SEKITAR 1000 dokter warganegara Indonesia yang kini berdiam di
Jerman Barat, mulai permulaan tahun 1978 ini berangsur-angsur
akan kembali ke kampung halaman. Mereka terdiri dari dokter umum
maupun spesialis. Sebagian sudah ada yang praktek di berbagai
rumahsakit dan klinik di negara tersebut.
Menurut dr Hapsara DPH, kepala bagian perencanaan Departemen
Kesehatan, "kedatangan ini muncul karena pertemuan dua keinginan
antara Indonesia dan Jerman Barat." Sudah beberapa tahw1 yang
lalu WHO cemas melihat kemungkinan pengungsian para ahli dari
negara berkembang ke negara maju. Dan dalam soal dokter
Indonesia di Jerman Barat itu, pemerintah Bonn menganggap tenaga
dokter Indonesia tadi lebih dibutuhkan di negara asalnya. "Kita
tentu menyambut sikap itu, karena kita memang kekurangan tenaga
dokter untuk daerah," kata Hapsara.
Beberapa kalangan menyebutkan bahwa rencana pulangnya dokter
Indonesia itu merupakan fait accompli yang harus diterima pihak
Indonesia karena pemerintah Jerman Barat sudah menyetop izin
bekerja bagi dokter yang berasal dari luar negeri. Sebab mereka
sendiri kekurangan tempat untuk dokter warganegaranya sendiri.
Menanggapi rencana pemerintah Jerman Barat itu dan untuk
memberikan keterangan tangan pertama mengenai pelayanan
kesehatan di sini, Sekjen Depkes dr Djakasutadiwiria dan Ketua
Ikatan Dokter Indonesia dr Utoyo Sukaton telah berangkat ke
Jerman Barat, Desember tahun lalu.
Akan ke Puskesmas
Begitu kembali tidak begitu saja mereka bisa dapat izin praktek.
Terhadap mereka dikenakan keharusan seperti yang dijalani para
dokter yang baru lulus di sini. Untuk dokter umum akan
ditugaskan di puskesmas. 5 tahun kalau di pulau Jawa, 3 tahun
kalau di luar lawa. Sedang spesialis akan ditugaskan di
rumahsakit kabupaten. Tetapi sebelum mereka berangkat ke sana
mereka harus pula menjalani proses adaptasi sekitar 6 bulan di
berbagai rumahsakit di sini. Agar mereka lebih mengenal keadaan.
Begitu penjelasan Hapsara.
Proses adaptasi yang 6 bulan mungkin bisa dianggap masa
percobaan yang terlalu pendek. Terutama oleh calon-calon dokter
yang duduk di tinkat akhir fakultas kedokteran berbagai
universitas swasta. Sebab mereka harus menempuh ujian kedokteran
yang dibuat oleh pemerintah, lewat Consortium Medical Sciences,
dan harus antri bertahun untuk dapat kesempatan diuji. "Saya
bukannya iri dan menolak kedatangan dokter Indonesia dari Jerman
itu, soalnya bagi saya bagaimana pemerintah menyelesaikan sistim
pendidik kedokteran swasta sekarang. Saya sudah menjalani
keharusan praktek setahun di daerah, tapi nyatanya sampai
sekarang saya belum dapat kesempatan diuji," tukas Andy Santosa
Aug', ketua senat fakultas kedoktera Universitas Atmajaya.
Sedangkan Nasrun Nadjib dari fakultas kedokteran Yasri
beranggapan, karena masa menempuh ujian yang relatif lama lagi
kedokteran swasta dibandingkan dengan negeri, "maka ada baiknya
pemerintah membereskan dulu kami-kami ini. Mengapa mereka yang
kembali dari luar negeri yang diutamakan?" tanyanya kecewa
campur protes.
Ada juga di antara para mahasiswa kedokteran yang cemas
kalau-kalau kedatangan dokter Jerman itu akan memancing
timbulnya sikap para orang tua yang punya uang untuk
menyekolahkan anaknya di luar negeri saja. Izin untuk belajar di
luar sampai sekarang menurut Andy Santoso masih terbuka.
"Dari pada sekolah di sini, dengan biaya yang mahal dan waktu
yang panjang, 'kan orang lebih baik sekolah di Jerman. Kalau
pun harus kembali 'kan hanya melalui adaptasi setengah tahun."
Adaptasi terhadap dokter yang datang dari luar bukan sekarang
saja dijalankan. Sejak dulu proses itu dikenakan terhadap
mereka. Wakil Dekan Bidang Akademis FK Trisakti dr Irawan
Tirtajaya menceritakan bahwa seorang dokter lulusan Moskow yang
ditampung Trisakti harus menempuh masa evaluasi lebih dari 1
tahun di Universitas Indonesia. Kalau sudah ada persetujuan dari
Depkes dan P & K, barulah dokter tersebut bisa bekerja di
Trisakti.
Bagi para dekan fakultas kedokteran swasta, kedatangan dokter
dari Jerman itu tidak begitu jadi persoalan. Dekan FK Yarsi, dr
Jurnalis Uddin tegas mengatakan bahwa tak ada alasan baginya
untuk menolak kedatangan tersebut. "Kita justru membutuhkan
mereka. Karena tenaga dokter masih kurang." Fakultas kedokteran
Trisakti juga berpendapat sama. Hanya saja dr Irawan Tirtajaya
perlu menambahkan pentingnya mensejajarkan FK swasta dengan
negeri. "Sebab tenaga pengajarnya 'kan lulusan FK negeri semua."
Dan mungkin yang paling penting adalah untuk tidak menghambat
arus lulusan fakultas kedokteran swasta seperti yang dirasakan
sekarang. 'Kan tenaga dokter diperlukan katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini