Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Seandainya keynes masih hidup ...

Dalam perencanaan proses monetisasi di indonesia, kurang memperhitungkan akibat transportasi antar daerah maupun intra daerah. akan timbul perbedaan faham tentang cara kerja proses ini di tiap daerah.

24 Januari 1976 | 00.00 WIB

Seandainya keynes masih hidup ...
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DALAM salah satu resepsi di Jakarta, saya bertemu seorang teman berolahraga: seorang staf ahli Bank Dunia untuk Indonesia. Kepadanya saya lontarkan pemikiran tentang strategi moneter yang mungkin baik diterapkan di Indonesia. Kawan diskusi ini memberikan tanggapan positif, walaupun diramalkan akan ada heberapa kesulitan administratif dalam pengelolaannya. Melalui kesempatan ini saya ingin mengemukakan satu dari tiga aspek strategi moneter itu, yaitu aspek pengelolaan uang yang beredar khususnya kebijaksanaan kredit. Perkembangan infrastruktur baik fisik maupun keuangan yang berbeda-beda di setiap daerah di Indonesia telah menumbuhkan perbedaan tingkat intensitas moneter antar daerah. Hakekat Indonesia sebagai negara kepulauan itu dengan sendirinya akan erus menimbulkan perbedaan dalam interaksi faktor-faktor moneter dengan faktor-faktor produksi karena tenggang waktu akibat transportasi antardaerah maupun intra-daerah. Apalagi dalam situasi di mana sektor perhubungan secara menyeluruh masih belum efisien. Tampaknya inilah yang masih kurang diperhitungkan dalam perencanaan proses monetisasi di Indonesia. "Bottleneck" Proses monetisasi adalah proses yang diperlukan dalan mendinamisir bekerjanya faktor-faktor produksi dan seluruh kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa tepat pada waktunya dan tepat di tempat yang diperlukan. Mengenai perlunya proses monetisasi ini digalakkan saya kira tidak terdapat perbedaan faham di antara para ekonom kita. Tapi saya yakin dalam observasi tentang cara bekerjanya proses ini di setiap daerah, ada perbedaan faham. Perbedaan itu terletak pada yang dianggap penyebab yang sebenarnya bagi terjadinya inflasi di Indonesia. Ada pendapat yang menganggap bekerjanya proses monetisasi itu sama saja di setiap daerah, dan penyebab utama inflasi di Indonesia ialah besarnya jumlah uang yang beredar. Pendapat ini ternyata mendominir fikiran pemerintah dan ahli-ahli IMF yang membayangi pemerintah kita. Seandainya Lord Keynes masih hidup tentu dia akan berbesar hati melihat gejala itu sambil mengatakan: "Oh, kamu ini memang pengikut-pengikutku yang baik. Tak kusangka bahwa di Indonesia yang begitu jauh dari Inggeris terdapat pengikut-pengikutku yang setia dan manis-manis. Aku sungguh berbahagia". Tapi mungkin juga Lord Keynes akan menambahkan lagi: "Hei, tidakkah kamu tahu bahwa waktu aku menulis teori-teoriku tidak terfikir dalam otakku apa itu yang disebut negara kepulauan seperti Indonesia. Tidak terfikir dalam otakku segala macam bottleneck dalam bidang transportasi, pengurusan pelabuhan, pelayanan infrastruktur keuangan, tingkah laku oknum-oknum pemerintah dan lain-lain yang pada hakekatnya bisa merusak berlakunya teori-teoriku itu". Melihat kenyataan itu dapatlah dikemukakan satu usul berkaitan dengan strategi moneter di Indonesia. Yakni kebijaksanaan uang dan kredit yang berbeda-beda dan fleksibel untuk setiap daerah di Indonesia, khususnya dilihat dari sudut sumber-sumber alam yang tersedia serta tingkat penggarapan sumber-sumber itu. Proses monetisasi yang berbeda-beda intensitasnya akibat berbedanya pelayanan infrastruktur keuangan ditambah segala macam hambatan telah menimbulkan daerah-daerah yang secara relatif mengalami kelangkaan uang. Kantong-kantong di mana uang itu langka sudah ada sebelum kebijaksanaan pengetatan kredit. Celakanya, ketika kebijaksanaan kredit ketat dilaksanakan secara serentak dan sama di seluruh Indonesia, daerah-daerah ini mengalami resesi yang mematikan kehidupan usaha. Strategi yang saya ajukan ini mungkin dapat difikirkan bersamaan dengan pelaksanaan konsep growth centre (pusat-pusat pertumbuhan) Bappenas dalam pengembangan regional di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus