasi akan
terdapat pada Pertemuan Puncak OPEC bulan Oktober 1980 di
Bagdad. Menurut apa yang sudah diisyaratkan dari pertemuan akhir
Komisi Willy Brandt di mana Pak Adam Malik menjadi anggota, maka
buah pikiran strategis mereka juga menuju ke jurusan yang sama:
tuntutan-tuntutan dunia Selatan seperti yang kita kenal dari
sidang-sidang UNCTAD dikabulkan, dan sebagai imbalan dunia Utara
harus dijamin keperluan energi dan bahan-bahan strategisnya.
Maka harapan kita adalah bahwa dasawarsa delapanpuluh akan
melihat realisasi dari tata susunan ekonomi dunia yang baru.
Selama tahun-tahun pertama dasawarsa baru ini pertumbuhan
ekonomi dunia mungkin sekali akan tersendat-sendat dan lamban,
oleh karena masalah-masalah strukturil yang besar itu belum
dapat diselesaikan. Suatu resesi ekonomi mungkin akan terjadi
pula. Akan tetapi bagian kedua dari dasawarsa mudah-mudahan akan
lebih cerah.
PERKEMBANGAN NASIONAL:
DASAWARSA tujuhpuluhah bagi ekonomi Indonesia cukup, atau
sangat, menguntungkan. Betul beberapa kalangan di masyarakat
mengeluh dan menggerutu melulu. Mereka ini mempunyai alasan yang
dapat dimengerti, karena mereka melihat tetangganya, temannya,
golongan penduduk lain, lapisan atas dan pejabat, yang menjadi
makmur dan kaya dalam waktu yang pendek, dan ini menunjuk rasa
keadilan mereka. Akan tetapi sebagian besar penduduk
Indonesia akhir dasawarsa ini makan lebih banyak, berpakaian
lebih rapi, dan rumah serta isi rumahnya lebih baik.
Semuanya itu berkat kestabilan politik pembangunan ekonomi yang
diprioritaskan oleh Pemerintah, dan (last but not least) iklim
ekonomi internasional yang sangat menguntungkan. Walaupun
Pemerintah pada akhir dasawarsa ini kurang populer dibandingkan
awal dasawarsa, namun fakta-fakta tadi tetap benar. Kemajuan
materiil cukup ada yang sekarang dipersoalkan adalah keadilan.
Ini wajar, tapi tuntutan ini nanti akan membawa
kesulitan-kesulitannya sendiri.
Keadilan ekonomi dapat lebih mudah terlaksana kalau pertumbuhan
ekonomi tetap langgeng. Dalam kurun waktu Pelita I maka
pertumbuhan ekonomi ini baik sekali. Dalam waktu Pelita II
pertumbuhan ekonomi ini sudah agak menurun. Salah satu sebab
adalah pertumbuhan dalam sektor pertanian. Ini seolah-olah mulai
jenuh. Kalau pertumbuhan di sektor pertanian tidak dapat kita
perbaiki lagi maka pertumbuhan sektor industri akan menjadi
terhambat, perluasan kesempatan kerja kurang cukup, dan
pemerataan geografis dan sosial juga akan sulit tercapai.
Kekurangan dalam persediaan pangan akan meningkat, impor beras
akan menjadi sulit, dan momok inflasi akan muncul lagi.
Pemecahan masalah produktivitas sektor pertanian ini merupakan
tantangan yang terbesar bagi dasawarsa delapanpuluhan. Prioritas
tertinggi harus diberikan kepadanya. Sampai sekarang belum
tampak adanya harapan besar.
BAGAIMANA prospek untuk ekonomi Indonesia dalam dasawarsa
delapanpuluhan? Karena hal-hal yang tidak atau belum pasti masih
terlalu banyak maka sulit sekali untuk mengadakan proyeksi.
Proyeksi demikian akan diwarnai oleh semangat optimis atau
pesimis dari si peramal.
Ekonomi Indonesia akan berkembang baik kalau: (1) produktivitas
di sektor pertanian dapat meningkat terutama subsektor palawija,
perkebunan rakyat dan persawahan padi. (2) kalau konjungtur
internasional tetap menguntungkan bahan-bahan ekspor kita, (3)
kalau harga minyak tetap tinggi dan ekspor menaik, (4) kalau
pemasukan modal dari luar negeri lewat bantuan luar negeri dan
penanaman modal tidak terlalu menurun. Kalau hal-hal di atas ini
tidak terjadi maka ada kemungkinan jumlah dana untuk penanaman
akan kurang pertumbuhan ekonomi seperti kurang darah harga
bahan makanan membubung tinggi dan ekonomi dilanda inflasi.
Kemungkinan-kemungkinan perkembangan yang menguntungkan pasti
ada dalam dasawarsa delapan-puluhan. Tapi banyak tergantung dari
perkembangan-perkembangan di tahun-tahun pertama dasawarsa baru,
manakala cuaca ekonomi internasional mungkin masih berawan,
dengan resesi mengancam dan pertumbuhan ekonomi rendah.
Penyelesaian dari masalah pemerataan di dalam negeri juga masih
dapat menimbulkan gangguan-gangguannya sendiri. Misalnya,
semangat nasionalisme ekonomi yang cemas terhadap peranan modal
asing, meningkatnya hutang-hutang luar negeri, penanaman modal
non-pribumi dan yang ingin memberi proteksi besar kepada
perkembangan perusahaan pribumi walaupun wajar dan adil, mudah
dapat mengurangi arus penanaman modal di bidang swasta.
Masalah-masalah yang menyangkut tujuan pemerataan harus dapat
kita selesaikan berdasarkan suatu konsensus nasional dan yang
tidak (terlalu) mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Kuncinya mungkin terletak di bidang perkembangan politik.
Bangsa kita memerlukan lagi suatu konsensus besar di bidang
politik, untuk memperbarui tekad Orde Baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini