BEBERAPA hari belakangan ini mulai tersiar kabar burung bahwa akan ada perubahan struktur organisasi intelijen di Indonesia. Evaluasinya, konon, diadakan sejak beberapa bulan lalu. Bahkan, masih kabarnya, konsep penyesuaian organisasi baru lembaga intelijen itu sudah siap diumumkan pekan-pekan ini. Karena ini menyangkut intelijen, tentunya itu tak mudah segera mencuat ke permukaan secara transparan. Namun, disebut-sebut, yang akan mengalami penyempurnaan struktur organisasinya itu adalah Badan Intelijen Strategis alias Bais. Bahkan, menurut seorang pajabat tinggi ABRI, nama penggantinya pun sudah disiapkan, yakni Badan Intelijen ABRI (BIA). Perubahan struktur dan kedudukannya dalam organisasi tentu bisa dibaca bahwa ada perubahan peran lembaga intelijen itu. Format Baru dari Markas Tebet, bagian pertama Laporan Utama ini mencoba menampilkan perkembangan Bais sampai saat ini. Juga disinggung, kenapa badan intelijen ini dianggap begitu berpengaruh dan ditakuti. Mungkin karena ia memang mempunyai jaringan operasi yang lengkap, dan akses khusus ke pemegang kekuasaan, seperti Panglima ABRI, Presiden, atau prestasinya di masa lalu. Sedangkan BIA tampaknya lebih "dipagari" oleh struktur organisasi ABRI itu sendiri. Walaupun begitu, tentunya tak tertutup kemungkinan masih bisa leluasa bergerak seperti pendahulunya, Bais. Tergantung siapa orang yang akan memimpinnya, dan juga perkembangan situasi sosial dan politik di negeri ini. Untuk memberikan perbandingan dengan lembaga intelijen sebelumnya, Anda pun bisa membaca Pasang Surut Intel Kita. Nah, di situ bisa ditemukan sejarah intelijen Indonesia sejak merdeka. Siapa saja tokohnya, dan perannya dalam mewarnai sejarah politik Indonesia. Juga hubungan antarlembaga intelijen yang tak jarang justru saling sikut. Dan persaingan itu kadang menjadi jelas karena mereka berlomba menjadi paling dekat dengan pemegang kekuasaan, terutama Presiden. Untuk memberikan perbandingan dengan perkembangan intelijen kita, bagian ketiga, Empat Konfigurasi Intel, berisi pengamatan pakar politik militer Alfred Stepan dari Amerika Serikat di sejumlah negara berkembang - terutama Amerika Latin. Penciutan peran intelijen bisa dihubungkan dengan perkembangan demokrasi di suatu negara. Jadi, di negara mana pun, demokratis atau otoriter, maju atau berkembang, rupanya intelijen tetap dibutuhkan oleh negara. Dan semuanya itu bergantung pada kehendak yang memegang kekuasaan. Sebab, intelijen ibaratnya cuma "mata dan telinga" dari organisasi yang membawahkannya atau negara itu sendiri. Diperlukan, tapi sangat bergantung pada siapa yang punya.A. Margana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini