Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sosok RBG jauh lebih besar daripada kehidupan nyata. Untuk memasukkan dan melipat hidup dan perjuangan Ruth Bader Ginsburg ke dalam 120 menit memang sebuah tantangan besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tetapi sutradara Mimi Leder (The Peacemaker, 1997) paham bahwa memotret sosok besar Ruth Bader Ginsburg yang bertahun-tahun berupaya mengubah pasal-pasal yang diskriminatif di dalam hukum AS harus membuat keputusan: film akan difokuskan pada saat Ruth dewasa menghadapi perlakuan diskriminatif itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti film Lincoln (Steven Spielbirg, 2012), Mimi Leder juga memilih drama tiga babak ini pada saat sang pahlawan sudah dewasa. Tidak ada masa kelahiran, masa kanak-kanak atau remaja. Kita langsung berkenalan dengan Ruth Bader, yang sudah menikah dengan Martin Ginsburg, yang baru saja diterima di Harvard Law School. Karena itu tahun 1950-an, harus diingat bahwa Ruth adalah satu dari Sembilan perempuan yang diterima di Harvard Law School di antara 500 orang lainnya. Tidak heran jika saat undangan makan malam, Dekan Hukum Erwin Griswold (Sam Waterston) bertanya kepada para mahasiswa perempuan ‘mengapa kalian berminat menempuh pendidikan di Harvard Law School’, karena saya perlu tahu mengapa saya harus memberikan kursi ini kepada kalian daripada kepada para lelaki.’
Ucapan-ucapan diskriminatif seperti ini, percayalah, bahkan masih ada sampai sekarang meski undang-undang sudah menyatakan perempuan dan lelaki mempunyai hak setara. Ruth muda, bertubuh kecil, gugup dan jenius memberikan jawaban yang seadanya karena dia tahu Griswold sebetulnya merendahkan kemampuan perempuan. Di rumah, di mana Ruth dan Martin menjalankan kebahagiaan rumah tangga yang kompak, Ruth berterus terang betapa Harvard yang seharusnya progresif masih terdiri dari pimpinan lelaki yang seksis dan diskriminatif.
Felicity Jones dan Armie Hammer dalam film On The Basis of Sex (IMDb)
Baik dan Ruth maupun Martin sama-sama tahu, kesetaraan itu bukan hanya dimulai dari kesadaran sosial, tetapi lebih penting lagi dari sisi hukum. Sambil kuliah, dan merawat suaminya yang baru saja didiagnosa kanker—hingga Ruth sekaligus menghadiri dan mencatat bahan kuliah suaminya yang sudah lebih senior daripadanya –Ruth memang seorang perempuan super. Seperti juga para sarjana hukum perempuan di masanya, Ruth tak diterima di kantor pengacara manapun karena gender. Di jaman itu, mereka lebih menyukai pengacara lelaki.
Akibatnya Ruth memilih untuk mengajar. Menjadi dosen artinya menggoncang pemikiran mahasiswa perempuan (dan lelaki) di jamannya. Dan dia berhasil. Pada saat itu, Ruth memperkenalkan kelasnya pada kasus diskriminasi yang selama ini diperjuangkan pengacara dan aktivis terkemuka Dorothy Kenyon yang sayangnya masih selalu ditolak oleh pengadilan.
Martin kemudian menemukan sebuah celah untuk perjuangan yang dirindukan Ruth: mencari celah dalam memperjuangkan kesetaraan perempuan dan lelaki baik dalam pekerjaan, gaji dan segalanya. Adalah Charles Moritz (Christian Mulkey) seorang lelaki paruh baya, yang belum menikah dan seumur hidupnya mengurus ibunya yang sakit-sakitan. Moritz terlibat pertikaian dengan pegawai pajak, karena IRS (kantor pajak AS) menolak memberikan pengurangan pajak untuk Moritz dengan alasan karena di dalam undang-undang perawatan yang memperoleh pengurangan pajak hanyalah perempuan (dengan asumsi perawat orangtua rata-rata perempuan). Ini memang ironis, karena sebetulnya pasal tersebut diskriminatif pada lelaki. Tetapi dalam pemikiran Ruth dan Martin Ginsberg, bila mereka bisa berhasil merombak pasal tersebut, maka itu akan jadi preseden dan semua pasal-pasal lainnya yang jumlahnya ratusan itu.
Tentu saja baik dalam hidup nyata maupun di dalam film, Ruth harus melalui begitu banyak tantangan. Bukan saja para hakim terdiri dari lelaki semua, tetapi bahkan Ketua American Civil Liberties Union Mel Wulf (Justin Theroux), juga tak yakin akan kemampuan Ruth yang dianggap tidak berpengalaman berdebat di pengadilan.
Adegan drama pengadilan tentu saja menjadi klimaks yang panjang dan sudah diketahui hasilnya, bagi mereka yang menyadari betapa kesetaraan perempuan dan lelaki dalak kehidupan keseharian dan profesi salah satunya adalah hasil gebrakan perempuan superhero RBG (demikian panggilan ‘sayang’nya).
Dari sisi sinematik yang skenarionya ditulis oleh kerabat RBG sendiri, kita kemudian mahfum bahwa gambaran tantangan Rurth lebih banyak difokuskan kepada perjuangannya sebagai seorang feminis. Rumah tangga yang luar biasa harmonis itu tak pernah sedikit pun diguncang prahara asmara apapun karena kanker yang menyerang Martin adalah tantangan yang berhasil mereka atasi.
Bagaimanapun, film ini tetap menarik dan penting bagi mereka yang tak paham feminisme dan tak tahu bahwa para feminis yang berjuang agar perempuan bisa mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang setara dengan lelaki.
ON THE BASIS OF SEX
Sutradara: Mimi Leder
Skenario: Daniel Stiepleman
Pemain: Felicity Jones, Armie Hammer, Justin Theroux, Sam Waterston, Kathy Bates