Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Terorisme dan Sikap Kita

3 Maret 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Vedi R. Hadiz Staf pengajar Department of Sociology, National University of Singapore BANYAK orang di Indonesia menjadi marah karena pernyataan Menteri Senior Singapura, Lee Kuan Yew, mengenai adanya dedengkot-dedengkot teroris yang belum terjamah di Indonesia. Sebenarnya, pejabat tinggi Amerika, Paul Wolfowitz, pernah menyatakan hal yang kurang-lebih sama, tapi reaksi dari dalam Indonesia tidak seingar-bingar reaksi terhadap pernyataan Lee. Banyak orang marah karena Lee dianggap mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Ada yang bereaksi dengan meminta Lee dan Singapura memberikan bukti yang konkret. Ada yang menyesali bahwa pernyataannya akan membuat investor berpaling dari Indonesia. Ada juga yang mengatakan bahwa Singapura telah menjadi corong dari kepentingan Amerika. Malah ada yang berdemo dan membakar bendera Singapura. Singkatnya, rasa nasionalisme orang Indonesia terasa dilukai. Pernyataan Lee yang terkesan agak off the cuff (spontan) itu sebenarnya dilatarbelakangi beberapa perkembangan di Singapura sendiri. Baru-baru ini sejumlah orang ditangkap di bawah Internal Security Act (ISA) karena diketahui merencanakan kegiatan teror di Singapura. Televisi Singapura sempat menayangkan video rekaman kelompok ini yang berisikan rencana mereka meledakkan bom di suatu tempat. Lebih jauh lagi, di Singapura dikatakan bahwa jaringan orang-orang ini meluas hingga ke Indonesia, tempat sejumlah tokoh kunci masih bermukim. Buat negeri kecil seperti Singapura, tempat kerusuhan dan aksi teror merupakan sesuatu yang sudah lama menjadi barang asing, perkembangan ini ternyata cukup menakutkan. Hal utama yang akan saya sampaikan dalam tulisan ini adalah bangsa Indonesia tidak perlu terlalu dipusingkan oleh pernyataan-pernyataan di atas?walaupun berasal dari orang sekaliber Wolfowitz atau Lee. Masing-masing tentu punya kepentingannya sendiri?Wolfowitz membunyikan genderang "perang Amerika terhadap teror" dan Lee menyuarakan kekhawatiran orang Singapura mengenai kemungkinan terjadinya aksi teror di negeri mini ini setelah terungkapnya kegiatan kelompok Jamaah Islamiyah. Kita?bangsa Indonesia?mempunyai kepentingan sendiri untuk menumpas aksi teror yang dilakukan di dalam wilayah Republik Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat Indonesia pun diresahkan oleh kasus peledakan bom di berbagai gedung, gereja, rumah sakit, dan tempat lain yang hingga kini belum terungkap secara tuntas. Artinya, siapa yang bertanggung jawab terhadap kasus-kasus ini, siapa yang mendanai, dan apa motif mereka, sampai sekarang, belum diketahui oleh masyarakat luas. Bahkan boleh dikatakan kasus-kasus tersebut, untuk sebagian besar, terasa mengambang. Dengan kata lain, terlepas dari kritik-kritik dari luar negeri, yang oleh beberapa pihak dianggap melukai harga diri bangsa Indonesia, kita perlu mengungkap kasus teror semacam ini sampai ke akarnya demi kepentingan kita sendiri. Modal asing lari dari Indonesia bukan karena pernyataan Lee, melainkan karena mereka sudah lama menganggap Indonesia sebagai tempat yang kurang aman. Mereka pergi, untuk sebagian, karena di sini orang bisa melakukan hal seperti meledakkan bom tanpa banyak risiko ditangkap. Kekhawatiran saya, karena kita sibuk dengan sentimen nasionalisme yang dalam kasus ini agak salah tempat, kita melupakan kenyataan bahwa orang-orang yang melukai bahkan membunuh orang yang tidak bersalah dengan meledakkan bom di tempat yang ramai perlu ditangkap dan dihukum. Bahkan perlu diusut apakah orang-orang yang melakukan hal ini terkait secara langsung atau tidak dengan kelompok politik tertentu di dalam negeri yang mampu menyediakan sumber dana dan infrastruktur lain yang diperlukan untuk menebar teror. Apakah ledakan-ledakan bom ini merupakan bagian dari permainan politik sebagian elite atau kekuatan politik lama, misalnya. Kekhawatiran saya yang lain adalah pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penderitaan orang Indonesia sendiri justru berhasil berlindung di balik kobaran nasionalisme yang salah tempat ini, guna menghindari pengusutan, penangkapan, dan hukuman. Yang rugi adalah mayoritas bangsa Indonesia yang tidak bersalah tapi potensial menjadi korban dari aksi mereka sewaktu-waktu. Di samping itu, menurut saya, adalah sangat menyesatkan untuk mengklaim bahwa pengusutan tidak bisa dilakukan di Indonesia karena kita tidak mempunyai perangkat ISA ala Singapura atau Malaysia, yang memungkinkan penangkapan orang untuk waktu tertentu tanpa perlu melalui proses peradilan. Sebagai bangsa, kita sudah terlalu menderita di masa lalu oleh penyalahgunaan wewenang pihak penguasa ataupun aparat keamanan. Sangat ironis kalau sekarang dikatakan bahwa aparat keamanan memerlukan wewenang yang lebih luas. Singkatnya, dengan adanya niat, dan tanpa ada rintangan yang bersifat politis, aparat keamanan kita sewajarnya diharapkan mampu mengusut kasus-kasus ledakan bom yang hingga kini?untuk se-bagian besar?sepertinya dilakukan oleh siluman belaka. Ironisnya, Amerika Serikat sendiri agaknya "menerima" argumen terbatasnya kemampuan aparat keamanan kita. Mereka sedang berpikir untuk melanjutkan kembali program-program bantuan terhadap militer Indonesia yang diputus di masa lalu karena kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia?demi memperkuat "kampanye" Negeri Abang Sam ini terhadap terorisme yang kerap dibumbui oleh retorika nasionalisme mereka sendiri yang sungguh menggelikan. Padahal besar kemungkinan pihak-pihak dalam militer Indonesia yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut--yang dilakukan terhadap rakyat kita sendiri?tidak pernah akan merasakan hukuman atas perbuatan mereka di masa lalu. Akhir kata, sebagai suatu bangsa, janganlah kita membiarkan orang-orang yang bertanggung jawab atas tindak kekerasan yang dilakukan terhadap bangsa kita sendiri berlindung di balik mobilisasi sentimen nasionalisme yang salah tempat. Sebab, mereka memang betul-betul teroris.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus