Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ancaman Si Naga

Pemasaran semen padang di riau terganggu semen impor onoda dari jepang & semen cap naga dari filipina. dulu perizinan semen onoda bersifat sementara, sedang semen cap naga harganya lebih murah. (eb)

24 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANGKITNYA kembali pabrik semen Padang, plus mutu yang semakin jempol, tentu melegakan kawasan Sumatera. Namun sampai saat ini belum seluruh kebutuhan itu terpenuhi. Makanya PT Semen Padang juga mempunyai hak untuk mengimpor semen luar negeri bagi mencukupi kebutuhan tersebut. Di lain pihak dengan kapasitas produksi yang sekarang, memang tak seluruh daerah di Sumatera perlu ditimbuni dengan semen impor, terlebih yang letaknya tak jauh dari pabrik itu, seperti Sumbar, Riau dan Jambi, kecuali Sumut dan Aceh. Namun ternyata, masih banyak ganjalan yang menghambat aturan rayonisasi pasaran semen ini, seperti yang akhir-akhir ini rada merepotkan suasana pemasaran semen di kepulauan Riau. Duduk soalnya begini: Menurut perkiraan per bulan daerah Kepulauan Riau itu memerlukan paling banyak 700 ton semen. Atau menurut kata Syahroni Syiraj, pimpinan PT Cipta Niaga Cabang Tg. Pinang: "kurang dari 1000 ton". Dan kebutuhan yang sekian ini, "sanggup dipenuhi oleh PT Semen Padang" lanjut Syahroni lagi. Dengan kata lain, Cipta Niaga yang ditunjuk oleh PT Semen Padang selalu distributornya di Riau Kepulauan ini tak perlu merasa pusing dengan urusan pemasarannya. Tapi apa hal, ternyata Syahroni terpaksa harus berkerut dahi melihat 500 ton semen Padang yang dimasukkannya awal Pebruari '75 kemarin. Menurut perkiraan, ini bakal habis dalam tempo sebulan, atau paling macet dua bulan. Tapi kenyataannya lebih dari 3 bulan baru selesai. Di mana letak sukarnya? Pertama tentunya karena volume pembangunan yang menyedot semen dalam jumlah besar cuma sedikit di daerah ini. Yang kedua, tak lain dari saingan semen impor, antaranya cap Onoda keluaran Jepang, yang masuk langsung dari Singapura ke Tg. Pinang. Sebab, di saat semen Padang belum mapan menjejakkan kaki ke daerah ini. perusahaan Tri Jaya yang ditunjuk selaku importir semen memang memiliki izin memasukkan semen dari luar ke Kepulauan Riau. Tapi dengan ketentuan bersifat "insidentil" selama jangka waktu tertentu. Maksudnya agar stok semen di daerah ini jangan sampai kosong sama sekali. Cuma, yang insidentil itu entah dengan cara bagaimana kabarnya bisa terus-menerus, hingga ketika semen Padang cukup banyak memasuki pasaran, semen Onoda masih juga masuk terus. Sekarang semen Padang di Riau Kepulauan bukan cuma terjepit oleh Onoda saja. Pertengahan Nopember lalu beberapa minggu sesudah 600 ton semen Padang dibongkar di Tg. Pinang. nongol pula semen impor lainnya. Kali ini semen cap Naga dari Pilipina, sebanyak 1000 ton yang menurut Syahroni masuk liwat PT Pembangunan Niaga. Di Tg. Pinang, PT itu kabarnya tak punya cabang. Cuma, ada semacam sub-distributornya yang bernama CV Putra. Yang sukar dimengerti, adalah bagaimana mungkin PT Pembangunan Niaga ini mendapat jalur pemasaran di Kepulauan Riau. Sebab kalau dilihat dari daftar para penyalur, maka PT tersebut menurut Syahroni, mempunyai daerah pemasaran Sumut dan Sumbar. Sekalipun begitu, masuknya semen ex Pilipina itu ternyata memiliki dokumen yang syah dan seizin Dirjen Perdagangan. Di lain fihak, Cipta Niaga yang jadi distributor semen Padang di Tg. Pinang ini tampaknya terpaksa tahan nafas. Sebab sampai di penghujung tahun lalu dari 600 ton yang tersedia baru sekitar 250 ton yang tersalur. Sementara Padang yang dijual Rp 1.550 per zak sudah mulai tersudut oleh sang naga yang per zak harganya di bawah Rp 1.500. Ini baru persaingan melalui harga per zak, belum lagi persaingan liwat kelonggaran lain seperti kredit bagi para kontraktor. Tampaknya banyak segi yang perlu diatur dalam adu cepat agar stok semen di gudang tak tinggal membatu. "Sepanjang permainan itu wajar, tak jadi soal", tukas Syahroni, "sebab kami pun bukan mononopoli". Maka cap Padang itu jadi berat bersaing di pasaran, lantaran pengangkutan dari Padang masih belum lancar. "Belum ada trayek pengapalan semen dari Padang ke Tg. Pinang secara tetap," katanya. Akibatnya pesanan yang sudah diajukan bulan Agustus baru berhasil bulan Nopember. Itu pun setelah Syahroni langsung ke Ditjen Perla minta bantuan. Kelambatan mengisi pasaran ini terang mengundang para importir untuk memasukkan semen lain. Maklumlah, hubungan dari Singapura atau Pilipina ke kepulauan Riau jelas lebih mudah ketimbang dari Teluk Bayur di seberang barat sana. Namun menurut seorang pejabat di Tg. Pinang, itu pun bukan soal kalau memang semen Padang mau dilindungi pemasarannya. "Ke Pakanbaru kan bisa", katanya pada pembantu TEMPO. Maksudnya, dengan membaiknya jalur jalan Padang-Pakanbaru, lalu dilanjutkan dengan angkutan laut antara Pakanbaru-Tg. Pinang apakah jalur ini tak bisa dimanfaatkan semen Padang, walaupun biayanya sedikit lebih besar?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus