Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Siapa Perlu Meledakkan Istiqlal?

Membuat analisis yang spekulatif tentang peledakan bom di kompleks Masjid Istiwqlal, hanya akan membuang-buang waktu.

19 April 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ledakannya tidak berakibat separah seperti bom yang berulang kali dipasang teroris di Amerika Serikat atau di Timur Tengah. Konstruksi bangunan tidak terganggu, hanya kaca-kaca pemisah yang hancur berkeping-keping. Tetapi teror ledakan bom tetaplah teror, seberapa pun kecil-besarnya kerusakan dan korban yang jadi akibatnya. Dan bahan dinamit yang meletup itu menggelegar ke seluruh Indonesia bukan karena kekuatan bahan peledaknya, tapi karena kompleks Masjid Istiqlal adalah tempat diledakkannya. Karena ini teror, tentu semua ingin tahu apa tujuannya, siapa yang diteror, dan, yang paling penting, siapa yang melakukan teror? Teror adalah semacam komunikasi. Ada pengirim dan alamat penerimanya, dan tentu saja ada pesannya. Isinya bisa saja merupakan peringatan, atau sudah berupa sanksi pembalasan. Apa tujuan peledak bom di Istiqlal? Kesukaran untuk mengetahuinya ialah karena dalam peristiwa ini tak ada yang mengklaim sebagai pengirim alias peledak bom, baik pribadi maupun kelompok. Selain itu, alamat yang dituju juga tak ditegaskan. Begitu juga ancaman atau pesannya. Barangkali, setelah bom diletupkan, si peledak mempersilakan yang merasa terkena supaya mengerti sendiri apa makna pesan itu, dan boleh menduga dari arah mana datangnya kiriman. Tetapi jenis teror seperti ini biasanya berlatar khusus atau pribadi, berlangsung di antara dua pihak tertentu saja, seperti ledakan di Jalan Sabang, Jakarta, beberapa waktu lalu. Ledakan di Istiqlal dianggap bersifat lebih luas (bisa saja kemudian ternyata ini salah) dari urusan permusuhan dua pihak saja. Tapi, justru karena sifatnya yang umum itu, ketiadaan petunjuk membuat orang bertanya-tanya. Secara kebetulan, beberapa hari sebelumnya juga ada peristiwa ledakan bom di Plaza Hayam Wuruk. Para pelakunya dicurigai berasal dari organisasi Angkatan Mujahidin Islam Nusantara (AMIN), yang dipimpin seseorang yang dijuluki Amir. Sampai sekarang, polisi enggan menghubungkan kedua perkara ledakan itu. Tetapi urutan ledakan itu terlalu dekat untuk sekadar disingkirkan sebagai tak punya makna yang berkaitan. Cuma, apa motifnya? Pun andaikata ketegangan masyarakat yang ingin diciptakan, apa yang ingin dicapai dan dituntut oleh (para) peledak bom itu di ujungnya nanti? Tidak ada orang, kecuali yang mengalami gangguan jiwa yang parah, yang menjadikan kekacauan sekadar untuk kekacauan sebagai hasil akhirnya. Kekacauan hanyalah perantara untuk mendapatkan sesuatu yang lain di baliknya. Anarkis tulen pun tidak mencita-citakan kekacauan. Yang ditolaknya adalah pengaturan oleh setiap kekuasaan, yang dianggap sebagai perkosaan atas haknya. Hanya Buang Waktu Seorang anarkis di Eropa yang menembakkan pistol atau melempar granat pada pergantian abad ke-19 ke abad ke-20 akan melakukannya sambil meneriakkan ''hidup anarki". Identitasnya terbuka. Theodore Kaczynski, jenius ahli matematika teroris yang mengidap kelainan jiwa, pun menyatakan identitasnya, walaupun berupa gelar samaran, The Unabomber, ketika memasang bom rakitannya berturut-turut di Amerika Serikat beberapa tahun lalu. Singkatnya, dengan berbagai cara, para peledak bom ini?baik kaum anarkis-revolusioner yang terorganisasi maupun maniak cerdas yang sebatang kara?membuat hubungan dengan umum tentang dirinya, niat, dan tuntutannya. Tetapi siapa tahu, kawanan peledak bom di Istiqlal itu juga telah menyampaikan sesuatu pada suatu pihak yang belum diketahui umum. Dan mungkin sudah ada yang melapor ke polisi, kita pun tidak tahu. Para hamba wet ini cukup pandai untuk menutupi keterangan yang dianggapnya perlu disembunyikan dulu. Pada 1978, beberapa bulan setelah dibuka, Masjid Istiqlal juga pernah dihadiahi bom, konon oleh kelompok fundamentalis Islam yang beridentitas Komando Jihad. Tetapi ini tak pernah sepenuhnya diungkapkan ke masyarakat sampai sekarang. Namun, kebijakan yang didasari pertimbangan intelijen yang sama akan sukar diterapkan sekarang. Akan menambah ketegangan saja kalau itu diulangi. Lalu, siapa pelaku ledakan itu? Hanya akan membuang waktu untuk membuat analisis yang spekulatif, yang menyerempet-nyerempet, tak bulat dan tak konsisten. Menyindir pemakaian bahan dinamit trinitro toluena (TNT) dalam hubungannya dengan sumber yang terbatas, yaitu hanya bisa diperoleh dari Polri atau TNI, itu juga belum menyimpulkan apa-apa. Dalam masyarakat kita, banyak yang seharusnya tidak ada, tetapi ternyata ada, dan begitu sebaliknya. Seharusnya tak ada mobil mewah, tapi ratusan berkeliaran di Jakarta. Seharusnya 14 orang aktivis yang diculik ada kembali, tetapi sampai sekarang raib entah ke mana. Mengapa heran kalau TNT bisa diperoleh secara gelap di Jakarta? Yang kita khawatirkan ialah kemungkinan sebagian tuduhan yang tak tentu hulu-hilirnya itu meleset jauh, bahkan bisa sebaliknyalah yang terungkap nanti. Misalnya, yang cepat menuduh bahwa peledakan ini bertujuan menggagalkan pemilu tentu kecewa kalau ternyata itu dilakukan kelompok yang tergolong berkepentingan dengan adanya pemilu secepatnya. Semua kemungkinan masih terbuka. Tetapi, sebaliknya, yang paling mengkhawatirkan ialah kalau ternyata benar ada bagian aparat keamanan yang terlibat. Akankah hal ini direkayasa kembali seperti nasib proses perkara penculikan aktivis dan peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus