Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kampanye memboikot saham barito

Ada 15 lsm di mancanegara menuduh barito pacific timber telah merusak hutan tropis. teknologi kraft dan limbah chlorine-nya pun diprotes. juga ada tuduhan terhadap 9 perusahaan di bej.

28 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENJADI pengusaha tenar ternyata tidak selalu menyenangkan. Hal semacam itu dialami lebih dari satu kali oleh Prajogo Pangestu, pemilik perusahaan kayu PT Barito Pacific Timber (BPT). Belum lama ini, setelah dituding menunggak kredit kepada bank pemerintah, ia masih harus menghadapi cobaan yang lain. Pengusaha yang dikenal sebagai baron kayu itu diprotes keras oleh 15 lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional. Gempuran dan protes terhadap Prajogo dan Barito, pertama kali muncul di London, Inggris. Di kota itu, Forest Monitor memprakarsai gerakan anti-Barito. Bersama dengan sejumlah LSM lainnya, Forest Monitor menggelar kampanye untuk menghentikan pembelian saham BPT oleh calon investor. Dua pekan lalu, mereka mengirim seribu pucuk surat kepada 275 pengelola dana (fund manager) di Amerika, Jepang dan negara-negara Eropa. Sebenarnya, protes dari sejumlah LSM itu erat kaitannya dengan acara road show yang dilakukan Prajogo, Juli lalu. Seperti diketahui, untuk menarik investor asing, bulan lalu Prajogo dan PT Makindo (penjamin pelaksana emisi) menjajakan sahamnya ke sejumlah kota besar dunia, seperti New York, Paris, London, dan Tokyo. Rupanya, acara Prajogo disimak terus oleh Forest Monitor. Bukan kebetulan pula bahwa di negara-negara yang dikunjungi Prajogo terdapat sejumlah LSM yang mendorong pemerintahnya untuk memboikot kayu hutan tropis, termasuk kayu dari Indonesia. Dan semestinya, Prajogo waspada akan hal itu. Tak aneh bila kedatangannya di London segera disambut oleh Forest Monitor dan sejumlah LSM di sana dengan aksi protes. Maklum, menurut berbagai kalangan internasional, laju kerusakan hutan tropis di Indonesia tergolong tinggi. Menurut mereka, penebangan hutan tropis termasuk oleh Barito memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap perubahan iklim global, dan kemudian akan berakibat pada kenaikan suhu udara. Padahal 115 juta hektare hutan tropis, yang dimiliki Indonesia, merupakan 10% dari ''paru-paru dunia''. Nah, dengan cara penebangan seperti sekarang ini hutan tropis Indonesia diperkirakan akan lenyap dalam dua abad. Boikot yang didukung Greenpeace, Japan Tropical Action Network, dan Skephi itu boleh dibilang menandai era baru dalam upaya mewujudkan gagasan green investment. Soalnya, kendati sudah puluhan perusahaan kayu masuk pasar modal, tampaknya baru Barito-lah yang diprotes oleh sekelompok LSM. ''Sudah puluhan tahun kami malang-melintang dalam bisnis ini, tapi baru sekarang mendapatkan kasus seperti ini,'' kata Simon Frase, Direktur investasi Fidelity Invesment Service, seperti yang dikutip oleh Financial Times baru-baru ini. Adapun tudingan yang dilontarkan LSM kepada Barito pada intinya menyuarakan protes terhadap tindakan perusahaan itu, yang dinilai tidak menghiraukan kepentingan lingkungan, penduduk asli setempat, serta prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Dalam hal perusakan lingkungan, Barito dituding mengeksploatasi hutan dengan memproduksi log 60 M per ha per tahun. ''Cara Barito menebang hutan telah melanggar batas-batas lindung,'' ujar pengurus Greenpeace Australia, Kyrn Stephens. Selain itu, pabrik pulp & paper yang akan dibangun Barito menggunakan teknologi kraft (metode non-termo mekanik) yang menghasilkan limbah chlorine, salah satu penyebab kanker. Bahan referensi yang dijadikan alasan pemboikotan, menurut ketua LSM Skephi, Indro Tjahyono, diambil dari majalah dan koran. Entah karena itu, Skephi yang pertama kali ikut dalam gerakan green investment menolak untuk memboikot Barito. ''Barito masih bisa memperbaiki pelanggaran-pelanggaran itu. Boikot seperti itu hanya akan mempengaruhi nasib buruh,'' begitu alasan Indro. Tanggapan para investor terhadap kampanye boikot itu sendiri beragam. Sebagian terkesan, namun tak sedikit yang acuh tak acuh, bahkan balik menuduh LSM-LSM itu sebagai organisasi yang hanya mampu menyajikan padangan yang minor. Tapi salah seorang pengelola dana mengatakan bahwa ia cukup terkesan. ''Ini masalah serius yang harus segera ditanggapi Barito. Itu kalau dia mau sahamnya jadi rebutan investor,'' katanya. Di samping itu ada juga suara bersimpati, yang mengatakan bahwa LSM-LSM itu sebenarnya tidak tahu persis tentang keadaan hutan yang dikelola Barito. Anehnya, mereka berani membuat pernyataan seperti itu, kata seorang investor lokal di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Mendengar kesimpangsiuran itu, Simon Counsell dari LSM Friends of the Earth, berkata, ''Biarkan saja.'' Lalu ditegaskannya, ''Kami akan melakukan kampanye ini kepada pemilik dana yang akan menanamkan uangnya di Barito.'' Bahkan Simon yakin, kampanye itu akan berhasil, seperti terjadi dalam kasus-kasus terdahulu. Pihak Barito sendiri membantah sejumlah tudingan yang dilontarkan LSM-LSM tadi. Menurut sebuah sumber, tudingan yang ditujukan ke Barito itu lebih berbau politik dan menyerang pemerintah Indonesia. ''Tudingan itu dibuat-buat,'' katanya. Kendati mendapat rintangan kiri-kanan, rencana penjualan saham Barito, September depan, tampaknya berjalan mulus. Sampai pekan ini, 85 juta lembar saham Barito yang dihargai Rp 7.200 per lembar itu ternyata diserbu para investor. Permintaan dari investor asing dan lokal membledak (over subscribe) hingga 30 kali dan 7 kali dari yang dijatahkan. Bahkan, kabarnya, pemerintah Singapura berminat membeli saham BPT US$ 100 juta. Salomon Brothers, yang dikabarkan mundur gara-gara tekanan LSM, memang tak lagi bertindak sebagai lead manager pasar Amerika. Namun, belakangan, lembaga itu ikut juga berpartisipasi. Terlepas dari soal Barito, apa yang dilakukan LSM-LSM di luar negeri rupanya telah mengilhami Skephi untuk membuat daftar perusahaan-perusahaan publik yang diduga telah merusak lingkungan. Dari hasil pemantauan di BEJ, ditambah informasi dari media massa, dua pekan lalu Skephi mencantumkan 9 perusahaan yang tidak menerapkan green investment. ''Bapepam telah meloloskan perusahaan yang nyata-nyata merusak lingkungan,'' demikian pernyataan pers dari Skephi, tengah Agustus ini. Memang, dari sejumlah nama itu, di antaranya terdapat perusahaan yang kerap kali tersangkut masalah pencemaran. Namun Ketua Bapepam, Barcelius Ruru, membantah tudingan Skephi. ''Apakah mereka bisa memberikan bukti atas tuduhan itu?'' tanya Ruru. Menurutnya, selain soal keuangan, Bapepam juga setiap saat memonitor lingkungan, amdal, dan perburuhan perusahaan yang akan maupun yang telah masuk bursa. Perusahaan yang dituduh mencemari lingkungan, di antaranya PT Bayer Indonesia dan PT Indocement. Bayer, yang adalah patungan Indonesia-Jerman, disebut-sebut telah mengedarkann jenis pestisida yang dilarang secara internasional, karena mengandung paraquat dan organophospat. Sementara itu PT Indocement, milik Salim Grup, dituding mencemari udara. Semua tuduhan Skephi dibantah keras oleh Dadi Hariadi, Direktur Perencanaan Pembangunan Indocement. Menurutnya, sejak didirikan 1974, Indocement telah dilengkapi 8 alat penangkap debu (electrostatic precipitator) yang mutakhir. Efisiensi alat ini mendekati 99,9% dengan emisi 80 mg - 150 mg debu per normal kubik udara, yang diembuskan dari cerobong. Angka itu memang di bawah batas yang ditetapkan pemerintah, yaitu 400 mg - 600 mg per normal meter kubik udara yang diemisikan. Bahkan, kabarnya, Indocement akan menyediakan Rp 28 miliar untuk membeli 8 penangkap debu baru dari Swedia. ''Penangkap debu itu sudah standar. Masalahnya, saat ini banyak orang mendirikan rumah dekat pabrik semen. Mau tak mau mereka akan terkena debu,'' ujar Dadi. Tak dikatakannya bahwa debu Indocement melanglang berpuluh kilometer dari kawasan pabrik dan rumah-rumah di sekitarnya itu. Bambang Aji, Siti Nurbaiti, dan Dewi Anggraeni (Melbourne)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus