Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Presiden Joko Widodo semestinya menyadari bahwa terungkapnya desa fiktif atau siluman amatlah memalukan. Pejabat Kementerian Dalam Negeri boleh saja berupaya menghaluskan praktik kotor itu dengan istilah desa cacat administratif. Yang jelas, penyelewengan sudah terjadi dan pemerintah pusat kebobolan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Temuan tim Kemendagri jelas membuktikan bahwa sinyalemen yang sebelumnya disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bukanlah isapan jempol. Temuan itu memang bukan desa yang benar-benar fiktif atau kosong melompong tanpa penduduk. Tapi terungkapnya sejumlah desa yang dibentuk tidak sesuai dengan prosedur dan sebagian telanjur menerima dana desa jelas amat memprihatinkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pembentukan desa yang serampangan itu terjadi di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Tim Kemendagri menemukan sebanyak 56 desa cacat hukum karena dibentuk lewat perubahan peraturan pemerintah daerah yang melanggar prosedur pada 2011. Setelah melakukan verifikasi, tim ini menyimpulkan bahwa 34 desa telah memenuhi syarat. Adapun 18 desa masih perlu pembenahan dan empat desa perlu dievaluasi.
Keempat desa yang bermasalah itu adalah Arombu, Lerehoma, Wiau, dan Napooha. Total alokasi dana untuk keempat desa itu selama tiga tahun terakhir mencapai Rp 9,3 miliar, tapi dana yang sudah telanjur dikucurkan sebesar Rp 4,4 miliar.
Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri tidak boleh cuci tangan atas kekacauan tersebut. Direktorat ini seharusnya memverifikasi semua pembentukan desa baru. Nyatanya, keempat desa yang telanjur mendapat kucuran duit tersebut telah masuk dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Administrasi Pemerintah.
Data desa dalam permendagri itu merupakan dokumen sah yang selama ini menjadi dasar banyak urusan pemerintahan, termasuk perencanaan dan alokasi anggaran negara. Itu sebabnya, kekeliruan dalam memverifikasi pembentukan desa baru bukanlah kesalahan sepele.
Sungguh aneh pula Kemendagri seolah-olah berusaha memutihkan sebagian besar bentukan desa baru di Kabupaten Konawe. Soalnya, sesuai dengan data Badan Pusat Statistik, banyak desa di sana berpenduduk kurang dari seratus jiwa, jauh di bawah syarat yang diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Untuk wilayah Sulawesi Tenggara, syarat minimal jumlah penduduk bagi desa baru adalah 2.000 jiwa.
Demi mengakali syarat itu, Kabupaten Konawe diduga memanipulasi pembentukan desa baru itu sehingga seolah-seolah sudah dilakukan sebelum terbit UU Desa. Kepolisian semestinya mengusut tuntas hal ini dan menyeret pejabat yang terlibat ke pengadilan. Kasus Konawe tidak hanya menyangkut manipulasi administrasi pemerintahan, tapi juga ada indikasi korupsi dana desa.
Presiden Jokowi seharusnya memerintahkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian segera memperluas pengusutan masalah serupa di provinsi lain. Jangan-jangan di wilayah lain banyak pula desa yang dibentuk secara serampangan. Menteri Dalam Negeri semestinya pula mencopot pejabat yang teledor memverifikasi pembentukan desa baru di Sulawesi Tenggara itu.
Catatan:
Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 20 November 2019