Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Proyek mega

Perbedaan definisi proyek mega karena menyangkut dana investasi. pemerintah menginginkan megaproyek yang berkaitan dengan proyek vital dan dibangun oleh investor asing

29 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEGALA sesuatu yang bersifat mega tentu kontroversial. Proyek yang bersifat mega adalah yang nilai investasinya di atas 1 miliar dolar atau sekitar 2 triliun rupiah. Kontroversi timbul karena definisi proyek mega ini hanya didasarkan pada besarnya nilai investasi. Ini sumber kerancuan. Memang, proyek-proyek mega mempunyai beberapa kesamaan. Mereka padat modal, padat impor, berisiko tinggi, dan kalau digarap oleh swasta dalam negeri maka umumnya akan dilakukan oleh kelompok-kelompok yang sama. Tapi yang juga benar adalah proyek-proyek ini ada karena dipromosikan oleh pemerintah. Soalnya, dari pihak pemerintah sendiri ada keinginan melihat pembangunan proyek-proyek mega. Ada proyek yang vital, seperti pembangkit tenaga listrik. Ada proyek yang sebaiknya ada, misalnya pabrik pengilangan minyak. Ada proyek yang perlu ada, tapi hanya bisa ada jika diproteksi, seperti berbagai industri hulu. Ada juga proyek yang didasarkan visi besar me-ngenai hari depan bangsa. Sebenarnya, untuk keperluan pembuatan kebijaksanaan umum proyek-proyek perlu dibedakan dari segi manfaatnya dan bukan hanya dari segi nilai investasinya. Mungkin beralasan untuk mempersoalkan pembangunan proyek- proyek besar itu dari pertimbangan utang luar negeri dan neraca pembayaran. Utang luar negeri Indonesia sudah termasuk tinggi, dan utang luar negeri swasta telah mengalami peningkatan yang tajam. Posisi neraca pembayaran juga masih rawan. Untuk tahun 1994-1995 Pemerintah memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan agak meningkat menjadi 3,2 miliar dolar dibandingkan perkiraan realisasi sebesar 2,8 miliar dolar untuk tahun 1993-1994. Tapi jika asumsi kita ubah, dalam suatu skenario buruk, yang tidak boleh diabaikan begitu saja, defisit neraca transaksi berjalan itu segera bisa melonjak menjadi hampir 7 miliar dolar. Justru karena itulah proyek mega tak dapat disamaratakan hanya karena nilai investasinya di atas 2 miliar dolar. Bagaimana mengenai proyek bernilai 987 miliar dolar yang manfaatnya diragukan? Masalahnya menjadi semakin rancu karena yang dipersoalkan siapa yang menangani, PMA atau PMDN dari mana sumber dana, luar negeri atau dalam negeri. Dari berbagai pernyataan Pemerintah bisa ditafsirkan, proyek mega "sebaiknya" (artinya diimbau untuk) tak dibangun oleh PMDN, tapi dapat dilakukan oleh PMA atau proyek mega boleh dibangun asal tidak menggunakan dana dari dalam negeri. Kerancuan segera terlihat. Pertama, PMA dapat disulap menjadi PMDN dan juga sebaliknya, dan kasusnya memang sudah ada. Kedua, kalau PMDN membawa dana dari luar negeri. Ini sebenarnya tidak lain dari utang luar negeri, sebab jika dana dari luar bersifat ekuiti maka per definisi yang membawanya adalah PMA. Proyek-proyek vital, seperti pembangkit listrik, sebenarnya juga tidak perlu dimegakan. Setidaknya jika dimegakan negosiasinya dengan pemerintah menjadi tak berkesudahan, sedangkan kebutuhan listrik makin mendesak. Proyek pembangkit listrik dengan kapasitas lebih kecil tapi dalam jumlah yang besar juga bisa memenuhi kebutuhan. Pengaruh pembangunan proyek-proyek ini terhadap posisi utang luar negeri dan neraca pembayaran mungkin tidak berbeda dengan dampak pemba-ngunan yang berskala mega, sementara proyek berskala lebih kecil itu jelas mengandung risiko yang lebih kecil. Selain itu, ada kecurigaan kuat di pihak masyarakat luas bahwa proyek mega memudahkan kecurangan dalam memberikan nilai investasi proyeknya. Proyek industri hulu umumnya memerlukan proteksi. Tanpa proteksi, risiko proyek itu sangat tinggi. Tapi pemberian proteksi oleh pemerintah akan menjadi semakin sulit karena ada disiplin internasional (GATT) dan regional (AFTA) yang harus ditaati. Selain itu, masyarakat di dalam negeri sendiri juga akan memberikan sorotan yang semakin tajam. Karenanya, jika proses pembangunan proyek-proyek, termasuk proyek mega, bisa bersifat rasional dan transparan, tidak akan ada persoalan. Tapi proses serupa itu mungkin sulit diharapkan segera terwujud. Dalam keadaan seperti ini, walaupun sadar akan kerancuan permasalahannya, saya memilih berada di pihak Menteri Keuangan. Jika dilakukan pengumpulan pendapat umum, sentimen mayoritas juga akan sama walaupun mungkin dengan alasan berbeda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus