KANG Maman heran. Dia bukan birokrat. Bukan yang berwajib. Bukan
raden. Bukan pengusaha kuat. Bukan pengusaha lemah. Bukan calon
dewan perwakilan. Bukan penganggur. Bukan wiraswasta. Melihat
Dr. Suparman saja belum. Kang Maman bukan apa-apa dan bukan
siapa-siapa. Andaikata suatu saat dia hilang menguap begitu
saja, tak seorang tetangga ambil pusing. Dia alang-alang di
tengah hutan belantara. Dia tahi gergaji di tengah tumpukan kayu
gelondongan.
Herannya, tak berkeputusan ketimba musibah. Tumitnya keluar
engsel karena terkilir. Anaknya digigit anjing padahal ada lebih
dari 1000 anak-anak seumurnya di kampung. Istrinya dipatil lele
ketika mau masak pecak. Mertuanya menubruk (bukan ditubruk) bemo
selepas sembahyang tarawih selagi kendaraan itu diparkir menurut
aturan yang berlaku.
Lebih herannya lagi, tak henti-hentinya sejak bulan April
diguyur abu letupan gunung sehingga keluarganya sepintas lalu
tampak cokelat kelabu, seperti rombongan itik. Tetumbuhannya
kaget kemudian kejang. Gentengnya merosot tak tahan beban. Apa
salahku ya Tuhan sampai begini nian cobaan dariMu? Bukankah
masih banyak gunung berapi berserakan di bumi ini, kenapa yang
meletup-letup selalu yang di ujung hidungku?
Sidang pembaca jangan ikut-ikut heran. Oleh dokter mancanegara
-- dia kurang percaya dokter domestik -- Kang Maman sudah
dipastikan punya kelainan organik dalam otaknya. Dia terkena
syndromedementia. Namanya saja dokter mancanegara, keterangan
terperinci amatlah ruwet ditulis. Cerebral arteriosclerosis,
senile psychoses, dan tetek-bengek lainnya. Pokoknya, daya
ingatnya kacau-balau, daya tanggap tumpul, absurd. Untung belum
gawat benar sehingga masih tahu dia bahwa namanya Kang Maman.
Bukan Kang lainnya.
Masih tahu gunung yang meletup-letup itu namanya Galunggung,
diguyur abu sejak April, keluarganya seperti rombongan itik,
tumbuhan kejang dan genteng merosot, Majlis Ulama minta supaya
manusia insaf dan jangan besar kepala, bencana alam yang
berantai pasti ada apa-apanya di belakang (atau di muka).
Yang dia tak bisa ingat hanyalah soal-soal kecil. Misalnya bahwa
dia benar seorang birokrat eselon baik. Dia benar seorang
tergolong yang berwajib. Dia memang raden tulen. Dia memang
pengusaha kuat sekaligus pengusaha lemah, tergantung keperluan.
Dia memang calon dewan perwakilan. Dia memang penganggur bila
tugas memerintahkannya. Dia memang wiraswasta menurut
pengertiannya sendiri. Dan dia memang pernah lihat Dr. Suparman,
setidaknya di layar televisi. Kang Maman adalah apa-apa. Kang
Maman adalah siapa-siapa. Dia hutan itu sendiri. Dia kayu
gelondongan itu sendiri.
Satu hari -- tanpa peduli sisa sakit patilan lele -- istrinya
melolong-lolong datang ke dokter Puskesmas. Kang Maman sudah
gawat benar. Pintu rumah tiap lima menit diperiksa, takut
dirampok. Emas permata dititipkan ke tukang nasi uduk karena dia
sudah tidak percaya kepada orang rumah. Buku di rak dibelah dua
hingga tampak lebih banyak dan lebih intelektual. Enggan ke
kantor khawatir dikerubuti pengemis. Ragu main golf karena cemas
diterkam harimau.
+ Sakit apaan itu dokter Puskesmas?
- Mau sebutan yang susah apa yang gampang?
+ Kang Maman suami saya biar bagian yang susah, saya bagian yang
gampang.
- Namanya kena Syndrome Galunggung, jeng.
+ Apaan itu?
- Sebagian karena kerusakan di otak, sebagian karena kebanyakan
mau, sebagian karena kesedikitan malu, sebagian karena luber
dosa. Sisanya nasib.
+ Apa bisa sembuh, dokter?
- Insya Allah. Asal tidur cukup dan tahu diri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini