Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Imbas Jebolnya Penangkaran Buaya di Batam, Nelayan Bisa Merugi Rp 200 Ribu per Hari Akibat Takut Melaut

Sepekan setelah jebolnya penangkaran di Pulau Bulang, masyarakat lokal dan aparat menangkap 32 ekor buaya lepas. Warga lokal takut melaut.

20 Januari 2025 | 23.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penampakan buaya yang lepas dari penangkaran Pulau Bulan, Kecamatan Bulang, Kota Batam. 18 Januari 2025. TEMPO/Yogi Eka Sahputra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat nelayan pesisir di Kecamatan Pulau Bulang, Kota Batam, Kepulauan Riau, belum bisa melaut seperti biasa setelah jebolnya penangkaran buaya milik PT Perkasa Jagat Karunia (PJK) di Pulau Bulan pada 13 Januari lalu. Sejauh ini, masyarakat lokal dan aparat sudah menangkap sedikitnya 32 ekor buaya yang lepas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Nelayan di Pulau Buluh, Mohammad Sapet, mengatakan masyarakat masih resah karena jumlah buaya yang lepas belum bisa dipastikan. Kabar soal lepasnya 5 ekor buaya pada pekan lalu terus berkembang. Jumlah yang lolos dari penangkaran ternyata puluha ekor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jumlah tangkapan buaya masyarakat di lapangan semakin bertambah. Apa yang disampaikan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) tidak sesuai di lapangan,” kata Sapet kepada Tempo melalui sembungan telepon pada Ahad, 19 Januari 2025.

Menurut Sapet, para nelayan masih takut melaut, bahkan takut mendatangi pulau-pulau kecil di sekitaran Pulau Bulan. Ketika tidak pergi melaut, kata dia, setiap nelayan berpotensi kehilangan pendapatan sekitar Rp 200 ribu per hari.

Sapet berharap pemerintah turut meminta pertanggungjawaban PT PJK perusahaan mengenai rusaknya penangkaran yang kemudian merugikan masyarakat lokal. "Kami minta kompensasi juga kepada perusahaan, Kalau tidak berbentuk uang, setidaknya perusahaan memberikan bantuan sembako bagi warga yang belum bisa melaut," tuturnya.

Kepala Satuan Kerja Wilayah II Batam BKSDA Riau Tommy Sinambela mengatakan unitnya sedang berupaya mengeringkan kolam penangkaran untuk memastikan jumlah buaya yang kabur. Sebelum jebol, tiga kolam penangkaran milik PT PJK tercatat dihuni sekitar 500 ekor buaya. "Nanti dikurangi dengan jumlah stok awal, baru ketahuan jumlah yang lepas," katanya pada Jumat, 17 Januari 2025.

Menurut Tommy, PT PJK memiliki tiga jenis izin, yakni izin penangkaran buaya, izin edar dalam negeri, serta izin edar luar negeri. Perusahaan itu disebut sering mengekspor kulit buaya.

"Sekarang izinnya sedang diperpanjang, tapi kami pastikan mereka punya izin,” ucap Tony. Perwakilan manajemen PT PJK, Toni, belum menyahut upaya konfirmasi Tempo, baik lewat sambungan telepon maupun pesan WhatsApp.

Kepala Kepolisiian Sektor Bulang, Inspektur Satu Adyanto Syofyan, sebelumnya menyebut tanggul kolam penangkaran buaya jebol karena hujan berintensitas tinggi yang turun selama tiga hari. "Puluhan tahun perusahaan ini (PJK) beroperasi, baru kali ini ada kejadian besar," kata dia, sambil menambahkan bahwa PT PJK sudah beroperasi di Pulau Bulan sejak 1990.

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus