ledakan beruntung
api menjulang, menjilat langit
jelaga pun gugur berhambur
mencium bumi.
ITU bukan potret revolusi '45 di Surabaya. Itu adalah gambaran
kebakaran besar di ladang minyak & gas bumi di Muara Badak
(Kal-Tim) 8 Mei lalu, sebagai yang dilukiskan seorang sanak
keluarga penduduk sana kepada TEMPO.
Tampaknya, keadaan waktu itu memang cukup gawat. Pesta pora api
itu mulai jam 9 malam. Lidah api diperkirakan mencapai ratusan
meter tingginya, lantaran jauh lebih hebat dari pada blow-out
tahun 1976.
Api pada mulanya melahap tanki 10 ribu barrel yang berisi
kondensat. Bahan cair ini hampir sama mudahnya terbakar seperti
bensin. Ledakan tanki pertama ini membahana saat malam belum
larut, disusul ledakan tanki kedua 15 menit kemudian Tanki
kedua yang sama bcsar dengan yang pertama bensi minyak mentah,
sehingga asap jadi kian hitam tebal. Api dari tanki kedua itulah
yang baru berhasil dipadamkan Rabu sore jam 3 keesokan harinya.
Asap maha tebal memenuhi langit Muara Badak menghamburkan jelaga
hitam menaburi bumi.
Apa sebab timbul kebakaran? Thayib, seorang jaga malam
maskapai Huffco, kontraktor Pertamina di ladang Badak kebetulan
berdinas jaga malam naas itu. Katanya: "Obor api pembakar gas
kondensat di samping tanki malam itu sering batuk-batuk. Seperti
tersumbat kurang lancar. Waktu mau mati, obor itu dibakar lagi
oleh petugas, sebab obor itu memang selalu harus dalam keadaan
menyala. Nah, waktu dibakar terjadi letupan dari mulut obor.
Rupanya api itu tersedot ke dalam tanki, dan segera menyambar
cairan kondensat isi tanki tersebut. Terjadilah ledakan
pertama, disusul meledaknya tanki di sebelahnya."
Kesimpulannya, kebakaran disebabkan oleh kesalahan waktu
pembakaran obor (flare) gas kondensat. Diperkirakan, tekanan
arus gas yang keluar ke atas kurang kuat, sehingga api langsung
tersedot ke dalam tanki.
Masih untung pada malam kejadian itu angin sedang teduh.
Sehingga instalasi pipa bergaris tengah hampir 1 meter yang
mengalirkan gas alam ke Bontang -- yang hanya berseberangan
jalan dengan tanki-tanki yang terbakar -- selamat dari jilatan
api.
Toh kerugian total akibat minyak yang terbakar racun api, tanki
yang hancur dan rusak diperkirakan sedikitnya Rp 1« milyar.
Perbaikannya kembali mungkin makan waktu 4 bulan. Itu baru
kerugian bagi Roy M. Huffington & Co (Huffco), pemegang konsesi
migas di situ.
"Anjing Gila"
Bagi rakyat kecamatan Muara Badak sendiri, akibatnya tak kalah
menyedihkan. Bau busuk dari minyak dan gas yang terbakar kian
sengit. Kebun-kebun penduduk banyak yang rusak tergilas traktor
Huffco pada malam kebakaran itu dalam usaha membendung meluasnya
api, Pohon karet, kopi, nenas, serewangi dan lain-lainnya,
berantakan di mana-mana. Penduduk Kampung Baru, Badak Satu dan
Badak Empat yang semakin terkepung sumur, pipa, dan tanki
penampung minyak dan gas bumi, sejak malam itu banyak yang
mengungsi secara tak keruan. Di Kampung Baru, sejak awal Mei
sampai malam hari mereka sudah diteror oleh raungan kendaraan
besar pengangkut tanah (terex) yang bekerja sampai jam 12 malam
--yang dijuluki "anjing gila" oleh penduduk.
Maka surat-surat penduduk pun mengalir ke Pemda setempat agar
tuntutan pemukiman kembali rakyat sana di tempat yang lebih
aman, diselesaikan secara tuntas. Tapi pihak Huffco maupun
Pertamina selama ini tampaknya keberaan membayar ganti-rugi
pembebasan tanah dan rumah penduduk dl sana secara serentak,
yang bisa mencapai ratusan juta rupiah. Hanya tanah yang
langsung termasuk dalam radius 100 meter dari pengeboran, itu
saja yang mau dibebaskan Pertamina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini