Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Tebu ampibi bikin kejutan

Perkawinan tebu india dan tebu pasuruan menghasilkan bibit tebu unggul jenis ampibi. sedang dicoba macam-macam bibit tebu yang cocok di indonesia. (ilt)

28 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG Pasuruan menamakannya ampibi. Mungkin nama ini -- tak ada hubungannya dengan kendaraan yang bisa jalan di air maupun darat -- menyesatkan. Tapi itulah tebu unggul, suatu harapan baru dalam usaha Indonesia meningkatkan produksi gula. Di BP3G (Balai Penyelidikan Perusahaan Perkebunan Gula), Pasuruan, para ahli tanaman tebu rupanya mulai berhasil menjawab tantangan pemerintah. Tapi BP3G, sesuai dengan sifat pekerjaannya, belum mau gembar-gembor atas hasil penemuannya terakhir. Apalagi masyarakat sedang skeptis melihat harga gula yang semakin naik. Belakangan ini pemerintah terpaksa membeli semua produksi gula dalam negeri -- 1,4 juta ton setahun -- untuk mengendalikan harganya di pasaran. Kebutuhan dalam negeri akan gula jauh lebih besar ketimbang produksinya, hingga tahun lalu, misalnya, Indonesia harus mengimpor 400.000 ton. Sudah ada rencana memperluas kapasitas semua 55 pabrik gula di Jawa. Akibatnya ialah areal persawahan mungkin akan berkurang, jika kebutuhan pabrik itu harus dipenuhi. Di Jawa Tengah saja, menurut Dinas Pertanian provinsi itu pekan lalu, areal persawahan tahun ini akan berkurang 15.000 ha untuk keperluan penanaman tebu. Ps 41 Sementara itu ada pula rencana mendorong pembangunan pabrik gula di luar Jawa. Persoalan ialah mencari bibit tebu yang cocok. Kebun tebu di luar Jawa, sebagian besar tanah tegalan, banyak memakai jenis F (Formosa) 154 atau M (Mauritius) 442, dengan produktivitas rendah -- hanya 1/3 dari bibit yang sama bila ditanam di Jawa. Tanah tegalan di Jawa kini banyak menggunakan bibit Ps (Pasuruan) 41. Bibit Ps 41 sebetulnya kurang tahan kering, walaupun tebunya dikenal paling komersial lantaran tinggi kadar gulanya (12%) dan bisa menghasilkan 865 kwintal tebu/ha. Ps 41, yang kini ditanami di sekitar 1/3 areal kebun tebu yang ada, merupakan suatu penemuan BP3G yang paling berhasil. Tapi ia dianggap tak cocok untuk penanaman di luar Jawa. "Kita harus mencari bibit tebu yang cocok untuk tanah tadah hujan/tegalan di luar Jawa yang umumnya punya kadar kemasaman yang tinggi," ujar Ir. Soedjono Darmodjo, Kepala Bagian Genetika dan Pemuliaan di Pasuruan itu. Tak gampang, tentunya. Dengan program gerak cepatnya, BP3G menyilang beberapa jenis tebu. Tujuan utamanya ialah memperoleh bibit yang penanamannya tidak begitu perlu air, sekaligus tahan lama. Pilihannya jatuh pada tebu jenis Co (Coimbatore, India) 975 sebagai induknya dan Ps 41 sebagai pejantan. Co 975 dipilih karena batangnya yang keras -- diduga lebih tahan hama dan rumpunnya yang banyak. Jenis ini konon di India sendiri sudah tidak banyak dikenal, tapi tetap dalam koleksi balai penelitian di sana. Setelah dilakukan percobaan tiga tahap selama tiga tahun, ditemui ampibi yang unggul itu. BP3G memberikan jenis baru ini kode sementara: BO 653. "Sebentar lagi ia akan diresmikan jadi Ps 56," kata Ir. Mirzawan Puri Dwi Nurtjahjo, staf Bagian Genetika dan Pemuliaan BP3G. Percobaannya dilakukan di 10 tempat, di dan luar Jawa. Di tanah tadah hujan dengan tiada bandar irigasi, atau pun di sawah. Karena itu pula orang Pasuruan menamakannya tebu ampibi. Warna tebu baru ini ungu kemerah-merahan. Bisa diperoleh 90.350 batang per ha dari jenis baru itu, dibanding dengan Ps 41 yang hanya 70.000-an batang. Ia tidak berbunga, sesuatu yang dianggap baik. Hal yang paling mengejutkan para ahli di Pasuruan ialah jenis ampibi bisa menghasilkan 1605 kwintal tebu/ha, dibanding dengan Ps 41 yang hanya 865 kwintal/ha. "Kami sendiri jadi heran," kata Soedjono lagi. "India dikawinkan dengan Pasuruan kok bisa menghasilkan mutu begitu bagus. Semoga bisa jadi kejutan. Dalam percobaan, jenis tebu ampibi per hektar bisa menghasilkan gula 22,4/ ton. Padahal jenis lain dengan hasil 10 ton/ha saja sudah bagus." Jangka waktu tanam sampai panennya lebih singkat. Jenis Mauritius berusia 18 bulan, misalnya, sedangkan ampibi 12 - 14 bulan. Ampibi lebih cocok lagi buat daerah luar Jawa karena penanamannya bisa saja dengan sistem mekanis. Bandingkan, bibit tebu ditanam di sawah selama ini dengan sistem Reynoso yang harus memakai banyak parit pematus yang hanya bisa dikerjakan oleh tenaga manusia. Mengingat areal penanaman tebu yang direncanakan di luar Jawa demikian luas, penggunaan ampibi mungkin terbanyak di antara semua jenis bibit tebu yang ada. Dengan ini, kata Soedjono, "swasembada gula yang diharapkan Indonesia tampaknya semakin dekat."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus