Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dunia intel kita menyorot mata dan telinga

Perubahan struktur dan kedudukan organisasi bais (badan intelijen dan strategis) berubah. diganti bia (badan intelijen ABRI). sejarah intelijen dan peranan intelijen di Amerika Latin

22 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA hari belakangan ini mulai tersiar kabar burung bahwa akan ada perubahan struktur organisasi intelijen di Indonesia. Evaluasinya, konon, diadakan sejak beberapa bulan lalu. Bahkan, masih kabarnya, konsep penyesuaian organisasi baru lembaga intelijen itu sudah siap diumumkan pekan-pekan ini. Karena ini menyangkut intelijen, tentunya itu tak mudah segera mencuat ke permukaan secara transparan. Namun, disebut-sebut, yang akan mengalami penyempurnaan struktur organisasinya itu adalah Badan Intelijen Strategis alias Bais. Bahkan, menurut seorang pajabat tinggi ABRI, nama penggantinya pun sudah disiapkan, yakni Badan Intelijen ABRI (BIA). Perubahan struktur dan kedudukannya dalam organisasi tentu bisa dibaca bahwa ada perubahan peran lembaga intelijen itu. Format Baru dari Markas Tebet, bagian pertama Laporan Utama ini mencoba menampilkan perkembangan Bais sampai saat ini. Juga disinggung, kenapa badan intelijen ini dianggap begitu berpengaruh dan ditakuti. Mungkin karena ia memang mempunyai jaringan operasi yang lengkap, dan akses khusus ke pemegang kekuasaan, seperti Panglima ABRI, Presiden, atau prestasinya di masa lalu. Sedangkan BIA tampaknya lebih "dipagari" oleh struktur organisasi ABRI itu sendiri. Walaupun begitu, tentunya tak tertutup kemungkinan masih bisa leluasa bergerak seperti pendahulunya, Bais. Tergantung siapa orang yang akan memimpinnya, dan juga perkembangan situasi sosial dan politik di negeri ini. Untuk memberikan perbandingan dengan lembaga intelijen sebelumnya, Anda pun bisa membaca Pasang Surut Intel Kita. Nah, di situ bisa ditemukan sejarah intelijen Indonesia sejak merdeka. Siapa saja tokohnya, dan perannya dalam mewarnai sejarah politik Indonesia. Juga hubungan antarlembaga intelijen yang tak jarang justru saling sikut. Dan persaingan itu kadang menjadi jelas karena mereka berlomba menjadi paling dekat dengan pemegang kekuasaan, terutama Presiden. Untuk memberikan perbandingan dengan perkembangan intelijen kita, bagian ketiga, Empat Konfigurasi Intel, berisi pengamatan pakar politik militer Alfred Stepan dari Amerika Serikat di sejumlah negara berkembang - terutama Amerika Latin. Penciutan peran intelijen bisa dihubungkan dengan perkembangan demokrasi di suatu negara. Jadi, di negara mana pun, demokratis atau otoriter, maju atau berkembang, rupanya intelijen tetap dibutuhkan oleh negara. Dan semuanya itu bergantung pada kehendak yang memegang kekuasaan. Sebab, intelijen ibaratnya cuma "mata dan telinga" dari organisasi yang membawahkannya atau negara itu sendiri. Diperlukan, tapi sangat bergantung pada siapa yang punya.A. Margana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus