DAUN singkong tak selalu sedap untuk dimakan biarpun sayuran itu di- petik dari kebun sendiri. Setidaknya, itulah pengalaman penduduk yang tinggal di sekitar pabrik pupuk PT Pusri, Palembang. Syahdan, tengah Juli lalu, di kawasan itu merebak bau yang menyengat. ''Kami terbangun karena sesak napas,'' ujar Nur Hasan, ketua RT di sana. Ternyata, PT Pusri tengah melakukan uji coba pabrik pupuk I B, yang baru selesai dibangun. Pabrik ini kelak menghasilkan 1.350 ton amonia cair per tahun. Peralatannya lebih canggih dibandingkan dengan pabrik yang lama. Dan juga hemat energi. Tapi justru pabrik inilah yang diduga merupakan sumber pencemaran. Akibatnya, daun yang hijau menjadi kuning berbintik-bintik putih serta tampak berminyak. Tak kurang dari 20 ekor ayam mati mendadak. Yang tercemar paling parah adalah areal 3 hektare yang dihuni sekitar 27 kepala keluarga. Warga di kawasan itu merasa sesak napas. Bahkan, enam orang diangkut ke rumah sakit PT Pusri. ''Setelah makan sayur daun singkong, kepala pening, mual, dan batuk-batuk,'' ujar Ny. Chodijah, 41 tahun, tetangga Nur Hasan. Pernapasannya sempat dibantu dengan tabung oksigen. Tapi Dokter Nusirwan tak yakin bahwa pasiennya adalah korban pencemaran. ''Cuma pilek biasa, bukan terkena polusi,'' ujar dokter ini. Lain diagnosa dokter, lain pula kajian tim Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Sriwijaya (PPLH-Unsri). Tim ini tak hanya mengecek ke lokasi dua hari setelah menerima laporan, tapi juga yakin bahwa penduduk sakit akibat menghirup udara yang tercemar. ''Selesai peninjauan, malamnya saya juga pening dan mual,'' begitulah pengakuan Dr. Supli Effendi Rachim, pakar dari tim PPLH-Unsri. Menurut doktor lulusan Cramfield Institute of Technology di Inggris ini, bau menyengat itu khas bau amonia (NH3SO2). Zat ini bila disintesakan dengan karbondioksida menjadi pupuk urea yang dari dulu diproduksi PT Pusri. Tapi amonia juga bisa menjadi pupuk. Hanya saja, dalam konsentrasi tinggi, zat ini bisa mematikan tanaman. Diduga, lokasi itu juga tercemar oksida nitrogen (NOx). NOx dalam konsentrasi tinggi bisa berdampak hujan asam, iritasi pada mata, daun jadi layu, dan korosif. NOx bisa terbentuk bila amonia bereaksi dengan oksigen. Tapi, menurut Supli, NOx di lokasi tercemar, kadarnya masih di bawah ambang batas yang adalah 0,05 ppm. Adapun ambang batas amonia, 0,2 ppm. Waktu Supli meninjau, hujan yang sebelumnya deras sudah reda. Dan lingkungan tampak bersih. ''Tapi baunya masih terasa,'' katanya memastikan. Ia khawatir, bila keadaan itu berlangsung terus, akan terjadi akumulasi dalam tubuh yang bisa mengakibatkan bronkitis kronis dan kanker paru-paru. Pusri menolak tudingan pencemaran, tapi memberi santunan Rp 50 ribu untuk tiap keluarga yang tercemar. ''Waktu uji coba berlangsung, tak ada yang aneh-aneh, kok,'' kata Suhadi, Direktur Utama Pusri. Ia yakin kawasan permukiman itu tak tercemar limbah. Untuk pengolahan limbah saja, Pusri sudah menghabiskan US$ 22 juta. ''Sabuk hijau'' yang memisahkan pabrik dan permukiman dengan biaya Rp 5 miliar pun kini tengah dibangun. Mungkin, bila sabuk hijau telah rimbun, permukiman penduduk bebas dari pencemaran. Toh Suhadi menasihati agar penduduk jangan bermukim di sekitar Pusri. Tak disebutkan apakah untuk pindah mereka akan diberi ganti rugi. Hasan Syukur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini