Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Strategi e.d.a.n

Sebagai negara berkembang, indonesia harus siap dengan kemungkinan buruk yang dihadapi. untuk itu perlu strategi yang digunakan, yakni e.d.a.n. kepanjangan dari emas (e), dollar (d), aman (a) dan napas (n).

28 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA yang disebut beggar thy neighbour policy sudah semakin merajalela. Banyak negara kini menjadi pengekspor gangguan kesulitan-kesulitan ekonomi di dalam negeri diselesaikan dengan cara menggeserkan bebannya ke negara lain. Dan ternyata, ekonomi yang kuat lebih mampu mengekspor gangguan daripada ekonomi yang lemah. Sebagai ekonomi yang sedang berkembang, ekonomi Indonesia lebih mudah mengimpor daripada mengekspor gangguan. Itulah sebabnya diperlukan suatu strategi yang secara sadar disiapkan untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk. Strategi ini tidak perlu bersifat progresif-ofensif, seperti tampaknya dilakukan oleh Jepang atau Prancis, yaitu mencari peluang atau kesempatan dalam kesempitan. Ia bisa bersifat konservatif-defensif, seperti tampaknya dianut Indonesia dewasa ini. Kita menjalankan suatu strategi yang bisa dinamakan Strategi E.D.A.N., sejalan dengan kebiasaan kita menggunakan akronim akronim. Nota bene, sementara kalangan di dalam maupun di luar negeri menganggap strategi ini benar-benar edan. Mengapa? Mungkin karena komponen utama dari Strategi E.D.A.N. ini adalah memupuk cadangan internasional, baik dalam bentuk emas (E) maupun valuta asing, khususnya dollar (D). Komposisinya bukan soal yang besar dan setiap saat bisa saja diubah. Sejak dollar dilepaskan kaitannya dari emas, kita memang mempunyai lebih banyak pilihan dalam mendiversifikasikan portfolio cadangan internasional. Maksud diversifikasi adalah untuk memperkecil risiko. Dalam rangka di atas, selama tahun 1980 Bank Indonesia telah membeli sebanyak 1,8 juta ounce emas. Baru-baru ini harga emas merosot, jadi kita merugi. Tetapi masalah seperti ini hanya merupakan gejala temyorer, dan setiap usaha diversifikasi harus dilihat dalam kurun waktu yang cukup panjang. Soal yang lebih penting adalah jumlah cadangan sebagai stock dalam hubungannya dengan komponen kedua dari Strategi E.D.A.N. ini, yaitu aman (A). Konsep cadangan internasional dilahirkan guna mengamankan ekonomi nasional secara makro. Ia semacam shock absorber sebuah mobil, dan merupakan elemen penting dalam pengelolaan suatu ekonomi terbuka. Sampai akhir Maret 1981 ini cadangan internasional Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 11 milyar dollar, dan akan meningkat menjadi 13 milyar dollar pada akhir tahun. Dibandingkan 10 tahun lalu cadangan kita akan menjadi 70 kali lebih besar. Berlebihankah ini? Di kalangan sarjana ekonomi sendiri belum terselesaikan perdebatan mengenai apa yang dianggap sebagai cadangan internasional yang optimal. Masalahnya, cadangan yang berlebihan berarti mengorbankan peluang (opportunity cost). Mithos tentang cadangan optimal sejumlah dua bulan impor sudah lama goyah. khususnya untuk negara-negara berkembang yang sulit menerapkan mekanisme swap antar bank sentral. Membandingkan cadangan dengan kebutuhan impor juga dianggap sebagai kriteria yang terlampau sempit. Ukuran-ukuran lain semuanya masih kurang memuaskan. Sebagai latihan bisa dibandingkan keadaan cadangan internasional Indonesia tahun 1971 dan tahun 1981. Sepuluh tahun lalu cadangan berjumlah dua bulan impor 2% dari produk domestik bruto (PDB) 5,6% dari utang luar negeri pemerintah yang direalisir (disbursed), atau 109% dari kewajiban pengembalian utang (bunga dan cicilan) tersebut. Untuk tahun 1981 ini bisa diperkirakan cadangan berjumlah sekitar 10 bulan impor 18% dari PDB 100 utang dan 650% pengembalian utang. Angka-angka di atas impresif, tapi tidak bicara banyak malahan telah menimbulkan pertanyaan. Untuk apa jumlah yang besar itu bila tidak dipakai untuk membiayai proyek-proyek yang dinanti-nantikan? Tampaknya kita sudah lebih dari aman. Mengapa masih diperlukan bantuan luar negeri? Banyak anggapan bahwa kita sudah bisa berdikari. Banyak negara juga merasa jengkel karena kita lebih suka memupuk cadangan daripada meningkatkan impor. Kesemua pertanyaan ini dijawab oleh komponen ketiga dari Strategi E.D.A.N. ini, yaitu napas (N). Kita perlu bernapas dulu. Alasannya ada beberapa. Pertama, selama kesempatan memungkinkan memang pantas cadangan diperbesar. Dari sudut pengelolaan, ada petuah untuk mengumpulkan cadangan di saat hari baik untuk digunakan sewaktu hari buruk. Tambahan lagi, penerimaan devisa yang meningkat itu disebabkan oleh suatu windfall (rezeki nomplok). yang per definisi bersifat temporer. Alasan kedua lebih kuat, yaitu dengan stock cadangan yang besar itu kita bisa mempengaruhi struktur pinjaman luar negeri atau komposisi dari arus (flow) modal luar negeri. Proses pinjam-meminjam merupakan hal normal bagi ekonomi terbuka. Sifatnya bisa berubah. Kini Indonesia berada dalam transisi dari negara penerima bantuan (aid receiving) menjadi negara cukup dewasa (commercial). Dalam rangka ini cadangan internasional bisa dipakai untuk memancing modal dari luar negeri yang sesuai dengan tingkat perkembangan kita. Ini penting untuk suatu negara berkembang, sebab creditworthiness (layak mengutang) suatu negara ternyata sangat dipengaruhi oleh besarnya cadangan. Ironinya, negara-negara yang miskin cadangan sukar mendapat akses ke pasar modal internasional. Selain itu, sudah terasa bahwa bantuan dengan syarat-syarat lunak cenderung menjadi semakin langka secara internasional. Untuk tahun anggaran berikut, Indonesia tidak mengharapkan peningkatan bantuan IGGI. Belum lama ini Indonesia juga memasuki pasar obligasi internasional dari mana bisa diperoleh modal yang bersifat paling "bebas". Ini juga pertanda kedewasaan suatu ekonomi. Cadangan sebesar 7 milyar dollar, yaitu yang berada dalam rekening Bank Indonesia, mungkin sudah cukup untuk memancing modal komersial. Sisanya sebesar 4 milyar dollar yaitu jumlah modal offshore di tangan bank-bank lain. mungkin lebih tepat untuk digunakan membiayai proyek-proyek di Indonesia sendiri daripada ditawarkan dalam pasar Eurodollar. Putusan demikian tampaknya sudah dibuat, misalnya untuk membiayai proyek hydrocracker Dumai. Mungkin menyerap seluruhnya tidak terlalu mudah dalam kondisi yang ada sekarang ini. Kelihatannya manajemen, organisasi dan tenaga manusia menjadi lebih langka (bottleneck) daripada modal. Cadangan yang cukup besar memberikan kesempatan untuk bernapas, artinya untuk membenahi ekonomi kita, termasuk menyeimbangkan strukturnya, antara sektor minyak -- sebagai penyebab rezeki nomplok -- dan sektor nonminyak di mana sebagian terbesar penduduk terlihat. Bila kesempatan ini kita sia-siakan, Strategi E.D.A.N. ini benarbenar dapat menjadi strategi yang edan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus