Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kata tenggat dan deadline memiliki sejarah cukup panjang.
Dead line awalnya memang bermakna harfiah “garis mati” dalam bahasa Inggris.
Kata dead line kemudian memiliki makna baru sebagai metafora untuk “batas waktu” yang digunakan surat kabar Amerika.
TENGGAT. Tampaknya pengguna bahasa sudah tidak asing lagi dengan kata ini. Kalaupun ada yang masih menggunakan kata deadline alih-alih tenggat, saya kira itu bukan karena ketidaktahuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam bahasa Inggris, dead line awalnya memang bermakna harfiah “garis mati”. Penggunaan istilah dead line paling awal tercatat berasal dari buku tentang memancing (1860). Dead line adalah garis tali pancing yang diam, tidak bergerak saat menunggu ikan menggigit umpan. Selanjutnya, kata itu digunakan dengan makna “garis mati” pada akhir Perang Saudara di Amerika Serikat. Mereka biasa menggambar garis di sekitar penjara militer. Jika melampaui garis itu, seorang tahanan akan ditembak. Kita dapat membaca kisah itu dalam buku Benson John Lossing, Pictorial History of the Civil War in the United States of America (1868): Seventeen feet from the inner stockade was the ‘dead-line’, over which no man could pass and live.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kata dead line kemudian memiliki makna baru sebagai metafora untuk “batas waktu” yang digunakan surat kabar Amerika pada awal abad ke-20. Kemudian ia meluas ke berbagai bidang kehidupan lain.
Kata dead line kemudian lazim juga digunakan di Indonesia seperti pada korpus berikut ini. Majalah Pembina (1964) menulis: “pernah kita alami, bahwa deadline suratkabar Minggu jang mula2nja pkl 20.00 untuk diedarkan pagi hari Minggu, kemudian dipertjepat”. Dalam buku Publisistik (1971) diinformasikan bahwa “dalam keadaan mendesak seperti mendekati deadline sesuatu edisi, penjampaian dilakukan dengan perantaraan telepon”. Dalam Almanak Pers “Antara” (1976) tertulis bahwa “cara bekerja suratkabar terikat kepada deadline”. Dalam Prisma (1982) terdapat kalimat: “mengolah data dengan kening berkerut (maklum, karena ada statistik tapi tanpa komputer) dan dihantui deadline”. Mantan wartawan dan Menteri Penerangan, Harmoko, dalam pidato yang dikumpulkan dalam Peranan Pers Pancasila Menuju Era Masyarakat Informasi (1988), masih menggunakan kata “batas deadline”.
Sebelumnya sudah ada upaya memadankan kata itu. Dja’far Husin Assegaff dalam buku Jurnalistik Masa Kini: Pengantar ke Praktek Kewartawanan (1983), misalnya, mencoba memadankan deadline dengan “baris kunci”: “kita lihat harian-harian di ibu kota Jakarta misalnya berusaha untuk melambatkan “baris kunci” (deadline-nya) sehingga masih mungkin untuk memuatkan berita-berita yang diterima staf redaksinya paling akhir”.
Kata tenggat sendiri sudah lama digunakan dalam bahasa Melayu. Nieuw Maleisch-Nederlandsch Woordenboek yang disusun Klinkert (1893) mencatat kata tenggat dengan arti “verhinderen, afbreken, stuiten van den voortgang eens werks, b.v. door een ander werk, dat er tusschen komt” atau “menghentikan satu pekerjaan untuk mengerjakan pekerjaan lain”. Makna itu masih bertahan dalam Kamoes Indonesia (1948) melalui contoh “ia menenggatkan tenoenannja, sebab ia perloe menoemboek padi”. Dua deskripsi tersebut menyiratkan adanya pemilihan prioritas di antara beberapa hal yang harus dilakukan karena keperluan atau kepentingan satu hal yang harus diselesaikan lebih dulu. Makna ini tampaknya menjadi alasan kata tenggat dipadankan untuk konsep deadline.
Makna batas waktu dalam kata tenggat tampaknya masih belum lazim pada 1950-an, terbukti Kamus Umum Bahasa Indonesia belum mencatat kata itu. Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri sudah mencatat kata tenggat dengan makna batas waktu pada edisi pertama (1988). Uniknya, Kamus Dewan susunan Teuku Iskandar sudah mencatat kata tenggat dengan makna “batas waktu, had, hingga” dengan melabelinya dengan lambang salib yang berarti arkais. Jadi Iskandar mengambil lema itu dari Melayu lama dengan makna yang baru. Karena penyusun berasal dari Indonesia, bisa jadi kata lama dengan makna baru itu didasari oleh amatan penggunaannya di Indonesia.
Demikianlah, kata tenggat dan deadline memiliki sejarah yang cukup panjang. Jadi, kalau masih ada yang menggunakan deadline alih-alih tenggat, sekali lagi saya yakin bukan karena ketidaktahuan, mungkin karena ketidakpedulian terhadap upaya pengembangan bahasa Indonesia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo