Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Dosen Unsri Sebut Sekat Kayu Kunci Selamatkan 2 Juta Hektare Gambut

Cara ini dijaminnya lebih murah dibanding rewetting lahan gambut menggunakan penyemprotan air melalui helikopter.

29 Juli 2022 | 16.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Palembang - Sebanyak 2,1 juta dari 20 juta hektare ekosistem gambut Indonesia berada di Sumatera Selatan. Rentannya ekosistem itu terbakar hebat saat kemarau panjang juga sudah diakrabi di wilayah itu, seperti yang terjadi pada 2015 dan 2019 lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Momon Sodik Imanudin, dosen Ilmu Tanah di Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, memetakan April sebagai periode penting setiap tahunnya untuk bisa menjaga tingkat kebasahan lahan gambut dan mencegah bencana kebakaran. Setidaknya mulai April, dia menjelaskan, air harus ditahan dari kawasan gambut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Caranya adalah dengan membangun serta menjaga ketinggian air dengan sekat kanal. “Kita harus mencegah air ke luar secara massif dari kawasan gambut,” kata ahli tata kelola air dan hidrologi ini, Jumat 29 Juli 2022.

Tata kelola air melalui sekat kanal yang dia rekomendasikan berupa bangunan kayu dan papan bersumber dari lingkungan sekitar. Momon menunjuk jenis kayu gelam untuk ditancapkan ke tanah dan papan yang akan berfungsi menahan tanah timbunan di dalam sekat.

Di bagian tengah sekat diisi tanah mineral yang selanjutnya bisa dijadikan media tumbuh tanaman jenis perdu. “Ukuran sekatnya harus disesuaikan dengan kecepatan arus air agar tidak terjadi penggerusan,” ujarnya lagi.

Menurut Momon, berdasarkan yang telah dibuat dan dinilainya berfungsi baik di Sepucuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir, sekat berukuran lebar 4 meter, panjang 4-5 meter dan tinggi 2 meter sudah cukup untuk menjadi pembatas pergerakan air. Sedangkan pada bagian atas sekat dibangun overflow atau bangunan pelimpah yang berfungsi saat permukaan air sedang tinggi utamanya saat musim hujan.

Bila sekat sudah dibangun, dia melanjutkan, setiap desa bisa menunjuk koordinator sekat kanal dan membekalinya dengan alat komunikasi. "Cara ini dijamin lebih murah dibanding rewetting menggunakan penyemprotan air melalui helikopter," kata dia.

Sebelumnya, Momon juga bicara yang sama dalam Lokakarya Identifikasi Isu Strategis dan Kesiapan Data Dalam Rangka Penyusunan RPPEG (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut) Kabupaten Banyuasin pada Kamis 28 Juli 2022. Hadir pula dalam lokakarya itu adalah Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyuasin, Izromaita, yang menyebut pemda setempat mulai mengidentifikasi berbagai isu strategis pengelolaan dan perlindungan ekosistem gambut.

Arga Pandiwijaya, peneliti geoinformatik di ICRAF Indonesia, menilai hadirnya RPPEG adalah faktor penting yang diharapkan mampu mendorong pemanfaatan gambut yang lebih baik. "Mencegah terjadinya kerusakan dan menjamin kelestarian fungsi ekosistem gambut di Kabupaten Banyuasin," kata Arga di acara yang sama.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus