Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
THE EDGE OF LOVE
Sutradara: John Maybury
Skenario: Sharmn Macdonald
Pemain: Keira Knightley, Sienna Miller, Cillian Murphy, Matthew Rhys
Not for the proud man apart
From the raging moon I write
On these spindrift pages
Nor for the towering dead
With their nightingales and psalms
But for the lovers, their arms
Round the griefs of the ages
Who pay no praise or wages
Nor heed my craft or art
Dylan Thomas,
In My Craft or Sullen Art
"KAU tak menulis puisi tentang aku lagi,” kata Caitlin, istri Dylan, dengan wajah rusuh, di atas tempat tidur yang terasa begitu dingin. Dylan Thomas sibuk dengan kata, kata, kata sembari menyadari Vera Phillips kini tengah bercinta dengan serdadu itu.
Dylan Thomas (Matthew Rhys), penyair asal Wales itu, bertemu lagi dengan Vera Phillips (Keira Knightley), kawan masa kecilnya yang jelita, setelah belasan tahun terpisah, di bawah dentuman meriam Perang Dunia II di London. Vera menjadi penyanyi dengan suara seperti sutra. Pertemuan yang semula dibangun di atas harapan ”reuni masa remaja” itu kandas karena ternyata Dylan, si penyair sinting, sudah menikah dengan Caitlin MacNamara (Sienna Miller), perempuan blonda, cerdas, dan bebas. Ketiganya kemudian menjadi kawan yang memiliki hubungan yang aneh. Caitlin, yang tentu saja semula cemburu karena suaminya dulu pernah bercinta dengan Vera di masa remajanya, ternyata malah menjalin persahabatan erat dengan Vera.
Kedatangan Kapten William Cillick (Cillian Murphy), tentara yang mencintai Vera sepenuh hatinya, melahirkan rasa tak nyaman dan cemburu luar biasa dalam diri Dylan. Untuk Dylan —yang tidur dengan banyak perempuan, sementara sang istri juga tetap tidur dengan lelaki lain —Vera adalah teritorinya yang tak boleh disentuh lelaki lain. Ketika akhirnya Cillick dikirim ke medan perang, bisa dibayangkan apa yang terjadi tatkala Vera hamil dan hanya didampingi kedua kawannya. Yang satu Dylan Thomas, seorang penyair yang akrab dengan alkohol, dan yang lain Caitlin, sahabat yang sangat tidak stabil jiwanya.
Kisah cinta segi empat yang digambarkan dengan suasana muram dengan latar belakang Perang Dunia II ini mengambil sepenggal kehidupan penyair terkemuka Dylan Thomas dan menafsirkannya dengan bebas. Matthew Rhys, yang dikenal penonton televisi melalui perannya sebagai Kevin Walker dalam serial Brothers and Sisters, memang berhasil menggambarkan Dylan, the lover, lelaki dengan berbagai perempuan, yang toh tetap menggebu-gebu bercinta dengan istrinya. Namun Dylan sebagai penyair hanya disisipkan segelintir. Ada beberapa puisinya yang dibacakan dengan teknik voice-over (bahkan oleh suara asli Dylan Thomas yang sangat dikenal penggemarnya: serak dan penuh karisma), termasuk puisi In My Craft or Sullen Art. Proses penciptaan atau bahkan ketergantungan Dylan terhadap alkohol (yang sudah menjadi identitas Dylan Thomas) tampaknya sengaja digambarkan sekilas karena film ini lebih menekankan kompleksitas percintaan Dylan dengan para wanita di sekelilingnya.
Dengan demikian tak mengherankan bila Sienna Miller dan Keira Knightley malah menjadi bintang bersinar dalam film ini. Sienna Miller sebagai Caitlin yang tidak stabil, meski mengingatkan kita pada perannya dalam film The Factory Girl, tampil dahsyat. Ia adalah istri beranak tiga, bersuami pemabuk dan hidup sebagai parasit dari perempuan-perempuan yang ditidurinya. Keira Knightley adalah istri tentara yang tampaknya selalu mencoba menekan cintanya yang terus-menerus tumbuh untuk penyair sinting itu.
Tetapi adegan akhir pada saat Dylan Thomas memperlihatkan kekerdilannya di pengadilan, ketika dia memberikan kesaksian yang memberatkan William Cillick, di situlah kita mengucapkan selamat jalan pada penyair itu. Dia berperangai buruk dan bahkan keji. Tapi dia memang penyair dahsyat. Bagaimana kedua hal itu bisa bergabung dalam satu tubuh yang sama?
”Karena kau adalah bintang di langitku,” kata Dylan ketika Vera bertanya mengapa Dylan tega memberikan kesaksian yang buruk bagi suami Vera. ”Kalau suamiku masuk penjara, aku tak akan pernah memaafkanmu,” kata Vera yang setia.
Kita bisa terpesona pada karisma, pada kebesaran seorang penyair. Tapi tak berarti kita harus jatuh cinta.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo