Sukarnoisme tak lain adalah Pancasila. Begitulah pendapat Megawati, ketika putri pertama Sukarno itu menangkis kekhawatiran sementara orang atas kehadirannya di panggung PDI yang akan membawa Sukarnoisme (TEMPO, 25 Desember 1993, Laporan Utama). Pandangan seperti itu terlalu apologis dan bisa mengundang salah tafsir yang jauh terhadap Pancasila. Padahal, bangsa Indonesia sudah sepakat, Pancasila adalah dasar negara dan falsafah hidupnya. Bahkan kini, Pancasila telah menjadi satu- satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Umat Islam sendiri, yang mayoritas di negeri ini, rela menerima Pancasila pada sidang BPUPKI. Kerelaan itu terlihat, misalnya, pada penghapusan tujuh kata pada Preambul UUD 1945. Oleh karena itu, umat Islam tidak ingin Pancasila diseret-seret ke paham yang lain, apa pun paham itu. Tugas utama kita sebagai bangsa adalah mengamalkan Pancasila itu secara murni dan konsekuen. Bahwa Sukarno adalah proklamator dan yang pertama kali mengumandangkan Pancasila, seluruh bangsa ini mengakui dan menghormatinya. Tapi, janganlah jasa bapak bangsa itu diseret ke hal-hal yang sempit. Sukarno adalah milik bangsa Indonesia, bukan milik sekelompok orang. Nah, jika Sukarnoisme kemudian diidentikkan dengan Pancasila, itu akan mengundang banyak kemusykilan, termasuk akan mengungkit ulang sosok bapak bangsa yang kita cintai itu. Untuk Roeslan Abdulgani, tak perlu bangsa ini diajak mengkaji ulang Sukarnoisme kendatipun secara ilmiah. Sebab, dengan kajian ilmiah itu, siapkah kita secara objektif melihat sisi positif dan kekurangan Sukarno? Roeslan, selaku Ketua Tim Penasihat Presiden mengenai Pelaksanaan P4 (sampai November 1993 Red.), seharusnya mengajak dan memberi teladan bagaimana seluruh kekuatan bangsa ini mengamalkan Pancasila secara murni dan konsekuen. Semoga, kita sebagai bangsa tidak lagi surut ke belakang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, demi kepentingan politik yang sempit. Bahwa ada ketidakpuasan terhadap kondisi yang ada, saya sepakat. Tapi, tak perlulah bernostalgia.HAEDARWirobrajan VI/104 Yogyakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini