Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putu Setia
@mpujayaprema
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gedung Dewan Perwakilan Rakyat serasa menjadi tempat hajatan pengantin. Orang datang dengan pakaian terbaiknya. Penyanyi Mulan Jameela mengenakan busana yang sulit saya terka modelnya. Saya bukan pengamat mode. Awalnya saya mengira orang yang datang ke Senayan itu berbusana apa yang selama ini disebut "busana nasional", lazimnya kalau ada upacara kenegaraan. Yakni, lelaki memakai jas lengkap, yang perempuan memakai kain dengan atasan kebaya atau baju kurung disertai rambut yang diikat atau disanggul jika tidak berhijab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Acara ini merupakan pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah, yang keduanya jika digabung menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat. Mulan Jameela adalah satu dari 14 artis yang akan duduk di kursi DPR.
Ada 575 orang yang duduk di DPR mewakili 9 partai politik dan 136 anggota DPD mewakili 34 provinsi. Jumlahnya menjadi 711 orang, dan itu yang disebut MPR. Mereka hadir saat mengucapkan sumpah jabatan. Keluarga mereka pun diajak serta. Politikus NasDem dari Jawa Timur, Lola Fadil, bahkan membawa ketiga istrinya ke acara pelantikan itu. Maklum, ini acara penting, harus adil kepada ketiga istrinya. Ada pula yang membawa ayah dan ibunya. Ini yang membuat acara kenegaraan bak pesta pengantin.
Pelantikan selesai pada siang hari. Malamnya, sidang paripurna MPR dengan agenda pelantikan pimpinan DPR. Dari 711 anggota MPR, hanya 376 yang hadir. Jadi, ada 335 anggota MPR membolos, termasuk ketua sementara Sabam Sirait-ini politikus PDI Perjuangan yang sejak era Pak Harto sudah menjadi langganan di Senayan. Sidang lalu dipimpin Hillary Brigitta Lasut, politikus paling muda.
Kenapa politikus Senayan itu sudah berani bolos sidang pada hari pertama? Barangkali mengantar keluarganya jalan-jalan di Jakarta, ini bagi yang baru menjabat anggota parlemen atau senator. Mereka tak peduli pada acara sidang, toh hanya menonton pimpinan sidang mengetokkan palu. Alasan ini lumayan karena dalam sidang paripurna, meskipun penting karena mengambil keputusan, tidak banyak perdebatan. Tinggal mengucapkan satu suara: setujuuu.... Dugaan lain, kebiasaan bolos sidang paripurna ini sudah menjadi tabiat politikus karena tak ada sanksi. Maklum, setengah lebih anggota MPR sekarang ini adalah wajah lama alias petahana. Mereka sudah terbiasa tak hadir dalam sidang.
Penetapan pimpinan DPR mulus-mulus saja karena sudah punya pegangan, yakni UU MD3 yang direvisi. Pemimpin DPD yang harus dipilih dan yang memenangi adalah La Nyalla Mahmud Mattalitti, pengusaha dari Jawa Timur yang kontroversial, pernah tersangkut berbagai perkara. Padahal di kalangan senator itu ada orang-orang hebat, antara lain Jimly Asshiddiqie atau mungkin Mangku Pastika, purnawirawan polisi bintang tiga mantan Gubernur Bali dua periode.
Yang sedikit repot memilih Ketua MPR. UU MD3 saat direvisi hanya menambahkan pasal bahwa semua partai yang masuk parlemen berhak punya satu pemimpin. Jadi ada sepuluh pemimpin MPR, sembilan dari partai dan satu dari DPD, meski tugasnya tak jelas. Siapa ketuanya tidak diatur, ini yang harus dipilih. Mungkin, ketika UU MD3 direvisi, lupa mencantumkan satu pasal lagi, yakni "Semua pemimpin MPR berstatus sebagai ketua, tidak ada wakil ketua." Syukurlah tak sampai voting, Bambang Soesatyo dari Golkar menjadi Ketua MPR.
Begitulah hari-hari awal wajah MPR kita supaya kita tidak kagetan selama lima tahun ke depan. Nasib 260 juta rakyat ini berada di tangan Mulan, Fadil, La Nyalla, Puan, dan kawan-kawannya. Keberadaan mereka di Senayan karena kita yang memilihnya.