Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Analisis Kilatan Cahaya di Puncak Merapi, LAPAN: Meteor Sporadik

Jika bersisa, meteor kecil itu jatuh bukan di lereng Gunung Merapi tapi di Merbabu. Simak penjelasan selengkapnya dari LAPAN berikut ini.

30 Mei 2021 | 03.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Foto yang diduga merekam peristiwa meteor jatuh di puncak Gunung Merapi, Kamis 27 Mei 2021. Foto yang diambil dari Kali Adem, Cangkringan, Yogyakarta, ini viral di media sosial. Foto/Instagram

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kilatan cahaya yang tampak di puncak Gunung Merapi pada Kamis malam, 27 Mei 2021, diyakini benar sebagai meteor yang jatuh ke Bumi. Keyakinan diberikan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin setelah menganalisis dan membandingkan foto yang viral di media sosial yang merekam dugaan kilatan meteor jatuh itu dengan rekaman CCTV di Puncak Merapi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Bila benar itu foto long exposure maka itu adalah foto meteor sporadik yang jatuh dari arah selatan karena pengamat berada di arah selatan dan meteor jatuh tegak lurus," katanya via aplikasi pesan WhatsApp, Sabtu malam 29 Mei 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Thomas menyimpulkan itu karena CCTV mengambil citra dari sisi timur Gunung Merapi dan tampak kilatan cahaya dari arah Selatan. Waktunya pun beririsan sekitar Pukul 23.08 WIB pada CCTV dan 23.07 pada rekaman foto. "Cahaya terang meteor karena foto long exposure, bukan karena meteor terang," kata dia menambahkan dalam analisisnya.

Thomas menjelaskan, meteor sporadik setiap saat jatuh karena berpapasan dengan Bumi. Meteor sporadik disebutnya berasal dari batuan antarplanet sisa pembentukan tata surya, yang disebut meteoroid (bakal meteor).

Arah jatuh yang dari selatan, berarti meteoroid tersebut adalah objek yang mengelilingi matahari dengan orbit tidak sebidang orbit Bumi. Saat jatuh ke Bumi di sekitar Gunung Merapi, meteoroid tersebut sesungguhnya sedang berpapasan dengan orbit Bumi ketika orbitnya sedang mengarah ke utara.

"Dari citra CCTV, disimpulkan itu meteor kecil, sehingga kalau pun bersisa tidak menimbulkan getaran," katanya menambahkan.

Keterangan Thomas yang terakhir merujuk kepada pernyataan Kepala Balai Penyelidikan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Hanik Humaida, bahwa tidak terekam sinyal kegempaan yang signifikan saat kilatan cahaya itu terekam CCTV.

Sebelumnya, kehebohan berasal dari foto yang diunggah di akun Instagram @gunarto_song yang menampilkan sebuah kilatan cahaya hampir tegak lurus dari langit ke puncak Merapi. Foto sebanyak tiga slide yang dibagikan via media sosial instagram itu diambil dari salah satu spot lokasi Batu Alien di Kaliadem, Cangkringan Sleman, Yogyakarta Kamis malam, 27 Mei 2021, pukul 23.07 WIB.

Dalam situs web Edukasi Sains Antariksa, peneliti LAPAN Andi Pangerang menulis pada Sabtu 29 Mei 2021, perhitungan lokasi jatuhnya meteor itu menggunakan apa yang disebutnya Metode Paralaks sederhana. Hasilnya, dia memperkirakan, sekiranya masih ada meteorit (sisa meteor yang jatuh ke Bumi), lokasinya bukan di lereng Gunung Merapi melainkan di sekitar Puncak Gunung Merbabu di Jawa Tengah.

"Hal itu ditandai dengan posisi kilatan cahaya yang nyaris vertikal menjulang ke langit," katanya dalam laman.

Lebih jauh Andi juga memperkirakan meteor yang menembus atmosfer Bumi pada malam itu berukuran tidak besar. "Setidaknya berukuran seperti kerikil dan bisa jadi habis terbakar di atmosfer." Dasarnya, menurut Andi, visual kilatan cahaya yang tergolong tidak besar, ditambah tidak adanya ledakan atau sinyal kegempaan yang terekam.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus