Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah hasil studi mengungkapkan bahwa kadar logam di laut bisa menjadi lebih beracun karena aktivitas manusia. Aliran logam beracun seperti timbal dan merkuri masing-masing bisa meningkat 10 kali lipat dan tujuh kali lipat dibanding era praindustri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fakta tersebut dijelaskan dalam artikel ilmiah berjudul ’Climate Change Driven Effects on Transport, Fate and Biogeochemistry of Trace Element Contaminants in Coastal Marine Ecosystems’, yang dipublikasikan pada 4 Oktober 2024. Salah satu penulisnya, Sylvia G. Sander, menyebut unsur beracun, seperti perak, semakin terdeteksi di perairan pesisir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Berasal dari pembakaran batu bara dan meningkatnya penggunaan nanopartikel perak dalam produk antibakteri,” begitu isi tulisan Sylvia dalam penelitian tersebut, dikutip Earth.com, Senin, 14 Oktober 2024.
Studi tersebut merupakan hasil kerja para ahli yang tergabung dalam naungan United Nation Joint Group of Experts on the Scientific Aspects of Marine Environmental Protection (GESAMP), wadah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ihwal perlindungan lingkungan laut. Penelitian yang berfokus membahas kontaminan logam di lautan ini dipimpin oleh Rebecca Zitoun, seorang ahli kimia kelautan di Geomar Helmholtz Center for Ocean Research Kiel; serta Saša Marcinek dari Institut Ruer Boškovi di Zagreb.
Penggunaan plastik yang masif juga memperburuk masalah. Merujuk studi ini, plastik bisa mengikat logam berat seperti tembaga, seng, dan timbal, lalu masuk ke dalam rantai makanan. Seiring peningkatan eksploitasi lautan oleh manusia, jumlah logam berat itu meningkat jauh.
Lautan kini menghadapi ancaman ganda, yaitu perubahan iklim dan pencemaran lingkungan. Beberapa jenis logam seperti timbal, merkuri, kadmium, dan sebagainya tidak hanya masuk ke lautan melalui aktivitas industri atau pembakaran bahan bakar fosil, namun juga akibat faktor iklim.
Logam bertambah seiring naiknya permukaan air laut, mencairnya es laut dan gletser, serta sungai yang mengering dan meluap. “Hasilnya meningkatkan aliran dan mobilisasi kontaminan,” begitu bunyi ulasan Earth.com.
Rebecca Zitoun menyebut suhu laut yang semakin hangat, pengasaman laut, dan menipisnya oksigen, juga mempengaruhi unsur-unsur logam di hamparan air asin. “Untuk lebih memahami dampaknya terhadap ekosistem dan kesehatan manusia, kita perlu menutup kesenjangan pengetahuan tentang interaksi antara polutan dan perubahan iklim,” katanya dalam studi tersebut.