Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Transitlah Bila Perlu

24 November 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sapto Nugroho

  • Redaktur Bahasa Tempo

    KETIKA ditantang keong untuk adu balap dengannya, kancil mengernyitkan dahi. Bagaimana mungkin keong yang jalannya hanya sekitar 500 meter per jam menantang kancil yang sanggup berlari 30 kilometer per jam. Untuk sekadar menyusul satu lompatan kecil kancil saja, dibutuhkan waktu satu menit bagi keong. Namun, akhirnya, dengan tinggi hati kancil menerima tantangan itu.

    Ternyata keong sudah memiliki strategi yang bisa dikatakan culas tapi jitu. Dia ajak teman-temannya berbaris tapi ngumpet di pinggir sungai, dan keong yang beberapa jengkal di depan kancil bertugas nongol sedikit untuk mengucapkan ”ya aku di sini” ketika kancil bertanya.

    Mungkin kiat semacam inilah yang seharusnya ditiru untuk melawan musuh yang mustahil dikalahkan. Kita harus tahu persis kelemahan kita dan kekuatan lawan untuk mengatur strategi menuju kemenangan. Kiat ini dijamin tidak merugikan pihak yang tidak berkepentingan dan tidak bersifat merusak.

    Lantas apa hubungannya dengan bahasa? Ada dong. Kita ibaratkan bahasa Indonesia itu keong, dan serangan bahasa asing, terutama Inggris, itu kancil. Daripada kita tergopoh-gopoh sambil menggerutu melihat serbuan bahasa asing yang memang tidak bisa kita cegah, sebaiknya kita lihat dulu kelemahan kita.

    Sudah berkali-kali media cetak menurunkan ulasan atau kolom yang mengimbau agar kita berbahasa dengan benar. Misalnya dalam hal penggunaan awalan, tentang seluk-beluk kata, atau tentang bahasa hukum dan bahasa lirik lagu.

    Satu yang belum begitu banyak dibahas adalah ihwal kalimat transitif dan intransitif. Mungkin karena topik ini terlalu rumit dan panjang untuk dijelaskan, meski bisa saja disederhanakan. Dalam cerita di atas, misalnya, ”Kancil mengernyitkan dahi” adalah kalimat transitif. Sedangkan ”Kancil mengernyit” adalah kalimat intransitif. Yang transitif dan intransitif dibedakan dengan pemakaian obyek langsung (”dahi” dalam kalimat di atas) dan obyek tidak langsung, bahkan tanpa obyek sama sekali (”Kancil mengernyit”).

    Bagi yang belum terbiasa, ini memang rada membingungkan. Memang ada kata-kata tertentu yang sulit dibedakan atau memang bisa dipakai di dua jenis, tapi ada juga yang jelas. Kita ambil yang jelas-jelas saja dulu.

    Kalau orang mengatakan ”Saya akan berbicara keong”, tentu Anda akan bingung. Membingungkan karena kalimatnya tidak lengkap sehingga bisa ditafsirkan ”berbicara kepada keong” atau ”berbicara tentang keong”. Tapi kalimat ”Saya akan membicarakan keong” tidak mendua arti. Jelaslah, yang terdahulu adalah kalimat intransitif (dengan obyek tidak langsung), dan yang belakangan adalah kalimat transitif. Maka, secara bahasa akan salah, meski artinya bisa dimengerti, apabila contoh kalimat kedua dipaksa menjadi ”Saya akan membicarakan tentang keong”.

    Salah apa ”Saya akan membicarakan tentang keong” itu. Ya, dalam kalimat di atas, ”membicarakan” adalah verba transitif (sehingga obyeknya langsung). Tidak dibutuhkan kata penghubung (tentang, dengan, mengenai, dll) dalam kalimat jenis ini. Kalau Anda ngotot ingin memakai kata ”tentang” karena yang dibicarakan bukan hanya keong tapi juga hal-hal lainnya di sekitar keong, kalimat yang benar haruslah ”Saya akan membicarakan soal (ihwal, perihal) keong”.

    Dalam kalimat intransitif pun tidak boleh ada paksaan. ”Saya akan berbicara tentang keong” tidak boleh dikatakan dengan ”Saya akan berbicara soal keong.” Pasalnya ”soal” adalah kata benda, bukan kata penghubung.

    Dalam bahasa kancil, eh, bahasa Inggris, hal seperti ini sudah baku. Kalimat yang mengandung verba intransitif, misalnya, ”talk about snail”, tidak pernah diucapkan ”talk snail”. Sedangkan kalimat transitif ”I love you” tidak bisa dipaksa menjadi ”I love to you”. Namun, biarlah itu menjadi salah satu kekuatan mereka.

    Kembali ke bahasa Indonesia. Cara lain mengubah kalimat intransitif—selain dengan akhiran ”-kan” seperti ”mengernyitkan” di atas—adalah dengan menambah akhiran ”-i”. Kalimat ”Gerombolan keong membanjir” bisa ditransitifkan menjadi ”Gerombolan keong membanjiri tepi sungai”.

    Tentu ini hanya pengetahuan dasar tentang ketransitifan. Diperlukan uraian yang lebih panjang untuk membahas tuntas topik ini. Namun justru di sinilah kelemahan kita. Hal-hal yang mendasar pun masih luput dari perhatian kita. Begitulah, jika sendiri, keong tak mungkin menang menghadapi kancil.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus