BANGKITNYA kembali pabrik semen Padang, plus mutu yang semakin
jempol, tentu melegakan kawasan Sumatera. Namun sampai saat ini
belum seluruh kebutuhan itu terpenuhi. Makanya PT Semen Padang
juga mempunyai hak untuk mengimpor semen luar negeri bagi
mencukupi kebutuhan tersebut. Di lain pihak dengan kapasitas
produksi yang sekarang, memang tak seluruh daerah di Sumatera
perlu ditimbuni dengan semen impor, terlebih yang letaknya tak
jauh dari pabrik itu, seperti Sumbar, Riau dan Jambi, kecuali
Sumut dan Aceh. Namun ternyata, masih banyak ganjalan yang
menghambat aturan rayonisasi pasaran semen ini, seperti yang
akhir-akhir ini rada merepotkan suasana pemasaran semen di
kepulauan Riau.
Duduk soalnya begini: Menurut perkiraan per bulan daerah
Kepulauan Riau itu memerlukan paling banyak 700 ton semen. Atau
menurut kata Syahroni Syiraj, pimpinan PT Cipta Niaga Cabang Tg.
Pinang: "kurang dari 1000 ton". Dan kebutuhan yang sekian ini,
"sanggup dipenuhi oleh PT Semen Padang" lanjut Syahroni lagi.
Dengan kata lain, Cipta Niaga yang ditunjuk oleh PT Semen
Padang selalu distributornya di Riau Kepulauan ini tak perlu
merasa pusing dengan urusan pemasarannya. Tapi apa hal, ternyata
Syahroni terpaksa harus berkerut dahi melihat 500 ton semen
Padang yang dimasukkannya awal Pebruari '75 kemarin. Menurut
perkiraan, ini bakal habis dalam tempo sebulan, atau paling
macet dua bulan. Tapi kenyataannya lebih dari 3 bulan baru
selesai. Di mana letak sukarnya?
Pertama tentunya karena volume pembangunan yang menyedot semen
dalam jumlah besar cuma sedikit di daerah ini. Yang kedua, tak
lain dari saingan semen impor, antaranya cap Onoda keluaran
Jepang, yang masuk langsung dari Singapura ke Tg. Pinang. Sebab,
di saat semen Padang belum mapan menjejakkan kaki ke daerah ini.
perusahaan Tri Jaya yang ditunjuk selaku importir semen memang
memiliki izin memasukkan semen dari luar ke Kepulauan Riau.
Tapi dengan ketentuan bersifat "insidentil" selama jangka waktu
tertentu. Maksudnya agar stok semen di daerah ini jangan sampai
kosong sama sekali. Cuma, yang insidentil itu entah dengan cara
bagaimana kabarnya bisa terus-menerus, hingga ketika semen
Padang cukup banyak memasuki pasaran, semen Onoda masih juga
masuk terus.
Sekarang semen Padang di Riau Kepulauan bukan cuma terjepit oleh
Onoda saja. Pertengahan Nopember lalu beberapa minggu sesudah
600 ton semen Padang dibongkar di Tg. Pinang. nongol pula semen
impor lainnya. Kali ini semen cap Naga dari Pilipina, sebanyak
1000 ton yang menurut Syahroni masuk liwat PT Pembangunan
Niaga. Di Tg. Pinang, PT itu kabarnya tak punya cabang. Cuma,
ada semacam sub-distributornya yang bernama CV Putra. Yang sukar
dimengerti, adalah bagaimana mungkin PT Pembangunan Niaga ini
mendapat jalur pemasaran di Kepulauan Riau. Sebab kalau dilihat
dari daftar para penyalur, maka PT tersebut menurut Syahroni,
mempunyai daerah pemasaran Sumut dan Sumbar.
Sekalipun begitu, masuknya semen ex Pilipina itu ternyata
memiliki dokumen yang syah dan seizin Dirjen Perdagangan. Di
lain fihak, Cipta Niaga yang jadi distributor semen Padang di
Tg. Pinang ini tampaknya terpaksa tahan nafas. Sebab sampai di
penghujung tahun lalu dari 600 ton yang tersedia baru sekitar
250 ton yang tersalur. Sementara Padang yang dijual Rp 1.550 per
zak sudah mulai tersudut oleh sang naga yang per zak harganya di
bawah Rp 1.500. Ini baru persaingan melalui harga per zak, belum
lagi persaingan liwat kelonggaran lain seperti kredit bagi para
kontraktor. Tampaknya banyak segi yang perlu diatur dalam adu
cepat agar stok semen di gudang tak tinggal membatu. "Sepanjang
permainan itu wajar, tak jadi soal", tukas Syahroni, "sebab kami
pun bukan mononopoli".
Maka cap Padang itu jadi berat bersaing di pasaran, lantaran
pengangkutan dari Padang masih belum lancar. "Belum ada trayek
pengapalan semen dari Padang ke Tg. Pinang secara tetap,"
katanya. Akibatnya pesanan yang sudah diajukan bulan
Agustus baru berhasil bulan Nopember. Itu pun setelah Syahroni
langsung ke Ditjen Perla minta bantuan. Kelambatan mengisi
pasaran ini terang mengundang para importir untuk memasukkan
semen lain. Maklumlah, hubungan dari Singapura atau Pilipina ke
kepulauan Riau jelas lebih mudah ketimbang dari Teluk Bayur di
seberang barat sana. Namun menurut seorang pejabat di Tg.
Pinang, itu pun bukan soal kalau memang semen Padang mau
dilindungi pemasarannya. "Ke Pakanbaru kan bisa", katanya pada
pembantu TEMPO. Maksudnya, dengan membaiknya jalur jalan
Padang-Pakanbaru, lalu dilanjutkan dengan angkutan laut antara
Pakanbaru-Tg. Pinang apakah jalur ini tak bisa dimanfaatkan
semen Padang, walaupun biayanya sedikit lebih besar?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini