TAHUN Baru di India dikejutkan dengan kecelakaan udara terbesar
selama 4 tahun terakhir di sana. Kaisar Asoka, pesawat jumbo jet
Boeing 747 milik Air India Minggu malam meledak di angkasa,
hanya beberapa saat setelah lepas landas dari pelabuhan udara
Santa Cruz, Bombay. Ribuan keping logam dan sisa jasad 13
penumpang jatuh berderai di lautan Hindia dekat Bandra, sebuah
kota pantai di pinggiran Bombay.
Sebegitu jauh, itulah kecelakaan udara ketiga dekat Bombay
(termasuk satu pesawat Garuda) - dan keempat di India. Oktober
1976. 95 orang tewas dalam kecelakaan jatuh terbakarnya pesawat
Caravelle Air India di Santa Cruz. Sementara 49 orang lainnya
tewas dalam kecelakaan Boeing 737 yang jatuh dekat New Delhi,
Mei 1973.
Apa penyebab musibah Tahun Baru itu?
Seorang hakim tinggi di India, telah ditunjuk untuk mengusut.
Sang Hakim mungkin takhanya perlu menginterogasi orang. Tapi
juga burung-burung. Sabtu sebelumnya - hari terakhir 1977 -
seekor burung menabrak sayap sang 'kaisar', sehingga para awak
lapangan terpaksa kerja lembur di malam dan subuh pergantian
tahun itu. Terlambat 17 jam dari jadwal semula, Jumbo Jet yang
sudah diobati sayapnya itu mencoba melanglang buana - tapi
kontan meledak. Mungkinkah kerusakan sayap itu belum pulih
sepenuhnya? Atau ada burung lain yang nyasar ke dalam lubang
mesin pancargas?
Ini bukan kelakar. Sebab kini sudah ada sejumlah negara yang
mulai memperhitungkan faktor burung sebagai ancaman keselamatan
penerbangan. Di samping faktor manusia, cuaca, serta teknis
pesawat dan landasan yang kurang beres.
Camar Di Kaitak
Dr Melville, seorang ornitholog (ahli burung) Inggeris,
baru-baru ini ditempatkan di lapangan terbang Kaitak, Hongkong.
Tugasnya mengusir burung laut yang sering mengganggu keselamatan
penerbangan di sana. Apa akal? Caranya sederhana saja.
Direkamnya suara burung camar yang ketakutan nun jauh di pesisir
Inggeris. Kemudian, dengan bantuan pengeras suara diputarnya
kembali rekaman ciap-ciap camar Ingeris itu di Kaitak.
Hasilnya: camar-camar Cina itu pun beterbangan ketakutan, lari
meninggalkan landasan.
Di Belanda, Angkatan Udaranya mempelopori penelitian terhadap
ancaman burung. Sudah banyak pesawat pancargas militer yang
jatuh karena gangguan mesin, yang diduga akibat tersumbat
hurung. Studi itu baru mulai tahun 1976, dengan memasang
'pengusir burung' di pangkalan-pangkalan udara militer, mulai di
Leeuwarden.
"Burung camar," tuturdrs. L.S. Buurma, seorang ornitnolog pada
AU Kerajaan Belanda, "memang senang berkerumun di landasan beton
lapangan terbang, malam hari." Soalnya, jalur pendaratan dan
lepas landas itu lebih lama menyimpan kehangatan sinar surya
ketimbang tanah dan rerumputan. Makanya dia menganjurkan agar
para penerbang lebih berjaga-jaga lagi agar tak mebrak
camar-camar yang ngantuk di pagi buta, atau sehabis akhir pekan
yang sepi.
Dan mau tak mau, pembangunan lapangan terbang baru dekat pesisir
laut akan mengundang bahaya burung. Misalnya rencana lapangan
terbang (internasional) baru yang mau dibangun di tanah laut
yang sudah dikeringkan (polder) di Markerwaard, Belanda Tengah.
Penelitian itu tak berhenti pada pengamatan dengan mata
telanjang. Jaringan radar AU Kerajaan Belanda pun dikerahkan
untuk mengikuti pola penerbangan burung laut itu. Maksudnya,
agar tak lama lagi dalam peta perhubungan udara Belanda dapat
dicantumkan daerah konsentrasi dan rute penerbangan burung.
Untuk mengatasinya, sementara ini mungkin akan dikembangkan
'klakson burung' di hidung dan sayap pesawat pancargas, yang
mampu mengeluarkan suara di atas 20 ribu cycles. Suara itu tak
terdengar lagi oleh kuping, manusia tapi cukup bising bagi
burung. Inggeris sudah memasang 'klakson burung elektronis
semacam itu di puncak gedung jangkung untuk mengusir burung yang
suka bersarang. dan mengotori, sudut gedung-gedung itu.
Di Indonesia mungkin ada yang mau memasang jaringan
orang-orangan + kaleng kosong yang lebih murah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini