APA yang disebut beggar thy neighbour policy sudah semakin
merajalela. Banyak negara kini menjadi pengekspor gangguan
kesulitan-kesulitan ekonomi di dalam negeri diselesaikan dengan
cara menggeserkan bebannya ke negara lain. Dan ternyata,
ekonomi yang kuat lebih mampu mengekspor gangguan daripada
ekonomi yang lemah.
Sebagai ekonomi yang sedang berkembang, ekonomi Indonesia lebih
mudah mengimpor daripada mengekspor gangguan. Itulah sebabnya
diperlukan suatu strategi yang secara sadar disiapkan untuk
menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk. Strategi ini tidak
perlu bersifat progresif-ofensif, seperti tampaknya dilakukan
oleh Jepang atau Prancis, yaitu mencari peluang atau kesempatan
dalam kesempitan. Ia bisa bersifat konservatif-defensif, seperti
tampaknya dianut Indonesia dewasa ini.
Kita menjalankan suatu strategi yang bisa dinamakan Strategi
E.D.A.N., sejalan dengan kebiasaan kita menggunakan akronim
akronim. Nota bene, sementara kalangan di dalam maupun di luar
negeri menganggap strategi ini benar-benar edan. Mengapa?
Mungkin karena komponen utama dari Strategi E.D.A.N. ini adalah
memupuk cadangan internasional, baik dalam bentuk emas (E)
maupun valuta asing, khususnya dollar (D). Komposisinya bukan
soal yang besar dan setiap saat bisa saja diubah. Sejak dollar
dilepaskan kaitannya dari emas, kita memang mempunyai lebih
banyak pilihan dalam mendiversifikasikan portfolio cadangan
internasional. Maksud diversifikasi adalah untuk memperkecil
risiko.
Dalam rangka di atas, selama tahun 1980 Bank Indonesia telah
membeli sebanyak 1,8 juta ounce emas. Baru-baru ini harga emas
merosot, jadi kita merugi. Tetapi masalah seperti ini hanya
merupakan gejala temyorer, dan setiap usaha diversifikasi harus
dilihat dalam kurun waktu yang cukup panjang.
Soal yang lebih penting adalah jumlah cadangan sebagai stock
dalam hubungannya dengan komponen kedua dari Strategi E.D.A.N.
ini, yaitu aman (A). Konsep cadangan internasional dilahirkan
guna mengamankan ekonomi nasional secara makro. Ia semacam shock
absorber sebuah mobil, dan merupakan elemen penting dalam
pengelolaan suatu ekonomi terbuka. Sampai akhir Maret 1981 ini
cadangan internasional Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar
11 milyar dollar, dan akan meningkat menjadi 13 milyar dollar
pada akhir tahun. Dibandingkan 10 tahun lalu cadangan kita akan
menjadi 70 kali lebih besar. Berlebihankah ini?
Di kalangan sarjana ekonomi sendiri belum terselesaikan
perdebatan mengenai apa yang dianggap sebagai cadangan
internasional yang optimal. Masalahnya, cadangan yang berlebihan
berarti mengorbankan peluang (opportunity cost).
Mithos tentang cadangan optimal sejumlah dua bulan impor sudah
lama goyah. khususnya untuk negara-negara berkembang yang sulit
menerapkan mekanisme swap antar bank sentral. Membandingkan
cadangan dengan kebutuhan impor juga dianggap sebagai kriteria
yang terlampau sempit. Ukuran-ukuran lain semuanya masih kurang
memuaskan.
Sebagai latihan bisa dibandingkan keadaan cadangan internasional
Indonesia tahun 1971 dan tahun 1981. Sepuluh tahun lalu cadangan
berjumlah dua bulan impor 2% dari produk domestik bruto (PDB)
5,6% dari utang luar negeri pemerintah yang direalisir
(disbursed), atau 109% dari kewajiban pengembalian utang (bunga
dan cicilan) tersebut. Untuk tahun 1981 ini bisa diperkirakan
cadangan berjumlah sekitar 10 bulan impor 18% dari PDB 100
utang dan 650% pengembalian utang.
Angka-angka di atas impresif, tapi tidak bicara banyak malahan
telah menimbulkan pertanyaan. Untuk apa jumlah yang besar itu
bila tidak dipakai untuk membiayai proyek-proyek yang
dinanti-nantikan? Tampaknya kita sudah lebih dari aman.
Mengapa masih diperlukan bantuan luar negeri? Banyak anggapan
bahwa kita sudah bisa berdikari. Banyak negara juga merasa
jengkel karena kita lebih suka memupuk cadangan daripada
meningkatkan impor.
Kesemua pertanyaan ini dijawab oleh komponen ketiga dari
Strategi E.D.A.N. ini, yaitu napas (N). Kita perlu bernapas
dulu. Alasannya ada beberapa. Pertama, selama kesempatan
memungkinkan memang pantas cadangan diperbesar. Dari sudut
pengelolaan, ada petuah untuk mengumpulkan cadangan di saat hari
baik untuk digunakan sewaktu hari buruk. Tambahan lagi,
penerimaan devisa yang meningkat itu disebabkan oleh suatu
windfall (rezeki nomplok). yang per definisi bersifat temporer.
Alasan kedua lebih kuat, yaitu dengan stock cadangan yang
besar itu kita bisa mempengaruhi struktur pinjaman luar negeri
atau komposisi dari arus (flow) modal luar negeri. Proses
pinjam-meminjam merupakan hal normal bagi ekonomi terbuka.
Sifatnya bisa berubah. Kini Indonesia berada dalam transisi dari
negara penerima bantuan (aid receiving) menjadi negara cukup
dewasa (commercial).
Dalam rangka ini cadangan internasional bisa dipakai untuk
memancing modal dari luar negeri yang sesuai dengan tingkat
perkembangan kita. Ini penting untuk suatu negara berkembang,
sebab creditworthiness (layak mengutang) suatu negara ternyata
sangat dipengaruhi oleh besarnya cadangan. Ironinya,
negara-negara yang miskin cadangan sukar mendapat akses ke pasar
modal internasional.
Selain itu, sudah terasa bahwa bantuan dengan syarat-syarat
lunak cenderung menjadi semakin langka secara internasional.
Untuk tahun anggaran berikut, Indonesia tidak mengharapkan
peningkatan bantuan IGGI. Belum lama ini Indonesia juga memasuki
pasar obligasi internasional dari mana bisa diperoleh modal yang
bersifat paling "bebas". Ini juga pertanda kedewasaan suatu
ekonomi.
Cadangan sebesar 7 milyar dollar, yaitu yang berada dalam
rekening Bank Indonesia, mungkin sudah cukup untuk memancing
modal komersial. Sisanya sebesar 4 milyar dollar yaitu jumlah
modal offshore di tangan bank-bank lain. mungkin lebih tepat
untuk digunakan membiayai proyek-proyek di Indonesia sendiri
daripada ditawarkan dalam pasar Eurodollar.
Putusan demikian tampaknya sudah dibuat, misalnya untuk
membiayai proyek hydrocracker Dumai. Mungkin menyerap seluruhnya
tidak terlalu mudah dalam kondisi yang ada sekarang ini.
Kelihatannya manajemen, organisasi dan tenaga manusia menjadi
lebih langka (bottleneck) daripada modal.
Cadangan yang cukup besar memberikan kesempatan untuk bernapas,
artinya untuk membenahi ekonomi kita, termasuk menyeimbangkan
strukturnya, antara sektor minyak -- sebagai penyebab rezeki
nomplok -- dan sektor nonminyak di mana sebagian terbesar
penduduk terlihat. Bila kesempatan ini kita sia-siakan, Strategi
E.D.A.N. ini benarbenar dapat menjadi strategi yang edan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini