Kami ingin menanggapi tulisan "Ralat di Babak Kedua" (TEMPO, 27 Juli 1991, Nasional) sebagai berikut: 1. Adalah tidak benar berita yang mengatakan, Dirjen Pengusahaan Hutan Departemen Kehutanan, dalam pertemuan antara Direksi Barito dan Dayak Besar, membacakan denda yang harus ditanggung perusahaan HPH Barito. Juga tidak benar bahwa perusahaan milik konglomerat Prayogo Pangestu didenda Rp 11,2 milyar karena menebang kayu di hutan milik PT Dayak Besar Vincent dan hutan negara. 2. Memang benar, 15 Juli 1991, diadakan rapat khusus di Gedung Manggala Wanabakti. Namun, dalam rapat itu, belum ada perhitungan berapa besarnya denda penebangan. Sehingga, Dirjen Pengusahaan Hutan tidak pernah membacakan vonis denda kepada PT Barito. 3. Tulisan yang mengatakan bahwa tiga hari kemudian, Djamaloedin tiba-tiba mengatakan bahwa denda itu belum final. Kiranya, berita itu perlu diluruskan karena memang Dirjen Pengusahaan Hutan tidak pernah memutuskan atau membacakan denda itu. 4. Demikian pula isi berita yang mengatakan bahwa pihak Barito memiliki HPH seluas lima juta hektare adalah tidak benar. Berdasarkan data yang ada di Departemen Kehutanan, areal terbesar yang diusahakan oleh satu grup HPH adalah seluas 2,7 juta hektare. IR. HARSONO Plt. Kepala Biro Humas Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan Gedung Manggala Wanabakti Jalan Gatot Subroto Jakarta - 10270 * 1. Informasi tentang pembicaraan itu kami dapat dari sebuah sumber HPH. Dalam rapat itu, disebutkan bahwa Dirjen Pengusahaan Hutan menyebutkan besarnya denda yang harus dibayar PT Barito Pasifik. 2. Kami tak menyebutkan luas HPH Barito lima juta hektare, tapi investasi yang ditanam untuk HTI di Prabumulih Rp 5 trilyun. Data itu kami peroleh dari beberapa sumber -- Redaksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini