Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta memindahkan sebanyak sepuluh ekor buaya muara (Crocodylus porosus) ke Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Buaya-buaya itu berasal dari hasil evakuasi oleh petugas BKSDA, penyerahan masyarakat, dan juga kiriman tangkapan petugas pemadam kebakaran dari tengah masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum diberangkatkan, satwa telah melalui rangkaian pemeriksaan kesehatan dan perawatan di Pusat Penyelamatan Satwa Tegal Alur Jakarta Barat. Di antara mereka ada yang telah tinggal di Tegal Alur sejak 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Satwa tidak langsung direlokasi karena menunggu analisa habitat dan lokasi yang bebas konflik dengan manusia," kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Pusat Penyelamatan Satwa Tegal Alur, Dian Banjar Agung, saat dihubungi, Jumat 15 Juli 2022.
Pengiriman kesepuluh buaya muara itu sendiri telah dilakukan pada Senin-Selasa lalu dan sampai di lokasi yang dituju hari ini dan kemarin, Kamis-Jumat 14-15 Juli 2022. Pada setiap satwa itu petugas BKSDA Jakarta telah sebelumnya menyematkan chip sebagai penanda.
Tagging dilakukan, menurut Banjar, sebagai bagian dari standar pelepasliaran untuk jenis-jenis satwa yang memang memungkinkan untuk diberikan chip. Satwa juga diberi suntikan vitamin dan dibuat puasa sepanjang pengiriman. “Biar tidak banyak aktivitas dan tidak stres."
Buaya dimasukkan ke kotak kayu yang tebal. Pada bagian atas dibuat banyak lubang sebagai jalan udara. Ukuran panjang buaya bervariasi dari setengah hingga lebih dari dua meter. Pengiriman menumpang dua pesawat yang berbeda, pada 11 Juli berangkat 4 ekor dan 12 Juli sebanyak 6 ekor.
BKSDA Jakarta melakukan translokasi 10 (sepuluh) ekor buaya muara (Crocodylus porosus) ke Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. FOTO/Instagram/ balai_ksdajakarta
Buaya muara kembali ke habitat
Buaya muara (Crocodylus porosus schneider) berhabitat di wilayah Kalimantan. Mengutip laman Taman Nasional Kutai, ciri khas buaya muara, sisik bagian belakang kepala berukuran sangat kecil. Gigi buaya muara berjumlah 17 hingga 19. Adapun gigi keempat, kedelapan dan kesembilan biasanya lebih besar.
Buaya muara jantan dewasa biasanya hidup menyendiri (soliter) daya jelajahnya lebih luas dibandingkan betina. Buaya ini sering merendam hampir seluruh tubuhnya di air.
BKSDA Jakarta melakukan translokasi 10 (sepuluh) ekor buaya muara (Crocodylus porosus) ke Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. FOTO/Instagram/ balai_ksdajakarta
Itu dilakukan tanpa mengganggu pernapasan dan penglihatannya, karena lubang hidung dan mata terletak di bagian sisi atas kepala. Sepanjang hidupnya, gigi baru terus mengalami pertumbuhan mengganti yang lama. Kekuatan tubuh buaya muara yang maksimal jika badannya terendam di air.
Selain makan kepiting dan ikan kecil, buaya muara dewasa memangsa jenis mamalia besar. Wilayah perkembangbiakan biasanya di sepanjang pasang surut sungai dan area air tawar. Buaya muara betina mulai mampu berkembang biak saat berusia 10 sampai 12 tahun, panjangnya sekitar 2,2 hingga 2,5 meter. Sedangkan buaya jantan saat berusia 16 tahun, ukuran tubuhnya 3,2 meter.
Buaya muara termasuk jenis satwa dilindungi. Hal itu termaktub dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa dilindungi. Jenis buaya ini dalam daftar Convention on International Trade of Endangered Species of Fauna and Flora (CITES) masuk dalam Appendix I.