Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAGI-LAGI Kementerian Pertanian membuat program sembrono demi mencapai swasembada daging sapi. Ratusan miliar rupiah dikucurkan untuk mensubsidi bunga kredit pengadaan induk sapi, tapi hasilnya gagal total. Petani menjerit karena sapi ini menghasilkan anak yang cebol. Dana subsidi itu akhirnya cuma menjadi bancakan perusahaan importir induk sapi yang ditunjuk pemerintah.
Dana subsidi untuk mengimpor sapi bunting itu sepintas terdengar indah. Peningkatan populasi sapi perlu dipercepat agar target swasembada daging sapi tercapai pada 2014. Lalu Menteri Pertanian pun menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 40 Tahun 2009 yang menginstruksikan induk sapi diimpor dari Australia. Bunga kredit usaha pembibitan sapi ini disubsidi pemerintah hingga 6,5 persen. Program ini dicita-citakan akan memberi tambahan 200 ribu ekor anak sapi yang lahir.
Program itu ternyata gagal total. Sapi yang dilahirkan sebagian besar bantat. Ukuran bobotnya bahkan masih kalah ketimbang sapi lokal. Sapi Brahman Cross atawa sapi BX yang diimpor rupanya tak cocok diternakkan di lahan sempit dan minim pakan seperti di Jawa. Sapi ini hanya cocok dibiarkan bebas di lahan yang luas, seperti savana, yang banyak terdapat di Australia. Di tahun kedua, peternak juga makin merugi karena sapi betina stres ini tak bisa lagi bunting.
Pantas saja kalau para pakar peternakan dari Institut Pertanian Bogor menuding pemerintah salah kaprah mengimpor sapi BX. Selain butuh lahan luas dan pakan melimpah, sapi berwarna kecokelatan ini tak bisa dipelihara di kawasan pegunungan. Suhu dingin membuat sapi mudah mengalami stres. Hanya sapi-sapi yang dibiarkan lepas di lahan sawit di Sumatera yang bisa tumbuh normal.
Subsidi kredit pembibitan sapi ini sama sekali tidak bermanfaat, malah mendatangkan mudarat. Gara-gara sapi BX, kredit macet petani menggunung. Populasi sapi pun tak bertambah secara signifikan. Padahal kredit yang dikucurkan untuk proyek mercusuar Kementerian Pertanian ini mencapai Rp 509,1 miliar. Artinya, dalam setahun, pemerintah harus "membakar" duit Rp 33 miliar untuk kebijakan subsidi yang ngawur ini.
Ada kecurigaan program ini hanya menguntungkan importir sapi bunting rekanan Kementerian Pertanian, yakni PT Widodo Makmur Perkasa dan PT Lembu Jantan Perkasa. Merekalah yang menikmati dana insentif ini melalui monopoli impor sapi bunting. Kredit yang dicairkan bahkan tak mengalir ke kelompok peternak atau koperasi, tapi langsung masuk ke rekening dua perusahaan tersebut.
Menteri Pertanian Suswono mengakui proyek ini tidak berjalan mulus. Pak Menteri semestinya tak perlu mencari-cari alasan untuk membenarkan kegagalan proyek ini. Ia berdalih kegagalan itu terjadi karena bank-bank pemberi kredit terlalu banyak mengajukan syarat agunan, sehingga 300-an kelompok peternak dan koperasi kesulitan mendapatkan kredit. Padahal yang harus dilakukan justru langkah tegas: segera menghentikan program ini.
Sangat menyedihkan apabila Kementerian Pertanian tak mengetahui sapi BX tak cocok untuk Indonesia. Apa susahnya jika Kementerian melibatkan ahli peternakan dari kampus-kampus atau lembaga penelitian untuk memilih jenis sapi yang cocok. Bila serius ingin mendongkrak jumlah sapi, pemerintah seharusnya bersungguh-sungguh mencari bibit unggul, misalnya menggunakan sapi lokal peranakan Ongole, yang terbukti cocok di Indonesia. Perusahaan yang ditunjuk sebagai pemasok sapi pun seharusnya kredibel, bukan penikmat subsidi kredit yang seharusnya menjadi hak peternak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo