Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Gastrodiplomacy bukan hanya soal upaya memperkenalkan masakan suatu negara kepada publik di negara lain (national branding), tapi juga dengan dasar tujuan penguasaan pasar global.
Indonesia memiliki catatan sejarah bagaimana masakan memiliki posisi strategis dan menjadi bagian dari strategi pembangunan.
Upaya mempopulerkan masakan lokal juga harus diikuti dengan ikhtiar membentuk selera konsumen.
BELAKANGAN ini, pola konsumsi masyarakat Indonesia, khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan, mulai bergeser dari masakan lokal/tradisional ke masakan cepat saji dan makanan internasional. Di hampir seluruh kota di Indonesia, restoran masakan cepat saji atau restoran kuliner asing dapat dengan mudah dijumpai, berbeda dengan restoran masakan lokal yang justru mulai sulit ditemukan.
Kondisi ini menjadi ancaman serius bagi kelestarian masakan lokal. Generasi muda (milenial, gen Z, dan gen alpha) mungkin saat ini lebih familier dengan masakan Korea (kim chi, oden, topokki, kimbab), Jepang (sushi/sashimi, yakiniku, sukiyaki), atau fast food ala Amerika Serikat (fried chicken, burger, sandwich, french fries) dibandingkan dengan masakan lokal.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.