Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Uni Eropa terbitkan regulasi baru mengenai produk bebas deforestasi.
Regulasi itu berdampak pada produk unggulan Indonesia, seperti sawit dan kayu.
Kebijakan dan regulasi Indonesia belum dapat menahan laju deforestasi.
Syahrul Fitra
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada pengujung 2022, Komisi Eropa, Parlemen Eropa, dan negara anggota Uni Eropa menyepakati Regulasi Deforestasi Uni Eropa (EUDR), aturan baru tentang produk bebas deforestasi atau penggundulan hutan. Regulasi ini bertujuan memastikan agar produk yang masuk ke pasar Uni Eropa berasal dari sumber yang legal dan tidak menyebabkan deforestasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, ada tujuh komoditas yang diatur, yakni kedelai, daging sapi, minyak sawit, kayu, karet, kopi, cokelat, dan berbagai produk olahannya. Secara sederhana, aturan Uni Eropa ini tidak membolehkan produk-produk dari komoditas tersebut masuk Uni Eropa jika terkait dengan deforestasi setelah 31 Desember 2020.
Aturan baru ini berimplikasi terhadap negara mitra dagang Uni Eropa, termasuk Indonesia. Bahkan delegasi Uni Eropa di Indonesia sempat mengadakan sesi diskusi dengan sejumlah pihak perihal aturan baru ini. Sejumlah komoditas unggulan Indonesia akan terkena dampak jika tujuan ekspor mereka ke negara Uni Eropa, seperti cokelat, kopi, sawit, karet, kayu, dan berbagai produk olahannya.
Mekanisme penilaian EUDR akan dilakukan Uni Eropa melalui proses uji tuntas (due diligence). Aturan tersebut mewajibkan pemasok menyediakan kumpulan informasi dan dokumentasi produksinya, penilaian risiko, serta mitigasi risiko. Informasi yang harus tersedia mencakup geolokasi semua lahan yang digunakan.
Penempatan indikator geolokasi ini merupakan terobosan yang diajukan oleh aturan antideforestasi Uni Eropa. Ia bisa dibandingkan dengan Regulasi Kayu Uni Eropa (EUTR), regulasi sebelumnya yang mengatur legalitas kayu hanya melalui bukti dokumen. Indonesia merupakan negara pertama yang memperoleh lisensi dari Uni Eropa karena telah memenuhi standar yang dimuat dalam EUTR pada 2016. Ini karena Indonesia dapat membangun indikator penilaian legalitas kayu yang dituangkan dalam Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK).
SVLK nyatanya tidak cukup kuat untuk menghentikan deforestasi. hal ini karena aturan tersebut sejak awal memang tidak diniatkan untuk menghentikan deforestasi, melainkan untuk menghentikan peredaran kayu ilegal. Namun SVLK juga tidak cukup kuat menghentikan kayu ilegal. Investigasi majalah Tempo pada 2018 membuktikan bahwa mekanisme ini masih memiliki banyak celah. Jangankan menghentikan deforestasi, kayu ilegal pun masih mungkin beredar.
Sejak Indonesia memperoleh lisensi Hukum Pemberdayaan, Tata Kelola, dan Perdagangan Hasil Hutan (FLEGT) dari Uni Eropa pada 2016, deforestasi masih terus terjadi. Selama 2016-2017, deforestasi di Indonesia mencapai hampir 500 ribu hektare. Bahkan, dalam rentang waktu 2019-2020, masih terdapat deforestasi seluas lebih dari 120 ribu hektare. Saat ini deforestasi tersebut terus direncanakan oleh pemerintah dan mengarah ke kawasan timur.
Berdasarkan analisis University of Maryland, luas tutupan hutan di tanah Papua seluas 2,5 juta hektare berada di konsesi pembalakan kayu (HPH); 747,6 ribu hektare di konsesi kebun kayu (HTI); dan 1,5 juta hektare dalam konsesi sawit. Semua tutupan hutan tersebut berpotensi hilang kapan pun jika tidak ada aturan yang tegas melarangnya. Apalagi Indonesia masih membolehkan deforestasi. Bahkan pemerintah merencanakannya seluas 400 ribu hektare setiap tahun.
Kehadiran EUDR merupakan upaya Uni Eropa untuk tidak terlibat lagi dalam mempercepat laju deforestasi di berbagai negara karena pola konsumsi mereka. Jika Indonesia sebagai mitra dagang Uni Eropa masih melanjutkan penghancuran hutan setelah 31 Desember 2020, produk yang terkait dengan deforestasi tersebut tidak akan bisa menembus pasar Uni Eropa. Untuk membuktikan keterkaitan dengan deforestasi, Uni Eropa menggunakan analisis geospasial. Lewat pendekatan ini, setidaknya pelaku usaha sulit menyembunyikan data mereka karena saat ini sejumlah data spasial bisa diakses publik dengan mudah.
Upaya menghentikan deforestasi dalam konsesi pernah dilakukan Indonesia, khususnya untuk kebun sawit, lewat moratorium sawit. Aturan ini berakhir pada 2021 dan, sayang, pemerintah tidak melanjutkan moratorium ini meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang tersisa selama moratorium berlaku. Jutaan hektare hutan alam masih berada dalam izin-izin kebun sawit.
Kehadiran EUDR semestinya menjadi momentum bagi Indonesia guna menghentikan konversi hutan untuk kepentingan investasi rakus lahan. Ini bisa juga sebagai momentum untuk menaikkan daya tawar atas komoditas seperti sawit atau produk olahan kayu jika bisa memenuhi standar EUDR. Poin ini tentu bisa masuk dalam pembahasan negosiasi dagang antara Indonesia dan Uni Eropa yang saat ini masih terus berlangsung.
Komitmen menghentikan deforestasi secara agresif ini perlu dilakukan oleh semua negara, termasuk Indonesia dan Uni Eropa. Laporan terbaru Panel Antar-Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) pada 20 Maret 2023 justru menyebutkan adanya kemungkinan kenaikan suhu bumi dua kali lipat dari ambang batas yang disepakati dalam Kesepakatan Paris yang sebesar 1,5 derajat Celsius. Saat ini suhu bumi telah mencapai 1,1 derajat Celsius atau tinggal 0,4 derajat Celsius menuju batas yang disepakati.
Ini bukti bahwa upaya yang dilakukan oleh negara-negara sejauh ini belum cukup dan akan membawa dunia menuju bencana iklim yang lebih parah. Langkah Uni Eropa dengan EUDR belumlah cukup. Semua negara harus bertindak sekarang karena tidak ada ekonomi di tengah bumi yang punah.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan Anda ke email: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo