Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Agar Bursa Saham Tak Jadi Kasino

Prabowo harus membenahi tata kelola pasar modal agar bursa saham Indonesia tak menjadi kasino besar yang dikuasai bandar.

13 Desember 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tiap tahun ada saja saham gorengan yang dimainkan bandar. Apa itu saham gorengan?

  • Kasus saham gorengan yang paling mencolok menimpa PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

  • Agar investor retail terus tumbuh, pemerintah dan OJK berkewajiban memberikan perlindungan. Bagaimana caranya?

PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal orang kecil main saham pasti kalah perlu ditindaklanjuti agar tidak sebatas omon-omon. Dialah yang bertugas membenahi tata kelola pasar modal Indonesia supaya investor retail terlindungi dari permainan bandar besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada 4 Desember 2024, Prabowo bercerita soal temannya yang bermain saham hingga mengalami stres. Menurut dia, orang kecil yang bermain saham pasti kalah. Bagi orang kecil, bermain saham bisa sama dengan judi. Kemenangan hanya dirasakan oleh bandar besar. Ekosistem pasar modal memang menguntungkan pemain besar yang punya modal dan akses informasi yang lebih baik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan Prabowo menyuratkan pentingnya perlindungan bagi investor retail saham. Jangan sampai bursa saham Indonesia berubah menjadi kasino besar yang dikuasai bandar. Para bandar biasanya mendapatkan informasi nonpublik dari orang dalam untuk bertransaksi. Mereka yang lebih menguasai informasi akhirnya meraup untung. Sementara itu, investor retail hanya bisa gigit jari.

Tiap tahun ada saja "saham gorengan" yang dimainkan bandar. Harga saham gorengan naik tidak wajar karena direkayasa oleh bandar sehingga memanipulasi pasar demi menangguk keuntungan jangka pendek. Pada Februari 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mensinyalir transaksi saham gorengan pada 19 emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI). Temuan tersebut berdasarkan pemeriksaan awal OJK dalam setahun terakhir dari 34 saham perusahaan yang diduga bergerak tidak wajar. 

Kasus saham gorengan yang paling mencolok menimpa PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Manajemen Jiwasraya membeli saham yang digoreng bandar dengan iming-iming imbal hasil yang tinggi meskipun berisiko. Investasi tersebut terjadi karena buruknya kredibilitas portofolio di pasar modal. Karena itu, OJK dan BEI harus membersihkan pasar modal dari transaksi goreng-menggoreng saham yang merugikan investor kecil.

Kasus PT Barito Renewables Energy (BREN) juga menjadi contoh konkret bagaimana investor kecil menjadi bulan-bulanan pemilik perusahaan dan bandar. Dalam dua hari, Prajogo Pangestu, bos Grup Barito yang merupakan induk usaha BREN, merogoh kocek Rp 181 miliar untuk menebus 26 juta lembar saham perusahaan miliknya dari tangan orang lain. Pembelian ini diduga untuk mendongkrak total nilai perusahaannya (market capitalization) sehingga dilirik investor retail.

Peran investor retail penting untuk perkembangan pasar modal. Namun jumlah investor saham dibanding penduduk Indonesia hanya sekitar 2 persen. Pada September 2024, investor saham hanya 6,3 juta orang, sedangkan penduduk Indonesia mencapai 281 juta orang. Sebagai perbandingan, jumlah investor retail saham di Korea Selatan atau Jepang sudah mencapai 10 persen dari total penduduk. 

Investor retail diperlukan untuk memperkuat ketahanan ekonomi di dalam negeri. Makin banyak investor retail, makin kuat pasar saham menghadapi terpaan ekonomi global. Dengan bertumbuhnya investor saham, perusahaan di pasar modal memiliki potensi investasi untuk memperluas bisnisnya. Berkembangnya perusahaan-perusahaan tersebut secara tidak langsung bisa memajukan perekonomian. 

Karena itu, agar investor retail terus tumbuh, pemerintah dan OJK berkewajiban memberikan perlindungan. Salah satunya menegakkan aturan soal pengembalian kerugian investor retail dari transaksi yang melanggar aturan pasar modal. Selain itu, OJK perlu lebih tegas terhadap para bandar yang telah merugikan investor kecil dengan mendorong kasus ke proses hukum, seperti yang dilakukan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) Amerika Serikat.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus