Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAMPAI April lalu, sudah Rp 5,7 triliun duit yang digelontorkan PT Lapindo Brantas untuk menangani semburan lumpur di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang Jumat dua pekan lalu memasuki tahun keempat. Dana itu digunakan untuk biaya operasional penanganan semburan lumpur, pembelian tanah dan bangunan, serta penanggulangan sosial bagi korban lumpur. Menurut Vice President Relations Lapindo Brantas Yuniwati Teryana kepada Rini Kustiani dari Tempo, Lapindo hanya menjalankan apa yang diamanatkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 yang direvisi menjadi Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2008 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.
Apa upaya Lapindo dalam menanggulangi semburan lumpur?
Kami melakukan penanganan teknis dan sosial. Penanganan teknis, misalnya, mengupayakan supaya semburan itu dihentikan dan lumpur dialirkan ke tempat-tempat yang dianggap aman. Untuk penanganan sosial, saat ini kami berfokus pada jual-beli tanah dan bangunan. Dari 12 ribuan berkas, 75 persennya sudah selesai. Artinya, tinggal 2.000-an berkas lagi yang kami harapkan selesai tahun depan.
Saat pertama kali kejadian, warga ditempatkan di pengungsian di Pasar Baru Porong. Di sana mereka mendapatkan uang kontrak untuk dua tahun sebesar Rp 5 juta per kepala keluarga, bantuan hidup Rp 300 ribu per kepala keluarga per bulan, uang pindah Rp 500 ribu per kepala keluarga, dan uang bau Rp 300 ribu per jiwa.
Adakah bantuan ekonomi semacam pembiayaan usaha yang diberikan Lapindo kepada korban bencana lumpur?
Itu bukan tanggung jawab Lapindo, karena peraturan presiden mengatur Lapindo hanya melaksanakan jual-beli tanah.
Bagaimana dengan bantuan kesehatan untuk para korban?
Kami bekerja sama dengan rumah sakit di Sidoarjo dan Surabaya. Mereka yang mengungsi bisa berobat ke sana.
Kalau bantuan air bersih?
Tentu saja ada. Juga seluruh sarana yang dibutuhkan di pengungsian, misalnya tikar, matras, uang makan sehari tiga kali, dan dapur umum.
Banyak anak kehilangan sekolah yang terendam lumpur. Bagaimana Lapindo membantu mereka?
Kami memberikan pembelajaran kerohanian dan bahasa Inggris, mendatangkan guru, dan memberikan buku. Bagi mereka yang bersekolah, disediakan transpor antar-jemput ke sekolah. Untuk sekolah yang terendam, ada yang direlokasi dan diperbaiki.
Apakah sekarang bantuan itu masih diberikan?
Sejak akhir 2008, bantuan tidak diberikan lagi karena mereka dianggap sudah mendapatkan uang kontrak dan sudah tidak tinggal di pengungsian. Sekarang pengungsian sudah kosong. Mereka sudah menempati rumah-rumah baru dan ada yang tinggal di rumah kontrak.
Bagaimana dengan korban yang masih tersisa?
Mereka mungkin yang berada di luar peta terdampak. Lapindo hanya membantu mereka yang berada di peta terdampak.
Pelajaran apa yang dipetik Lapindo dari kejadian ini?
Kami harus lebih berhati-hati dalam bersikap. Bantuan yang selama ini diberikan kepada warga rupanya tidak menjadi sesuatu yang bermakna, malah kami dihujat karena identik dengan anggapan Lapindo bersalah. Padahal Mahkamah Agung menetapkan semburan lumpur adalah fenomena alam, bukan kesalahan Lapindo. Pengeboran dan musibah ini tidak ada kaitannya satu sama lain. Sebetulnya Lapindo juga terkena musibah karena semburan itu tidak keluar dari lubang sumur Lapindo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo