Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Syarat Indonesia jadi Negara Maju

Perekonomian Indonesia dianggap cukup stabil dan sehat. Apakah Indonesia siap menjadi negara maju?

25 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TINGKAT inflasi Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir, hampir selalu lebih rendah daripada tingkat pertumbuhan ekonomi yang rata-rata masih berada pada kisaran 5 persen. Gejolak inflasi memang sempat terjadi pada pada Juni 2022 hingga Mei 2023, di mana tingkat inflasi menembus 4 persen dan beberapa kali di atas 5 persen, tapi kemudian kembali menurun ke level 3 persen.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan kondisi ini, perekonomian Indonesia bisa dianggap dalam kondisi cukup terjaga. Saat pandemi Covid-19 pun, perekonomian kita terbukti menjadi salah satu yang paling stabil di antara negara-negara anggota G20. 

Laju inflasi Indonesia yang cukup stabil itu setidaknya disebabkan tiga faktor. Pertama, disiplin defisit fiskal kurang dari 3 persen per produk domestik bruto (PDB). Defisit ini hanya naik saat Indonesia “menahan” pelemahan ekonomi akibat pandemi. Pelebaran defisit bahkan selesai satu tahun lebih cepat dari rencana tiga tahun. 

Kedua, aktifnya perekonomian digital yang menurunkan biaya transaksi dan ketidakseimbangan informasi antara penjual dan pembeli. Ketiga, ketersediaan infrastruktur yang menghubungkan transportasi darat, laut, udara, dan modernisasi sistem logistik yang memperlancar arus barang dan jasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan kondisi tersebut, apakah cita-cita Indonesia menjadi negara maju dapat tercapai? Salah satu syarat utama untuk mencapai cita-cita ini adalah dengan menaikkan pendapatan per kapita dalam dolar Amerika Serikat sebanyak enam kali lipat dalam 20 tahun ke depan. Indonesia membutuhkan rata-rata pertumbuhan ekonomi minimal 7,5 persen dengan laju inflasi di bawah itu. Perekonomian Indonesia harus lebih baik 1,5 kali dari rentang 20 tahun sebelumnya.

Kemudian tingkat pengangguran terbuka (TPT) perlu turun dari lebih dari 5 persen menjadi 4 persen atau kurang. Proporsi pekerja formal juga perlu meningkat dari 40 persen angkatan kerja yang bekerja menjadi 60 persen. Ketidakefisienan ekonomi (incremental capital output ratio/ICOR) harus turun 67 persen, dari 6,8 menjadi 4,5.

Proporsi manufaktur sebagai tulang punggung ekonomi harus naik dari 20 menjadi 30 persen PDB. Keterbukaan ekonomi harus naik dari 35 menjadi 50 persen. Ketika mampu mencapai target-target ini, rasio pajak per PDB akan naik setidaknya 1,5 kali atau minimal 15 persen per PDB.

Lalu, apa tantangannya? Sejak perekonomian dunia semakin bergeser ke arah digital, sektor manufaktur negara berkembang, terutama yang mengandalkan tenaga manusia, seperti tekstil, alas kaki, makanan, dan minuman, mulai menghadapi persaingan. Bukan hanya dari sesama negara berkembang, tapi juga dari negara maju.

Sejak 2016, otomatisasi mesin produksi kombinasi artificial intelligence (AI) dan 3D printing di negara maju, diperkirakan semakin menyaingi pekerja di negara berkembang. Permintaan produksi dan investasi dari negara maju ke negara berkembang diperkirakan ikut menurun. Dalam ilmu ekonomi, hal ini disebut labor saving technological progress.

Sejak perekonomian global memasuki era chip war atau perang teknologi di tengah pandemi, pola jaringan investasi dan produksi manufaktur dunia ikut berubah. Bergesernya investasi integrated circuits (ICs) elektronik Amerika Serikat ke Malaysia menunjukkan bahwa investasi produksi berdasarkan jaringan pertemanan (friendshoring) adalah fakta.

Dari simulasi global trade analysis project, penulis menemukan bahwa jaringan pertemanan akan menguntungkan kawasan Amerika Utara (USMCA atau Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada). Artinya, penguatan jaringan kawasan (nearshoring) juga bukan cerita kosong. 

Perubahan geopolitik dan geoekonomi pasti mempengaruhi daya saing industri manufaktur Indonesia. Padahal sektor manufaktur adalah tulang punggung ekonomi ketika ingin tumbuh setidaknya 1,5 kali lebih tinggi daripada pertumbuhan saat ini. Maka, ada dua pertanyaan yang perlu dijawab. Pertama, apa yang harus dilakukan Indonesia?

Ada dua cara. Pertama, industri manufaktur Indonesia harus masuk ke dalam jaringan produksi bernilai tambah tinggi. Hitungan penulis menggunakan indikator daya saing komparasi dan kompetisi menunjukkan baik HS-8541 (semikonduktor) maupun HS-8542 (ICs) bukan merupakan kekuatan ekonomi nasional. Indonesia perlu masuk ke dalam jaringan friendshoring ICs Malaysia dan semikonduktor Eropa, terutama Jerman.

Cara kedua, manufaktur lokal bernilai tambah rendah berpeluang melakukan modernisasi alat produksi berbasis teknologi otomatisasi dan informasi (Pingka, 2024). Artinya, peran industri padat karya akan tetap besar sepanjang mengikuti perkembangan teknologi otomatisasi dan informasi.

Berikutnya, pertanyaan kedua, apa saja faktor yang dapat menjaga stabilitas perekonomian Indonesia? Faktor utamanya adalah menjaga tingkat inflasi yang sehat. Disiplin defisit fiskal harus terus dijaga. Ekonomi digital harus terus berperan dan infrastruktur terus memperlancar barang dan jasa. Faktor keduanya adalah membuat kebijakan yang berkualitas. Kebijakan harus dilengkapi dengan analisis dampak baik sebelum, ketika, maupun setelah kebijakan berakhir.

Dua faktor itu harus disertai dengan faktor ketiga: reformasi institusi tanpa henti. Efisiensi ekonomi meningkat bila reformasi birokrasi berjalan terus-menerus. Kemudian faktor keempat adalah berfokus pada multifactor productivity (MFP).

Peningkatan MFP ditentukan oleh intensitas dan kualitas penelitian, pengembangan, inovasi, produktivitas, dan kelestarian lingkungan. Dalam 50 tahun terakhir, posisi Indonesia dalam hal MFP selalu berada di belakang tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Bila ingin tumbuh tinggi, MFP pun harus naik lebih tinggi lagi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus