Setelah membaca tulisan Saudara Abdul Haris Boogies, "Tasawuf: Melenyapkan Kreativitas Berpikir" (TEMPO, 6 Juli 1991, Komentar), saya berani menyimpulkan bahwa telah terjadi pemahaman salah kaprah pada diri Abdul Haris Boogies dalam memahami esensi tasawuf. Pada hakikatnya, tasawuf adalah dimensi kehidupan dalam Islam yang berlandasan pada moral. Itu pernah diucapkan Nuri (seorang tokoh sufi): "Tasawuf tidak tersusun dari praktek dan ilmu, tetapi ia merupakan moral. Dan siapa pun yang melebihimu dalam nilai moral, berarti dia melebihimu dalam tasawuf." Bertolak dari pengertian itu, tidak layak rasanya jika tasawuf dikaitkan dengan kreativitas berpikir (kecerdasan otak). Tasawuf dapat dikatakan sebagai semangat Islam, mengingat semua hukum Islam pada hakikatnya berlandasan moral. Dalam Quran, banyak ayat yang mendorong pada keluhuran moral. Di antaranya surat Al Ankabut 69: "Dan siapa-siapa yang berjihad untuk (mencari keridhaan). Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang bermoral luhur." Nabi juga mengatakan: "Seorang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik moralnya." Jadi, begitu pentingnya posisi moral dalam Islam. Melihat itu adalah sah saja jika banyak mahasiswa terpanggil mempraktekkan tasawuf dalam kehidupannya. Siapa pun tahu, tidak sulit menimba berbagai ilmu lewat buku- buku, tapi untuk memiliki moral yang baik, harus melalui perjuangan yang sulit. Sebab, moral yang baik itu adalah hasil dari menjalankan praktek-praktek yang berat, terutama dalam hal memerangi hawa nafsunya. Jika ia lulus, hal itu akan membuatnya selalu konsisten pada kebenaran. Yang menarik dalam tulisan Abdul Haris Boogies itu adalah, "Karena para sufi cenderung mengasah emosi untuk kepentingan diri sendiri. Sifat toleransi kepada sesama manusia seakan digadaikan hanya untuk rasa egoistis belaka." Ini menunjukkan bahwa Abdul Haris Boogies dangkal dalam tasawuf. Betapa tidak. Sebab, dalam tasawuf sendiri ada ajaran tentang falsafah keseimbangan hidup: "Jika engkau terlampau banyak memikirkan dirimu sendiri, maka engkau tidak akan dapat memikirkan manusia secara benar. Sebaliknya, jika engkau terlampau banyak memikirkan orang lain, maka engkau tidak akan dapat memikirkan kegiatan-kegiatanmu dengan sepantasnya." ERWIN, S.H. Biro Konsultan Logika Kreatif Jalan Bubu 151 B Medan 20222
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini